Oleh Silvi Ummi Azyan
wacana-edukasi.com— Pandemi covid-19 belum berakhir. Namun, problematika terus bermunculan. Kali ini tentang ketahanan pangan. Sehingga pemerintah juga terus berupaya dalam membangun kembali food estate demi meningkatkanketahanan pangan.
Program Food estate diajukan pemerintah sebagai bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program ini juga masuk ke dalam daftar Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024 serta Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2021. Dimana Anggaran Food estate mencapai 104,2 triliun rupiah pada 2021 (madaniberkelanjutan.id 05/02/2021).
Presiden Joko Widodo meninjau lokasi food estate di Desa Lamuk, Kalijajar,Wonosobo. Lokasi ini dipilih sebagai wilayah percontohan program food estate hortikultura, sebuah program budidaya tanaman hortikultura seperti bawang merah, bawang putih, cabai, dan kentang dengan konsep pertanian sebagai sistem industrial, berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, modal, organisasi, dan manajemen modern (kabaruang.com, 15/12/2021).
Pada hari yang sama Presiden Joko Widodo juga mengunjungi Food estate di Desa Bansari, Temanggung, Jateng. Menurutnya Pertanian akan mendampingi para petani di kawasan food estate tersebut sehingga diharapkan bisa meningkatkan produktivitas hasil panen. Di Kabupaten Temanggung, food estate tersebar di Desa Bansari, Kledung, Ngadirejo, Parakan dan Bulu. Tanaman holtikultura yang ditanam meliputi cabai, kentang, bawang merah dan bawang putih. (tribunnews.com, 14/12/2021)
Food Estate Janji Manis Kapitalisme
Selintas program food estate ini pasti sangat menggiurkan. Bagaimana tidak, Kementerian Pertanian ikut berperan membawa off taker (pembeli) yang nantinya menjamin agar harga produk yang dihasilkan petani pada saat panen sesuai dengan kesepakatan, sehingga tidak terjadi petani rugi karena harga jual tidak seimbang dengan harga produksi saat tanam.
Tentunya kebijakan ini harus diuji efektivitasnya terkait dampak sosiologi dan ekonomi. Bagaima ma jika petani beberapa kondisi gagal panen dengan cuaca, penimbunan produk yang rawan permainan harga, terlebih dibukanya kran impor oleh negara. Sehingga petani harus bekerja ekstra supaya produknya memiliki kualitas yang bersaing dengan produk impor.
Kemudian hadirnya konsep mengedepankan profit bagi stakeholder yang terlibat yaitu baik yang pusat, daerah, petani dan juga pihak penjamin (off taker) dengan mengakomodasi seluruh kepentingan stakeholder adalah bentuk penerapan sistem kapitalisme yang mengedepankan jalan tengah, maka akan ada banyak kepentingan bersama sangat kecil. Potensi hadirnya mafia yang memiliki kecondongan pada kepentingan pribadi dan kepentingan korporasi, menjadi ancaman tersendiri.
Kebijakan kawasan super prioritas pertanian dengan membentuk industrialisasi pertanian yang menunjukkan kapitalisasi pertanian dengan adanya pembentukan korporasi akan melahirkan dampak sosial. Hal ini karena food estate hadir tanpa memperhatikan kearifan lokal. Padahal kearifan lokal di setiap daerah selalu memiliki makna tersendiri dan berpengaruh pada eksistensi petani produk pertanian lokal.
Tetapi perkembangan politik ekonomi yang semakin mengarah kepada liberalisasi di segala sektor telah menjadi ancaman tersendiri bagi petani daerah. Potensi yang selama ini merupakan lahan penghidupan dan juga tradisi budaya yang memiliki keunikan tersendiri di setiap daerah ini secara otomatis dipaksa tunduk di bawah pemilik kepentingan kapital.
Jadilah konsep food estate sebagai sebuah momok bagi pertanian tradisional. Namun sayangnya, pemerintah telah membuat sejumlah Legalisasi hukum food estate ini. Sehingga hal ini semakin memudahkan Investor, bahkan asing akan masuk dalam pusaran food estate ini, yang jelas akan merugikan petani.
Belum lagi terkait penggunaan lahan Jika hal ini terus dibiarkan maka akan memunculkan beberapa masalah serius. Seperti hilangnya penguasaan lahan oleh pribumi, payung hukum food estate justru semakin merugikan petani karena berpotensi memunculkan konflik di kemudian hari.
Islam Sebagai Solusi
Bergantung pada kapitalisme saat ini, ibaratnya adalah Impian semu. Karena sampai kapanpun problematika bersumber dari sistem ini tak akan pernah ada solusi. Bahkan akan menjadi menyelamatkan ancaman global.
Sehingga satu-satunya harapan umat hanyalah kepada sistem Islam dan Khilafah. Inilah sistem yang dibangun di atas landasan wahyu Allah SWT dan dituntun oleh Rasulullah SAW dan para Khalifah setelahnya mengatur bagaimana terkait tata kelola pangan menyeluruh.
Daulah Khilafah dengan konsepnya akan mengatur seluruh aspek ketahanan dan kedaulatan pangan dalam segala kondisi. Baik keadaan normal ataupun krisis. Terlebih potensi Indonesia dengan berbagai potensinya yang memiliki sumber daya pertanian baik lahan subur yang merupakan sumber pangan, juga iklim 4 musimnya, kayanya petani pekerja keras dan para ahli tentunya.
Jika keberadaan semua potensi ini dikelola dan diatur dengan benar, maka akan mampu membangun ketahanan dan kedaulatan pangan sehingga membawa kesejahteraan bagi rakyat serta akan mengeluarkan rakyat dari krisis dengan segera.
Begitupun juga daulah Khilafah dalam penerapan Islam nantinya akan mudah pastinya dalam mengatasi ancaman krisis pangan pada masa wabah. Di antaranya peran sentral pengaturan seluruh aspek kehidupan termasuk tata kelola pangan yang berada di tangan sebagai penanggung jawab utama dalam mengurusi hajat rakyat yaitu sebagai pelayan pengurus dan pelindung.
Dengan kedua fungsi politik ini, maka seluruh rantai pasok pangan akan dikuasai negara. Adapun kebolehan swasta memiliki usaha pertanian, namun tetap penguasa oleh negara dan tidak boleh dialihkan kepada korporasi swasta. Negara juga yang nantinya akan mengupayakan keberadaan cadangan pangan. Tanpa sekalipun bergantung dengan asing. Dengan demikian, kesejahteraan rakyat terjamin tanpa terkecuali.
Wallahu’alam bishowab.
Views: 9
Comment here