Oleh Ismawati
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Setiap tanggal 22 Desember, secara nasional diperingati sebagai hari Ibu. Hal ini merujuk pada peristiwa bersejarah yaitu diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia pertama di Yogyakarta pada tahun 1928. Beragam cara dilakukan untuk mengekspresikan perayaan hari ibu ini.
Ibu adalah sosok mulia. Segala pengorbanan, jerih payahnya mendidik dan merawat anaknya rasanya tak cukup jika hanya seremonial satu hari. Lihatlah, ia adalah sosok yang rela mengorbankan kebahagiannya untuk kebahagiaan anaknya. Ia kerahkan semua kemampuannya untuk menjaga amanah dari Sang Pencipta ini.
Allah Swt. memerintahkan kita untuk berbakti kepada ibu, Allah berfirman, “Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.” (Qs. Al-Luqman : 14).
Hanya saja, pilu terasa nasib ibu hari ini. Ia harus dihadapkan dengan beban berat mengasuh anak yang ditambah dengan beban ekonomi. Hingga tak sedikit yang akhirnya depresi, hingga mengakhiri hidup dengan bunuh diri.
Sepanjang 2023, sudah banyak kasus ibu yang membunuh anaknya karena faktor ekonomi. Terbaru, kasus pembunuhan dan pembuangan bayi oleh ibu kandungnya yang baru terungkap. Wanita berinisial I (39), seorang ibu yang bunuh dan buang bayinya di Semanu, Gunungkidul, lantas ditetapkan sebagai tersangka. Ia membuang bayinya pada 3 Agustus 2023 lalu. Alasannya adalah karena faktor ekonomi, bayi ini adalah anak keempat sang ibu (detiknews.com, 9/11).
Hidup dalam naungan sistem ekonomi kapitalisme amatlah berat. Dimana kekayaan hanya beredar pada orang-orang kaya saja. Masyarakat hidup dalam kemiskinan, di tengah keberlimpahan sumber daya alam. Ini karena faktor pengelolaan ekonomi oleh negara yang jauh dari agama. Bagi kapitalisme yang memang berasal dari sekularisme, agama nihil kehadirannya dalam urusan kehidupan.
Karena kesulitan ekonomi inilah, akhirnya yang memaksa kaum ibu merasakan menjadi tulang punggung seperti ayah. Sudah penat mengurus rumah, anak, dan keluarga. Ditambah lagi bebannya harus bekerja. Menambal kecukupan ekonomi, ikut membantu ayah.
Padahal, peran ibu itu mulia di sisi Allah Swt. rahim peradaban lahir darinya. Jika rusak seorang ibu, maka rusak pula kualitas anaknya. Jika ibu sudah jauh dari kata dimuliakan, entah bagaimana jadinya generasi hari ini.
Oleh karena itu, dibutuhkan upaya serius untuk mengembalikan kemuliaan ibu. Upaya itu di antaranya,
Pertama, kembalikan perannya sebagai ummun warabatul bait. Yakni sebagai pengatur rumah tangga yang mengurus kehidupan anaknya. Ibu yang mengajarkan kelembutan, pendidikan terbaik, hingga mewujudkan generasi yang unggul dalam iman dan takwa.
Kedua, wujudkan sistem ekonomi ideal, yakni dengan Islam. Islam adalah agama yang sempurna, bukan hanya mengatur perkara ibadah tapi juga dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pemerintahan.
Dalam sistem ekonomi Islam, negara diwajibkan memenuhi kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, pangan, dan papan. Termasuk juga dalam pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Semua warga negara dipastikan mendapatkan kebutuhan ini sebagai wujud tanggung jawab negara mensejahterakan rakyat.
Sehingga, tidak ada lagi ada seorang ibu yang stres karena beban ekonomi yang mendera. Negara justru hadir untuk memudahkan. Keluarga tidak akan khawatir terhadap masa depan anak. Karena semua dalam jaminan negara. Dengan mekanisme pengelolaan ekonomi yang sesuai syari’at telah terbukti mampu memberikan kesejahteraan.
Duhai ibu, engkaulah permata dunia. Memuliakanmu sama saja dengan memuliakan generasi selanjutnya. Sebab, melalui rahimmu generasi terbaik itu lahir.
Sesungguhnya, refleksi hari ibu tak cukup sekadar perayaan demi perayaan. Haruslah mengembalikan fungsi dan perannya dalam kehidupan. Kehadiran sistem Islamlah yang terbukti mampu mensejahterakan. Saatnya kaum ibu berdiri di barisan dakwah, memperjuangkan kemuliaan Islam untuk kehidupan dunia.
Wallahua’lam bisshawab
Views: 6
Comment here