Opini

Kapitalisme Menyebabkan Perpecahan Umat Beragama

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Nurlela

wacana-edukasi.com– Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), yudian Wahyudi dalam acara bedah buku karya dosen Universitas Islam Negeri UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Khoirul Anam yang berjudul “Salam Pancasila : Sebagai Salam Kebangsaan Memahami Pemikiran Kepala BPIP RI”, menyatakan salam Pancasila bukanlah pengganti salam umat Islam ataupun umat agama lain, melainkan salam dalam hubungan kemanusiaan. Salam Pancasila adalah jalan tengah bagi masyarakat tanpa melihat latar belakang apapun dan diucapkan di ranah publik agar Indonesia tetap bersatu, tidak pecah, dan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Pernyataan yudian mengenai penggunaan salam Pancasila di ranah publik mendapatkan respon positif dari berbagai pihak, mulai dari Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta Prof Phil Al makin, penulis buku Khoirul Anam, dan dosen fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Yogyakarta, Munawar Ahmad (Newsdetik.com, 23/01/2022).

Salam Pancasila sendiri merupakan salam yang diadopsi dari ‘Salam Merdeka’ yang pernah digaungkan oleh proklamator Indonesia yang merupakan presiden pertama RI, Bung Karno pada tanggal 31 Agustus 1945. Salam Merdeka yang pernah dikeluarkan oleh sang ayah kembali digaungkan oleh sang putri Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri dengan nama ‘Salam Pancasila’.

Diawal kemunculannya, wacana penggunaan salam Pancasila menuai berbagai tanggapan dari masyarakat. Ada yang pro namun tidak sedikit yang kontra. Banyak tokoh masyarakat yang mengecam penggunaan salam tersebut karena berusaha mengganti ucapan “Assalamualaikum” dengan salam Pancasila. Bahkan sejumlah pihak menginginkan agar BPIP dibubarkan. Wakil sekretaris jenderal MUI, Tengku Zulkarnain membuat survei kepada netizen terkait pembubaran BPIP, dan hasilnya banyak yang menginginkan agar BPIP dibubarkan. Warganet pun ikut bereaksi mereka bahkan membuat sejumlah meme yang menunjukkan penolakan penggunaan salam Pancasila (viva.co.id , 22/02/2020).

Namun pertanyaannya benarkah Salam Pancasila mampu menciptakan kerukunan di tengah-tengah umat beragama? dan benarkah salam keagamaan menjadi pemicu perpecahan antar umat beragama?

Sebagai negeri yang mayoritas berpenduduk muslim sudah seharusnya kita menjadikan Rasulullah SAW sebagai teladan dalam hal apapun. Sistem pemerintahan Islam yang saat itu dipimpin oleh Rasulullah SAW mampu mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Kaum muslimin hidup berdampingan bersama dengan orang-orang non muslim, saling tolong menolong tanpa tekanan ataupun kebencian, meskipun mereka memiliki perbedaan suku dan juga ras. Hal ini dikarenakan Rasulullah SAW telah mengajarkan makna toleransi yang sesungguhnya “lakum diinukum waliyadin”, yakni di antara umat beragama harus saling memberikan ruang untuk beribadah menurut agama masing-masing, tidak saling mencela, apalagi memaksa pemeluk agama lain untuk masuk kedalam agama Islam.

Selain itu sistem Islam memandang semua rakyat baik muslim maupun non-muslim memiliki hak yang sama, orang-orang non muslim yang tunduk terhadap Islam akan dilindungi baik harta, kehormatan, maupun jiwanya. Islam akan memberikan sanksi yang tegas kepada siapapun yang mengganggu aktivitas ibadah orang-orang non muslim. Bahkan Rasulullah menegaskan larangan membunuh orang kafir dzimmi dalam sabdanya.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. ” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dimasa penerapan Islam, seluruh rakyat baik muslim maupun non muslim hidup dalam kesejahteraan karena negara Islam memenuhi semua kebutuhan rakyat, baik sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.

Bahkan kesejahteraan dan kerukunan antar umat beragama di masa pemerintahan Islam mampu terjaga selama kurang lebih 14 abad (1400 tahun), sejak masa awal pemerintahan Islam yang di pimpim oleh Rasulullah SAW hingga kepemimpinan Islam yang terakhir di tahun 1924.

Namun berbeda dengan kondisi rakyat saat ini dimana diterapkan sistem kapitalisme, rakyat hidup dalam kondisi ekonomi yang semakin sulit. Sistem kapitalisme dengan asasnya pemisahan agama dari kehidupan telah melahirkan ide kebebasan yakni kebebasan individu, kebebasan berakidah, kebebasan bertingkah laku, dan kebebasan kepemilikan.

Kebebasan kepemilikan yang digaungkan sistem ini telah menjadikan Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki negeri ini yang seharusnya dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat justru pengelolaannya diserahkan kepada asing dan swasta. Akibatnya terjadi kesenjangan sosial di tengah-tengah masyarakat, yang kaya makin kaya dan yang miskin semakin miskin. Kemiskinan yang terjadi di tengah tengah menjadi ancaman utama bagi terjaganya kerukunan antar umat beragama, karena dari kemiskinan rentan terjadinya tindak kriminal.

Sistem ini juga telah menciptakan islamophobia di tengah-tengah masyarakat, pemberian cap radikal, teroris, fundamentalis, garis keras, dan lain-lain kepada kelompok yang ingin memperjuangkan Islam telah memunculkan ketakutan di kalangan orang-orang Islam, bahkan di kalangan orang-orang non muslim terhadap penerapan syariat Islam.

Kapitalisme juga dengan ide moderasi agama nya telah mengkotak-kotakkan umat Islam dengan sebutan Islam tradisional, Islam radikal, Islam nusantara, sehingga menumbuhkan rasa saling curiga dan permusuhan diantara umat Islam sendiri.

Jelaslah perpecahan antar umat beragama tidak disebabkan karena salam keagamaan apalagi penerapan syariat Islam, karena sejatinya penerapan syariat Islam yang kafah dalam bingkai khilafah menjadi rahmat bagi seluruh alam. Allah berfirman :

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”.
(QS. Al Anbiya : 107)

Perpecahan antar umat beragama justru disebabkan karena diterapkannya sistem kapitalisme di negeri ini. Karenanya sudah saatnya negeri ini meninggalkan sistem kapitalisme dan menerapkan siatem Islam, karena mustahil mewujudkan kerukunan antar umat beragama dalam sistem kapitalisme.
Wallahualam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here