Oleh : N.S. Rahayu (Pemerhati Sosial)
wacana-edukasi.com– Kasus pelecehan seksual semakin hari semakin mengkhawatirkan. Jika yang viral hanya beberapa kasus, karena terjadi pertikaian sehingga diselesaikan melalui laporan ke pihak berwajib atau terungkap oleh media, maka yang tidak terblow up semakin banyak. Ibarat gunung es di tengah lautan, yang nampak di permukaan hanyalah bongkahan kecil, namun yang di bawah sangat besar.
Berdasarkan pengumpulan data milik KemenPPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dalam kurun waktu 2019 – 2021 terjadi peningkatan kasus kekerasan pada perempuan dan anak. Kasus tertinggi adalah kekerasan pada anak dan kasus paling banyak dialami adalah kekerasan seksual yaitu 45 persen, psikis 19 persen, dan fisik sekitar 18 persen. Kasus tinggi lainnya adalah kekerasan pada perempuan, yang hingga November 2021 telah mencapat angka 8.800 kasus (Cnnindonesia.com, 9/12/2021).
Itu data yang nampak, yang tidak nampak luar biasa banyak. Karena dampak dari pergaulan bebas, maka pacaran yang berujung pada pelecehan pun tidak terdata. Apalagi jika dilakukan suka sama suka, maka hal itu tidak termasuk dalam pelecehan seksual yang bisa dipidanakan berdasarkan Permendikbud PPPKS No. 30 tahun 2021 pasal 3.
Akar Masalah Tren Pelecehan Seksual
Sebenarnya pelecehan seksual marak terjadi di tengah masyarakat sudah tak terhitung lagi jumlahnya. Pelecehan seksual tak lagi memandang usia. Hal ini melanda semua usia, orang-orang tua, dewasa, remaja, bahkan juga menimpa anak yang belum baliqh. Siapa korbannya? Paling banyak adalah wanita!
Jelas saja hal ini merisaukan berbagai pihak yang peduli dengan dampak yang ditimbulkan kemudian. Sehingga semua pihak ingin mengerem laju maraknya pelecehan seksual, bahkan ingin tidak ada kasus lagi di wilayahnya masing-masing.
Sebagaimana yang dilakukan Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BKBPP P2) Pacitan untuk memperketat pengawasan di wilayahnya agar tidak terjadi kasus kekerasan seksual. Kepala BKBPP P2 Pacitan Hendra Purwaka berharap kabupaten Pacitan zero kekerasan seksual (Radarmadiun.jawapos.com, 18/12/2021).
Namun, di sistem sekuler yang mengagungkan liberalisme, menjadikan keinginan zero kekerasan seksual (pelecehan) itu bak jauh panggang dari api. Sekularisme yang berasaskan pemisahan agama dari kehidupan, justru mendorong ke jurang makin dalamnya kasus pelecehan seksual.
Pemisahan ini telah membuat aturan Islam yang seharusnya dijadikan aturan dalam kehidupan ditinggalkan. Dan sistem ini membuka peluang untuk manusia berbuat sekehendak hatinya, membuat aturannya sendiri, termasuk untuk mengurus dirinya sendiri sebebas-bebasnya (liberal) tanpa aturan.
Apalagi sistem rusak ini menyediakan ragam akses ke pintu kemaksiatan dengan mudah. Adanya situs-situs pornografi, tontonan beraroma perselingkuhan, teman tapi mesra, hingga pacaran. Sehingga keluarga yang tidak dibentengi dengan keimanan kuat, mudah sekali terbawa pengaruh cara hidup hedonisme dan mengadopsi peradaban barat yang dijejali dengan 3 F (food, fun, fashion). Dan masih banyak pintu-pintu lain yang mempermudah terjerumus dalam tindak pelecehan seksual.
Jadi biang maraknya pelecehan seksual sebenarnya adalah sitem rusak yang diterapkan saat ini, sistem sekuler liberalis. Sehingga jika ingin minim (zero) kasus pelecehan seksual, jalan satu-satunya hanya dengan memcampakkan sistem rusak ini dan mencari sistem pengganti yang benar.
Bagaimana Islam Mencegah Pelecehan Seksual
Islam memberikan penjagaan penuh pada kehormatan para wanita dengan aturan Allah Swt. Islam mengatur bahwa wanita wajib menutupi auratnya (seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan). Pakaian syar’i ini akan menjaga mereka dari tatap nakal laki-laki dan fitnah.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Ahzab : 59, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Allah pun memerintahkan wanita untuk menjaga kehormatan mereka di hadapan laki-laki yang bukan suaminya dengan cara tidak bercampur baur dengan laki-laki, banyak tinggal di rumah, menjaga pandangan, tidak memakai wangi-wangian ketika keluar rumah, dan tidak memperlembut suara, dan lain-lain.
“Hendaklah kamu tetap dirumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah dahulu.” (QS. Al Ahzab : 33)
Dalam Islam juga ada larangan mendekati zina, yang bermakna pergaulan wanita dan laki-laki harus terjaga, tidak ada pacaran, teman tapi mesra, sahabatan dan kalimat senada.
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina adalah satu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra: 32)
Semua hukum syariat ini untuk kemaslahatan di tengah masyarakat, bahwa Islam benar-benar menjaga dan memuliakan posisi wanita. Sekaligus sebagai bentuk tatanan kehidupan yang baik, untuk mencegah pintu-pintu kemaksiatan terjadi, sekecil apapun celah itu.
Islam adalah Sistem Kehidupan
Dalam Islam, aturan yang diterapkan adalah aturan Sang Khalik, yang telah menciptakan manusia, kehidupan, dan alam semesta, sehingga setiap aturan-Nya akan membawa kemaslahatan bagi kehidupan.
Akidah Islam adalah hal penting yang harus dimiliki oleh setiap individu, sehingga negara akan memfasilitasi pengetahuan tentang akidah Islam kepada seluruh warga negaranya agar menjadi individu yang bertakwa. Dengan begitu ketika hendak melakukan perbuatan, maka tolok ukur yang digunakan adalah syariat.
Keluarga akan menjadi benteng pertahanan kecil namun kuat dari segala gempuran peradaban barat yang merusak. Sehingga institusi terkecil ini harus memahami peran penting (misi dan visi) dalam keluarga dan tugas masing-masing. Dari keluargalah pendidikan awal akidah Islam terbentuk.
Begitupun dengan masyarakat, individu yang beriman dan berkumpul membentuk jemaah yang solid, akan selalu menjadi kontrol di tengah masyarakat, sehingga ketika terjadi peluang kemaksiatan yang dilakukan individu atau keluarga, maka masyarakatlah yang akan mengingatkan sebagai bentuk keimanan dan rasa kasih sayang pada saudaranya agar tidak terjerumus pada perilaku kemaksiatan yang akan mengantarkan pada kerugian dunia akhirat.
Namun kondisi individu dan masyarakat yang sudah islami itu tidak akan bisa berjalan mulus, ketika sistem yang diterapkan masih membuka pintu-pintu kemaksiatan melalui liberalisme dan terus mendengungkan sekularisme. Pintu itu harus ditutup dengan cara negara menerapkan aturan Islam kaffah untuk mengatur kehidupan.
Jadi untuk hasil zero pelecehan seksual diperlukan adanya perbuatan yang saling menopang satu dengan yang lainnya yaitu ketakwaan individu, kontrol keluarga, masyarakat, dan negara yang menerapkan sistem Islam. Wallahu’alam bishawab
Views: 16
Comment here