Oleh: Surfida, S.Pd.I (Pemerhati Sosial)
Wacana-edukasi.com — Pemerintah merespon laporan Bank Dunia berjudul International Debt Statistics (IDS) 2021 yang menempatkan Indonesia di daftar 10 negara dengan utang luar negeri terbesar. Laporan yang terbit pada 12 Oktober 2020 ini berisi data dan analisis posisi utang negara di dunia, dimana dalam salah satu bagian laporan menyebutkan perbandingan beberapa negara berpendapatan kecil dan menengah dengan Utang Luar Negeri (ULN) terbesar, termasuk Indonesia.
Namun, menurut Kemenkeu laporan Bank Dunia tidak menyertakan negara-negara maju melainkan negara-negara dengan kategori berpendapatan kecil dan menengah. Alhasil, terlihat bahwa posisi Indonesia, masuk dalam golongan 10 negara dengan ULN terbesar. (ekonomi.bisnis.com, 14/10/2020).
Di sisi lain, Menkeu juga menjelaskan bahwa utang negara ini semakin menumpuk karena utang Belanda yang diwariskan ke negara Indonesia. Warisan itu mulai dari utang hingga kondisi perekonomian yang rusak. “Dari sisi ekonomi waktu kita merdeka, kita diberikan warisan Belanda tidak hanya perekonomian yang rusak namun juga utang dari pemerintahan kolonial,” kata dia dalam pembukaan Ekspo Profesi Keuangan 2020 melalui video conference, Senin (12/10/2020) (finance.detik.com).
Jika ditelaah lagi, utang negara yang semakin meningkat ini, bukan hanya disebabkan oleh warisan dari Belanda, atau krisis yang terjadi pada tahun 1998. Akan tetapi, disebabkan oleh sistem yang diterapkan negara ini, yaitu sistem kapitalisme. Dalam sistem ini mengharuskan negara membiayai perputaran ekonomi menggunakan sistem ribawi atau bunga utang. Sehingga negara akan melakukan peminjaman ke bank dunia dan IMF.
Ketika negara melakukan peminjaman ke bank dunia dan IMF, saat itulah negara terjebak dalam lingkaran hitam kapitalisme, sehingga akan sulit keluar. Begitupun saat terjadi transaksi, maka negara peminjam pasti memiliki aset yang dijadikan jaminan. Disaat negara tidak mampu membayar, baik itu utang pokok atau bunga, jaminan tadi akan diambil alih negara yang memberikan kredit atau pinjaman. Apalagi negara hanya mengandalkan pajak sebagai sumber utama pendapatannya. Sedangkan pengelolaan SDA yang dimiliki diserahkan kepada asing dan aseng, sehingga pendapatan semakin sedikit. Ditambah lagi para pencuri berdasi selalu saja muncul dan tidak pernah jera.
Maka hal yang aneh, di saat negara ini berada pada peringkat kesepuluh sebagai negara yang memiliki utang luar negeri, menterinya mendapat penghargaan, sebagai Finance Minister of the Year for East Asia Pacific (Menteri Keuangan terbaik Asia-Pasifik) tahun 2020 dari majalah Global Markets. penghargaan tersebut atas prestasinya dalam menangani ekonomi Indonesis di pandemi corona (tribun.news.com. 17/10/2020).
Meskipun penghargaan ini sudah yang ke dua kalinya, tetapi penghargaan tersebut tidak sesuai dengan kondisi negara ini yang sudah masuk resesi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Febrio Kacaribu, Kepala BKF Kemenkeu. Resesi ini sudah terjadi pada awal tahun 2020. Kalau kita lihat data di kuartal I-2020 sudah melambat di bawah 5%, di kuartal II-2020 terkontraksi dalam sekali, lalu di kuartal III-2020 nanti kita ekspek akan berada di sekitar -2,9% sampai -1%. Berarti, memang sudah resesi. Jadi dari kuartal I, II, III, ya sudah pasti, ini sudah perpanjangan perlambatan perekonomian kita. Harapannya tentu kuartal IV akan membaik, ini yang jadi fokus ke depan. Kalau resesinya, ya memang kita sudah resesi sepanjang tahun ini sebenarnya (beritasatu.com, 25/10/2020).
Melihat kondisi ekonomi yang semakin terpuruk, membuat salah satu tokoh parpol nasional, Fadli Zon berkomentar. Beliau mengungkapkan bahwa, Menkeu tidak layak mendapatkan penghargaan tersebut, mengingat perekonomian di negara ini semakin sulit, nilai tukar rupiah melemah, dan utang negara menumpuk, sehingga menjadi warisan anak cucu. Sebagimana dilansir dari tribun.news, 17/10/2020.
Kritikan juga datang dari seorang Ekonom Indonesia, yaitu Rizal Ramli. Beliau mengatakan bahwa Menkeu merupakan menteri keuangan terbalik, karena hanya menyenangkan para debitur, tetapi menyengsarakan rakyat. Hal tersebut disampaupikan Rizal Ramli dalam program Indonesia Lawyer Club (ILC) yang tayang di TV One pada Senin (20/10/2020) malam (tribun.news.com, 21/10/2020).
Penghargaan yang diberikan oleh asing ini, semakin mengokohkan negara ini dalam jeratan kapitalisme global. Karena ini yang diuntungkan hanya para debitur, seperti yang diungkapkan oleh Rizal Ramli tersebut. Ketika negara melakukan peminjaman atau menambah utang, lagi-lagi negara yang memberikan modal akan mendapatkan keuntungan yang besar. Sedangkan rakyatnya hanya menanggung utang yang sudah ratusan triliun.
Selain itu, penghargaan ini juga bisa jadi sebagai alat untuk memuluskan rencana asing untuk menguasai negara ini. Dimana penguasanya yang senang dipuji, walaupun apa yang dipuji tersebut tidak sesuai dengan kenyataan.
Cara Islam Mengatasi Utang
Islam hadir bukan hanya sebagai agama, tetapi Islam datang untuk menjadi solusi segala aspek kehidupan manusia. Salah satunya masalah ekonomi. Dalam Islam, ada sistem ekonomi Islam. Dalam sistem ini, saat menjalankan roda ekonomi, negara tidak menggunakan sistem ribawi. Sehingga dalam membangun negara tidak akan terjebak dalam riba. Selain itu, negara juga akan menggunakan konsep keuangan negara baitul mal.
Konsep baitul mal ini pernah diterapkan selama 13 abad sepanjang peradaban Khilafah Islam. Baitul mal memiliki tiga pos besar pemasukan negara yang jumlahnya sangat besar dan berkelanjutan. Tiga pos tersebut yakni Pertama, bagian fai’ dan kharaj. Fai’ adalah salah satu bentuk rampasan perang, dan kharaj adalah retribusi atas tanah atau hasil produksi tanah dimana para pemilik tanah taklukan tersebut membayar kharaj ke negara Islam.
Kedua, bagian pemilikan umum. Kepemilikan umum meliputi segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat, segala sesuatu yang secara alami tidak bisa dimanfaatkan hanya oleh individu secara perorangan, dan barang tambang yang depositnya tidak terbatas, yaitu barang tambang yang jumlahnya sangat banyak.
Ketiga, bagian sadaqah (zakat mal). Bagian sadaqah terdiri dari zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat ternak unta, sapi, dan kambing.
Kebijakan fiskal Baitul mal ini, akan membelanjakan anggarannya untuk investasi infrastruktur publik dan menciptakan kondisi yang kondusif agar masyarakat mau berinvestasi untuk hal-hal yang produktif. Pada zaman Rasulullah saw. beliau membangun infrastruktur berupa sumur umum, pos, jalan raya, dan pasar. Pembangunan infrastruktur ini dilanjutkan oleh Khalifah ‘Umar bin Khattab ra. Beliau mendirikan dua kota dagang besar yaitu Basrah (sebagai pintu masuk perdagangan dengan Romawi) dan kota Kuffah (sebagai pintu masuk perdagangan dengan Persia).
Dengan pengelolaan seperti di atas, maka negara tidak akan memiliki utang pada negara asing, karena SDA yang dimiliki dikelola sendiri oleh negara. Juga umat yang mampu, maka mereka juga diarahkan untuk mengeluarkan sebagian hartanya untuk bersedekah. Sehingga, umat tidak menimbun harta-harta yang mereka miliki.
Begitu juga dengan negara ini, jika dikelola menggunakan sistem ekonomi Islam, maka utang-utang yang dimiliki bisa dilunasi karena negara ketika mengelola ekonomi tidak lagi menggunakan sistem ribawi. Ketika dalam negara Islam ada para pegawai yang berusaha untuk memuluskan rencana pihak asing, maka kepala negara (penguasa) tidak segan-segan memecatnya, dan menggantinya dengan pegawai yang amanah.
Selain itu SDA yang dimiliki saat ini, dikelola oleh negara dan diperuntukkan kembali kepada rakyatnya. Sehingga kesejahteraan akan merata pada seluruh rakyat.
Wallahu’alambishowab.
Views: 2
Comment here