Surat Pembaca

Metaverse Masuk Indonesia

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com–Indonesia disebut-sebut memiliki peluang besar dalam pengembangan metaverse dunia, hal ini lantaran Indonesia memiliki keunggulan nilai-nilai luhur bangsa dan kearifan lokal. Salah satu peluang untuk menampilkan peran dalam pengembangan metaverse dunia tersebut yakni dalam ajang Presidensi G20 Indonesia 2022. Untuk itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mendorong kolaborasi antarpihak dalam mewujudkan metaverse versi Indonesia (kalbar.harianhaluan.com, 16/01/22).

Melesatnya kepopuleran dunia Metaverse akhir-akhir ini bisa dipastikan akan menyedot perhatian penduduk seluruh dunia. Bagaimana tidak, Metaverse yang merupakan ide brilian abad ini digembar-gemborkan bisa menyatukan setiap orang di seantero dunia untuk saling berinteraksi, tanpa adanya sekat bangsa dan negara. Melalui sebuah ruang virtual yang mengantongi teknologi VR dan AR, setiap orang bisa menjelajahi dunia virtual layaknya kehidupan nyata. Nyaris semua aktivitas bisa dilakukan dalam dunia Metaverse.

Namun, eksisnya Metaverse tentu saja bukan tanpa risiko. Ada problem-problem yang bakal makin meruncing seiring dengan meroketnya popularitas dunia baru tersebut. Sebut saja terkait privasi data dan juga cyberbulliyng yang bakal meningkat. Selain itu, tak bisa kita nafikan bahwa sistem algoritma ‘sang tulang punggung’ dari kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang digunakan Metaverse dalam meniru aspek koginitif manusia, ternyata menyimpan bahaya yang tak sedikit. Keberadaan sistem tersebut bisa memanipulasi kita untuk memercayai bahkan mengikuti setiap rekomendasi mesin algoritma yang membabi buta terkait informasi, tayangan atau apa pun.

Pada faktanya, realisasi Metaverse merupakan manifestasi dari praktik kapitalisme digital. Inilah buntut dari perkembangan teknologi yang berada dalam genggaman asing. Sistem kapitalisme meniscayakan dunia Islam menjadi target market para kapitalis dalam menjajakan hasil teknologi mereka. Nyatanya, berbagai penelitian perguruan tinggi yang diselenggarakan negeri muslim hanya untuk memfasilitasi kepentingan industri yang dimiliki para kapitalis asing. Pun kemajuan teknologi hanya dijadikan kendaraan untuk mendulang cuan serta meninabobokan penggunanya untuk semakin terjerembab dalam kepuasan pribadi tanpa memikirkan kengerian yang ada di baliknya.

Pemanfaatan teknologi akan sangat berbeda jika sistem Khilafah yang menjadi pengendali penuh aspek tersebut. Ketika Khilafah berdiri, teknologi semisal artificial intelligence, big data, digitalisasi hingga cloud computing yang berimbas pada digitalisasi dan otomatisasi beberapa pekerjaan manusia, tentu akan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia, bukan sebagai sarana untuk memperoleh keuntungan semata.

Lathifah
Pontianak-Kalbar

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here