Opini

2021, Perempuan Masih Dijajah Isu Gender

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh. Diana Septiani

wacana-edukasi.com, 8 Maret dijadikan hari memperingati nasib perempuan sedunia atau yang sering dikenal, “Hari Perempuan Internasional” (International Women’s Day (IWD)). Pada tahun ini, UN Women menentukan tema #ChooseToChallenge. Sebuah tema yang bermakna memilih untuk menantang. Sama halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, mantra yang diserukan masih seputar kesetaraan gender.

Dikutip dari IWD, Hari Perempuan Internasional adalah hari untuk merayakan pencapaian sosial, ekonomi, budaya dan politik perempuan secara global. Benarkah demikian yang diserukan kaum feminis sejalan dengan realita yang ada? Atau, justru pencapaian yang terjadi malah sebaliknya? Terlebih di tengah-tengah kondisi pandemi, mampukah ide kesetaraan gender menyelesaikan berbagai permasalahan yang menimpa perempuan?

/ Pandemi Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan /

Menurut Catatan Akhir Tahun (Catahu) yang dirilis Komnas Perempuan, selama pandemi angka kekerasan terhadap perempuan meningkat drastis. Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengatakan, “Sebanyak 34% lembaga yang mengembalikan kuesioner menyatakan bahwa terdapat peningkatan pengaduan kasus di masa pandemi. Data pengaduan ke Komnas Perempuan mengalami peningkatan drastis 60% dari 1.413 kasus di tahun 2019 menjadi 2.389 kasus di tahun 2020.”

Pandemi Covid-19 adalah salah satu penyebab kekerasan terhadap perempuan baik di ruang offline maupun siber yang sebelumnya telah ada menjadi semakin besar dan meluas. Hal ini bisa menjadi bukti bahwa isu kesetaraan gender yang selalu digaungkan kaum feminis tak pernah menyelamatkan perempuan dari tindakan kejahatan terhadap perempuan.

/ Kesetaraan Gender Penghancur Keluarga /

Sejatinya konsep gender berawal dari perlakuan buruk masyarakat Eropa terhadap perempuan pada masa silam. Perempuan dipandang sebelah mata. Disebut sebagai sumber segala dosa. Tak memiliki hak pendidikan, ekonomi, politik dan kepemilikan yang setara dengan kaum laki-laki. Konsep ini pertama kali dicetuskan pada tahun 1837, lalu disebarkan ke berbagai negara. Termasuk negeri-negeri muslim

Konsep kesetaraan gender telah nyata memberikan dampak kerusakan dalam tatanan kehidupan. Kaum lelaki yang memiliki kewajiban menafkahi keluarga justru kehilangan lapangan pekerjaan karena bersaing dengan kaum perempuan. Sementara, perempuan mengabaikan tugas utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.

Ya, inilah dampak dari hasrat kaum feminis yang mendambakan planet 50 x 50, justru memaksa perempuan keluar dari kodratnya. Seolah perempuan berlomba-lomba mengejar prestise yang tak ada gunanya. Bukannya menyelesaikan permasalahan, justru menambah dan memunculkan permasalahan baru. Misalnya, KDRT, percekcokan dalam rumahtangga karena suami dihina, gaji dan posisi istrinya jauh lebih tinggi. Anak-anak yang salah gaul, karena kurang periayahan dari keluarga, ayah-ibunya sibuk bekerja.

Selain menimbulkan permasalahan di dalam keluarga, ide feminisme juga telah menjatuhkan martabat perempuan. Dengan slogan “My Body, My Authority” yang membebaskan perempuan berkreasi dengan tubuhnya. Mengembalikan ke tabiat hewan karena mendukung ketelanjangan atas nama body positivity atau seni.

Ya, demi meraup keuntungan dan memuaskan hasrat para pengusaha, perempuan kerap kali menjadi korban eksploitasi. Tubuhnya dipamerkan, dicuci otaknya dengan matra busuk kebebasan dan kesetaraan. Tak lain dan tak bukan, semua ini berakar dari penerapan sistem kapitalis. Kapitalis telah sukses menyesatkan kaum perempuan -yang mendukung membela ide kesetaraan gender- dengan matra-matra busuk berkemasan cantik.

Feminisme dalam sistem kapitalisme telah merenggut kodrat perempuan yang sesungguhnya. Menjajah perempuan dengan mitos-mitos palsu kesetaraan gender. Menerkam perempuan menuju lubang kehancuran. Jadi, kejahatan terhadap perempuan bukan karena posisi perempuan yang kurang di kursi pemerintahan. Tetapi, justru akar dari segala macam kejahatan terhadap perempuan, berasal dari sistem kapitalistik sekuler.

/ Islam Memandang Perempuan /

Di dalam Islam, perempuan dan laki-laki sebagai manusia memiliki naluri dan kebutuhan jasmani yang sama. Kaum laki-laki dan perempuan sama-sama makhluk dan hamba Allah. Masing-masing memiliki kedudukannya yang sama di hadapan Allah. Tujuan hidup keduanya pun sama, sama-sama mengemban misi di dunia hanyalah untuk beribadah.

Allah SWT menyamakan kedudukan perempuan dan laki-laki dalam firman-Nya :

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berkata), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah keturunan dari sebagian yang lain.”
(TQS Ali Imran [3]: 195)

Namun, di dalam Islam fitrah kaum laki-laki dan perempuan berbeda. Peranan dalam kehidupannya juga berbeda. Misalnya, fitrahnya perempuan hamil, melahirkan dan menyusui. Sementara, laki-laki tidak. Perempuan memang kodratnya menjadi istri dan seorang ibu. Sementara kaum laki-laki berperan sebagai suami dan ayah yang memiliki tanggungjawab menafkahi keluarganya.

Ketika perempuan dan laki-laki sama-sama memahami akan perihal ini, InsyaAllah ketenangan yang akan didapatkan, bukan persaingan. Bila pun persaingan, itu dalam hal kebaikan. Perlombaan dalam mengejar ridha Allah dengan menjalankan fitrah dan amanahnya sebagai sosok istri dan ibu atau seorang suami dan ayah.

Saat Islam diturunkan, derajat perempuan menjadi naik. Yang semula hanya dijadikan budak pemuas nafsu lelaki, derajatnya menjadi lebih mulia. Diberikan hak pendidikan, kepemimpinan dan berpendapat yang sama. Bahkan posisi perempuan di dalam Islam sangatlah mulia, hingga surga ditempatkan “di bawah kaki seorang Ibu”.

Begitu pula saat institusi Khilafah berdiri, perempuan tersejahterakan. Khilafah membolehkan perempuan turut terjun ke tengah masyarakat. Menjadi seorang guru, perawat, ulama, ilmuwan, pengusaha dan lainnya tanpa meninggalkan tugas utamanya sebagai seorang ibu dan pengurus rumahtangga. Sungguh, hanya Khilafah lah yang mampu menuntaskan berbagai persoalan perempuan hingga ke akar-akarnya.

Wallahu a’lam bishshowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 22

Comment here