Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Isu kemiskinan di Kota Bandung bukan lagi sebagai sebuah ilusi. Program pembangunan-pembangunan di Bandung, tidak bisa menutupi realitas 101 ribu warga Bandung yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Gencarnya program pembangunan-pembangunan di Bandung, menyisakan ironi bagi warga-wargi Bandung. Di satu sisi pembangunan terus ditingkatkan, disisi lain angka kemiskinan warga Bandung terus meroket naik.
BPS telah mencatat, Garis Kemiskinan (GK) Kota Bandung pada Maret 2024 sebesar Rp 614.707 per kapita per bulan, dan telah terjadi peningkatan 3,99 persen atau sebesar Rp 23.583 dibandingkan GK pada Maret 2023 yang besarnya Rp. 591.124 (Detik.com,12/8).
Hingga saat ini, 101.100 warga
Kota Bandung masih masuk dalam kategori miskin. Adapun tingkat kemiskinan tertinggi di Bandung Raya adalah di Kabupaten Bandung Barat 10,49% atau 179.700 jiwa dan Kabupaten Sumedang 9,10% atau 108.890 jiwa (Detik.com,12/8).
Realitas ini semakin menegaskan tentang priotas penguasa bukanlah untuk kesejahteraan masyarakat, melainkan kepentingan proyek para pemilik modal. Paham kapitalisme yang sudah lekat di negeri ini, menjadikan wajar jika Bandung kini hari menjadi berfokus pada pembangunan saja.
Penguasa seharusnya menetapkan anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan, sekadar untuk hal yang urgen bagi masyarakat. Seperti perbaikan jalan rusak, penyediaan rumah sakit yang layak, dan pembangunan fasilitas umum yang urgen saja. Mengingat kebutuhan primer masyarakat masih banyak yang belum terpenuhi, melihat dari data angka kemiskinan masih meroket naik. Seharusnya dana alokasi lebih diutamakan untuk menuntaskan kemiskinan bagi kesejahteraan rakyat.
Pandangan Islam
Dalam Islam, masyarakat secara keseluruhan menjadi tanggung jawab negara. Kesejahteraan seluruh warga, menjadi prioritas negara dalam membangun politik dan ekonomi di seluruh wilayah. Penguasa yang diamanahkan mengurus sebuah wilayah, akan memfokuskan pada hal ini. Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani menyatakan dalam Kitab Ekonomi Islam, bahwa politik ekonomi Islam adalah menjamin terealisasinya pemenuhan semua kebutuhan primer setiap orang secara menyeluruh, dan memudahkan setiap orang untuk bisa memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernyaa.
Mengingat Allah mencela para pemimpin dzalim yang tidak adil terhadap rakyatnya.
Allah SWT berfirman :
”Sesungguhnya, dosa atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu akan mendapat azab yang pedih.” (TQS Asysyura : 42)
”Barang siapa yang menipu kami, maka dia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim)
Larangan menjadi pemimpin dzalim, menjadikan setiap penguasa dalam sistem Islam akan begitu loyal terhadap masyarakatnya, bukan loyal terhadap pemilik modal yang mengelola pembangunan-pembangunan. Pemimpin dalam Islam juga akan memposisikan masyarakat bukan sebagai pembeli dan negara bukanlah sebagai penjual. Melainkan negara sebagai pelayan bagi masyarakat. Wajar jika pada masa Islam dahulu, tidak ada satupun warga yang merasa layak untuk menerima zakat. Sebab rakyat telah merasa sejahtera dan terpenuhi kebutuhan pokok mereka.
Wallahu’alam bi shawwab
Ummu Kahfi, Bandung-Jawa Barat
Views: 17
Comment here