Surat Pembaca

Ironi Negeri Kaya Sawit

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com– “Seperti mati di lumbung padi”, ya begitulah kira-kira kondisi masyarakat kita saat ini. Berbagai komoditas kita beli dengan harga mahal, padahal kita negara agraris yang menghasilkan komoditas tadi. Contoh seperti halnya minyak goreng. Mungkin sudah keseharian kita ibu-ibu di dapur senantiasa menggunakannya. Namun sayang, harga minyak goreng kian melambung tinggi. Hal ini membuat masyarakat terutama ibu rumah tangga dan para pedagang kecil yang menggunakan minyak goreng, ataupun masyarakat secara umum terkena dampaknya.

Dampak secara luas adalah ikut naiknya harga bahan pokok lainnya yang membuat masyarakat kecil makin menjerit. Pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) baru untuk minyak goreng. Per 1 Februari 2022, harga minyak goreng mulai Rp 11.500 per liter (Kontan.co.id, 27/01/2022).

Lantas apakah dengan menetapkan satu harga masalah bisa selesai? Ternyata tidak. Padahal solusi itupun dalam Islam tidak ada, Islam melarang adanya penetapan/pembatasan harga. Sekarang harga minyak goreng diturunkan dan disubsidi bahkan akan ditetapkan satu harga. Hal ini menjadikan masyarakat berbondong bondong berburu minyak murah dan akibatnya minyak menjadi barang yang langka di pasaran dan jadi masalah baru, dan lagi-lagi ini bukanlah solusi.

Sungguh ironi, karena ini terjadi di negeri penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, bahkan kita jadi exportir. Tapi kenapa harga minyak mahal dan langka di pasaran? Kelangkaan minyak sepatutnya tidak terjadi di negeri yang kaya sawit ini. Seharusnya masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan minyak dengan harga terjangkau seperti halnya negara lain yang dengan kekayaan alam dan hasil buminya melimpah maka rakyatnya dapat hidup sejahtera dari hasil kekayaan alam dan hasil buminya itu. Contoh negeri Arab yang kaya minyak bumi, maka harga minyakpun terjangkau oleh masyarakatnya bahkan bisa mensejahterakan rakyat.

Masalah naiknya harga minyak saat ini sejatinya bukan karena kelangkaan barang, tapi karena para spekulan dan pihak-pihak yang menimbun, serta permainan para korporasi kita, juga lemahnya peranan negara dalam meriayah rakyatnya. Faktor utama bukan karena kelangkaan barang, melainkan lebih karena pola distribusi yang tidak diatur sedemikian rupa. Inilah buah aturan ketika kita tidak menjadikan Islam sebagai aturan hidup, sangat jauh dari keadilan. Bahkan aturan-aturan yang ada justru malah menguntungkan para pemilik modal saja. Kenaikan harga kelapa sawit tidak serta merta mensejahterakan para petani sawit kita, tapi justru semakin menguntungkan para pengusaha-pengusaha besar. Disinilah peran negara dibutuhkan. Semoga pemerintah kita bisa segera mengatasi masalah ini dan membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak dan bisa menguntungkan rakyat bukan segelintir orang saja, sehingga rakyat bisa hidup dengan sejahtera.

Ummu Hanun

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 21

Comment here