wacana-edukasi.com— Baru saja rakyat Indonesia ingin bernafas lega karena penyebaran kasus Covid-19 mereda. Namun sayangnya, rakyat kembali dikejutkan dengan adanya dugaan temuan varian baru dari virus Corona, yaitu Omicron.
Virus Omicron ini kian merajalela, kehadirannya bak menghantui dan menakutkan bagi rakyat Indonesia saat ini. Setelah virus masuk dan menginfeksi serta merebah, barulah pemerintah mengambil keputusan tentang kebijakan penerapan vaksinasi booster yang dilaksanakan 12 Januari 2022 yang lalu. Budi Gunadi Sadikin, selaku Menteri Kesehatan mengatakan bahwa pemerintah akan mengumumkan vaksin booster yang akan diberikan secara cuma-cuma atau bahkan berbayar kepada masyarakat.
“Itu (vaksin booster berbayar atau gratis) yang rencananya akan diputuskan dihari Senin depan pada rapat kita,” kata Budi dalam program acara Kompas TV “Satu Meja The Forum”. (kompas.com 05/01/2022).
Jadi, setelah dilakukannya vaksinasi dosis pertama dan kedua, yang menjadi program pemulihan kesehatan nasional sudah dan masih berjalan, kemudian akan dilanjutkan dengan vaksinasi booster atau vaksinasi dosis ketiga. Menurut pemerintah, vaksin booster ini dilakukan untuk menekan penyebaran virus varian baru yaitu Omicron. Padahal, kenyataannya hal ini kurang efektif karena orang-orang yang telah divaksin tetap memiliki kemungkinan terinfeksi dan bisa menularkannya kepada orang lain.
Selain itu, salah satu cara efektif untuk menekan penyebaran varian baru Omicron adalah dengan menutup rapat pintu utama masuknya virus melalui jalur perjalanan luar negeri dan penguncian wilayah (lockdown) secara menyeluruh. Namun nyatanya, hari ini negara tidak siap untuk melakukan hal itu dengan alasan akan memperburuk ekonomi rakyat. Seharusnya negara berperan penting dalam mengayomi seluruh kebutuhan rakyatnya apalagi di saat pandemi seperti hari ini. Inilah bukti nyata bahwa negeri ini menganut sistem kapitalisme yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dan juga segelintir orang berduit daripada kepentingan rakyatnya sendiri.
Jika kita menelisik hal ini dalam sudut pandang Islam pastilah amat sangat berbeda. Mulai dari segi kebijakan yang dikeluarkan oleh negara maupun dari segi penanganannya. Dalam mengatasi pandemi ini seperti hari ini, Islam bukan semata-mata hanya mementingkan masalah ekonomi saja, melainkan juga fokus dal mengurusi masalah keselamatan rakyatnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah saw. yaitu:
“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (h.r. Bukhari).
Pemimpin dalam sistem Islam akan dengan bijak dalam mengambil keputusan yang tepat dalam menyelesaikan masalah ini. Bukan hanya fokus salah satu langkah saja seperti vaksinasi yang akhirnya melalaikan segala aspek, tetapi pemimpin juga harus mengerahkan usaha yang sungguh-sungguh dalam menangani pandemi. Sebagaimana yang pernah terjadi pada masa khalifah Umar bin Khattab, ketika terjadi wabah Thaun yang kemudian negara pada saat itu menerapkan sistem penguncian wilayah (lockdown), yang dengan itu, rantai penularan akan terputus dan pandemi bisa diatasi serta sistem perekonomian pun tetap berjalan dengan stabil.
Jika kita masih berada disistem kapitalisme yang bobrok ini, tak heran jika penguasanya hanya memikirkan masalah materi saja sehingga sistem perekonomian menjadi kunci utama dibandingkan dengan penyelesaian pandemi secara tuntas. Maka dari itu, memang tak ada jalan lain kecuali kembali kepada sistem Islam yang sudah terbukti mampu memberikan solusi tuntas bagi berbagai masalah, termasuk pandemi dan ekonomi. Selain itu, sistem Islam juga memiliki aturan yang jelas dan tidak bertele-tele, sebab berasal dari Sang Pencipta.
Tasyati Nabilla
Views: 12
Comment here