Jika mau ditelisik lebih dalam, bahwa penyebab wajah dunia pendidikan semakin buruk adalah karena sistem pendidikan saat ini menerapkan sistem sekularisme. Sistem sekularisme akan menjauhkan bahkan memisahkan ilmu dari agama.
Najwa F. Nisa, S.I.P
(Pemerhati Sosial dan Politik, DIY)
wacana-edukasi.com, OPINI– Daftar kelam sisi gelap pendidikan hari ini semakin diperpanjang dengan adanya kasus pembunuhan mahasiswa UI (Universitas Indonesia) yang ditemukan tewas di kamar kosnya di Kawasan Kukusan, Beji, Depok, pada Jumat (4/8/2023). Dilansir dari kompas.com, menurut keterangan polisi, korban dibunuh oleh kakak tingkatnya dengan motif terlilit sewa bayar kos dan pinjaman online (pinjol) sehingga mengambil barang milik korban berupa laptop, HP, dan dompet. Pelaku juga mengaku merasa iri dengan kesuksesan korban.
Kasus lain yang masih tercatat dalam dunia pendidikan nasional, contohnya pengeroyokan terhadap siswi SD di Padang yang terjadi di jam belajar. Penyekapan dan penganiayaan terhadap siswi SMA di Yogyakarta hanya karena tato Hello Kitty. Siswa di Surabaya menebas lengan temannya tersebab cemburu. Atau tawuran siswa SMA di Jakarta yang merenggut nyawa dan masih banyak lagi (liputan6.com, 15/5/15).
Dalam sebuah riset yang dilakukan LSM Plan International dan International Center for Research on Women (ICRW) menunjukkan 84% anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Angka tersebut lebih tinggi dari tren di kawasan Asia yakni 70% (liputan6.com, 15/5/15).
Mari kita lihat wajah dunia pendidikan saat ini. Rentetan kasus yang menodai dunia pendidikan juga tak henti-hentinya berlanjut. Mulai dari perundungan, kekerasan fisik, kekerasan seksual, hingga pembunuhan sadis seperti mutilasi. Setiap tahun selalu saja ada catatan buruk yang diukir oleh peserta didik bahkan dari kalangan guru dan pejabatnya.
Padahal, dilansir dari kemendikbud.gov, bahwa telah tertuang pada Siskdiknas 20/2013, yaitu tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri.
Tujuan tersebut seakan hanya ilusi di tengah gempuran kasus yang melanda. Mengapa penerus bangsa yang diharapkan mampu tumbuh cerdas, beriman dan bertakwa, serta berakhlak mulia saat ini justru menunjukkan karakter generasi yang lemah sehingga mengalami degradasi moral dan mental besar-besaran seperti saat ini?
Sistem Pendidikan yang Jauh dari Islam
Jika mau ditelisik lebih dalam, bahwa penyebab wajah dunia pendidikan semakin buruk adalah karena sistem pendidikan saat ini menerapkan sistem sekularisme. Sistem sekularisme akan menjauhkan bahkan memisahkan ilmu dari agama. Agama hanya diizinkan untuk dipelajari di bagian praktisnya saja, seperti salat, puasa, zakat, hafalan klasik tentang rukun iman dan rukun Islam saja. Tetapi untuk ilmu terapan lain, seperti ilmu alam, ilmu sosial, bahkan ilmu yang berkaitan langsung dengan masalah yang dihadapi siswa seperti pergaulan dengan lawan jenis, pengembangan diri berbasis fitrah, tata cara menghadapi gempuran life style yang full of hedonisme dan liberalisme sangatlah minim dari sentuhan akidah Islam. Bagaimana generasi bisa beriman dan bertakwa, jika aturan Allah Taala terabaikan?
Ini membuktikan bahwa sistem pendidikan sekularisme gagal mewujudkan generasi harapan. Sistem ini juga hanya bisa menghasilkan generasi minus akhlak, berkepribadian labil, dan bimbang dengan dirinya sendiri alias krisis identitas. Mungkin saja sistem sekularisme mampu melahirkan generasi berprestasi dalam akademik saja, tetapi dalam waktu yang sama, mereka juga menjadi generasi yang individualis, kapitalistis, dan mengagungkan materi sebagai tujuan hidup. Bahkan dewasa ini, diterapkannya kurikulum merdeka yang secara filosofis memberikan ruang pada anak untuk menemukan karakternya sendiri justru merupakan pintu masuk adanya pola pikir liberal yang mengizinkan anak untuk bebas menjadi apapun yang ia inginkan. Terutama terkait orientasi seksual, kemerdekaan memeluk agama, dan lain sebagainya. Sungguh, jika sistem ini masih digunakan sebagai dasar pendidikan saat ini, maka bisa dipastikan tujuan pendidikan nasional yang digagas oleh kemendikbud sendiri akan sulit tercapai.
Bagaimana Islam Mengatur Pendidikan?
Dalam catatan sejarah, pendidikan yang berbasis akidah Islam banyak melahirkan ilmuwan yang ahli segala bidang. Al-Khawarizmi penemu angka 0 dan bilangan aljabar. Dengan kecerdasannya, beliau merumuskan hitungan matematika jauh lebih mudah dengan angka nol ketika kala itu peradaban Romawi masih menggunakan angka romawi yang susah dipelajari. Ada pula Jabir Ibn Hayyan seorang ulama yang ahli kimia yang menemukan rumus-rumus kimia yang masih dipakai hingga saat ini, Al Idrisi penemu globe, Fathimah Al Fihri, pendiri universitas pertama kali di dunia, Ibn Batutah yang terkenal menjelajahi dunia dan menemukan 300 jalur laut dan mampu mengalahkan Marco Polo dan Christoper Columbus, dan masih banyak lagi. Inilah yang menjadi bukti bahwa pada masa peradaban Islam tidak semata lihai dalam ilmu agama, tetapi juga menguasai ilmu umum, sains, dan teknologi.
Kegemilangan Islam di dunia membuat Barat segan terhadapnya. Ini karena faktor keberhasilan mereka adalah keimanan dan keilmuannya. Negara melaksanakan sistem pendidikan berbasis Islam, ditopang sistem ekonomi Islam yang menyejahterakan dan kebijakan yang bersumber pada syariat Islam. Alhasil, seluruh lapisan masyarakat merasakan hak pendidikan di semua jenjang secara gratis tanpa dipungut biaya.
Sedemikian gemilang generasi Islam berkontribusi untuk dunia. Sangat jauh dengan wajah pendidikan sekuler seperti saat ini. Maka dari itu, mari kita bersama-sama memupuk semangat belajar ilmu Islam beserta segala aturannya yang melekat dalam satu aturan ideologi Islam. Sehingga generasi gemilang akan terwujud, bahkan tujuan pendidikan nasional akan mampu diraih hanya dengan menerapkan sistem Islam. Wallahualam bissawab.
Views: 69
Comment here