Muslimah India Butuh Khilafah
Wacana-edukasi.com — Allah SWT telah menurunkan syariatNya dalam surat An-Nur: 31 dan Al-Ahzab : 58 tentang kewajiban bagi muslilmah untuk mengulurkan jilbabnya (gamis) dan menutupkan khimar (kerudung) ke kepala sampai dada mereka. Namun syariat ini telah dinodai oleh manusia -manusia dzholim.
Telah terjadi gelombang unjuk rasa di India pada tanggal 7 Februari 2022 yang dilakukan oleh banyak pelajar muslim bahkan orang tua pun ikut turun kejalan, mereka memprotes atas larangan berhijab di Sekolah. Tuntutan mereka adalah diizinkannya kembali masuk kelas dengan tetap memakai hijab.
Yang menjadi pemicu pelajar turun ke jalan adalah telah terjadinya pelarangan penggunaan hijab untuk masuk ruang kelas kejadian ini terjadi di sebuah sekolah menengah khusus perempuan yang dikelola pemerintah di kota Udupi India. Beberapa pekan kemudian pelarangan juga terjadi disekolah- sekolah lainnya. Upaya tandingan pun dilakukan oleh pelajar hindu, mereka mendukung pemerintah Kartaka untuk melarang muslimah menggunakan hijab di ruangan kelas.
Menurut AH Almas, pelajar yg ikut protes unjuk rasa, apa yang dilihatnya adalah apartheid agama, keputusan yang diskriminatif, tidak proporsional yang memengaruhi muslimah. Di India sudah sering terjadi Islamfobia, kaum muslim sebagai warga minoritas terus mendapat perlakuan yang diskriminatif dan mereka pun semakin berani karena didukung oleh negara. Diketahui partai yang berkuasa di Kartaka adalah Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata Party dan Narendra Modi sebagai Perdana Menterinya, jelas-jelas banyak kebijakannya yang menyudutkan dan menunjukan kebenciannya kepada kaum muslimin di sana.
India sebagai negara multikultural seharusnya mampu memberikan kebebasan dan keamanan menjalankan ajaran agama bagi rakyatnya, karena beragama adalah salah satu hak asasi manusia yang dijamin kebebasannya, dan salah satu hal yang paling getol dikampanyekan dan digembor-gemborkan barat. Selain tiga kebebasan lainnya yaitu kebebasan berpendapat, berperilaku, dan berkepemilikan.
Namun kebebasan bagi muslimah di sana hanyalah ilusi, mereka tidak bisa menjalankan haknya sebagai seorang muslimah yang akhirnya mereka pun tidak bisa mendapat hak pendidikan karena mempertahankan hijab mereka.
Inilah fakta buruk penerapan demokrasi, kebebasan hanya jargon dengan standar ganda, kebebasan hanya milik pengusung demokrasi bagi umat Islam semua itu mustahil didapatkan.
Jilbab dan khimar adalah identitas bagi seorang muslimah dan bukti dari keimanannya kepada sang khalik. Seluruh tubuh perempuan adalah aurat kecuali muka dan telapak tangan. Maka seharusnya muslimah diberikan hak untuk menjalankan ajaran agamanya itu, tidak boleh ada pelarangan dan pengekangan.
Sikap berbeda ketika muslim menjadi mayoritas, umat ini diminta toleransi terhadap agama lain bahkan sampai mencampur- adukkan ajaran agama. Ketika hukum Islam diterapkan secara kaffah/paripurna dalam institusi negara, rakyat yang menjadi warga negara walaupun tidak beragama Islam, mereka akan tetap menjalankan ajaran agamanya dengan tenang tanpa ada tekanan dari negara seperti firman allah dalam surat Al-Kafirun: 6, begitupun dalam hal lainnya mereka akan mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara, tidak ada pembedaan.
Rasulullah bersabda “Barangsiapa menyakiti seorang dzimmi (nonmuslim yang tidak memerangi umat muslim), maka sesungguhnya dia telah menyakitiku. Dan barang siapa yang telah menyakitiku, maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah,” HR. Thabrani.
Jelaslah hanya sistem Islam saja yang mampu melindungi dan memuliakan muslimah. Maka, sudah saatnya umat mencampakkan sistem yang menjadikan kebebasan sebagai pilar dari ideologi mereka yaitu ideologi kapitalis sekularis.
Khodijah Ummu A’bidah.
Views: 11
Comment here