wacana-edukasi.com– Kementerian Perdagangan telah menetapkan batasan harga bahan baku minyak goreng agar terjangkau oleh produsen. Kebijakan ini juga didukung oleh kewajiban eksportir bahan baku minyak goreng untuk memasok bahan baku ke dalam negeri. Kebijakan ini sebagai tanggapan atas harga minyak goreng yang relatif tinggi. Dia juga mematok harga minyak goreng Rp 14.000 di toko ritel modern pekan lalu.
Namun setelah mengevaluasi kebijakan tersebut, Mendag Lutfi kembali mengeluarkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) 20% bagi eksportir bahan baku minyak goreng. Selain itu, obligasi harga domestik (DPO) terhadap harga bahan baku minyak goreng dalam negeri.
Dalam kebijakan pekan lalu, melalui Permendag No 01/2022 dan Permendag No 03/2022, pemerintah membayar subsidi Rp 7,6 triliun dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk menstabilkan harga. Dalam skema tersebut, selisih harga akan dibayarkan kepada produsen minyak goreng sebagai pengganti selisih harga keekonomian.
“Melalui Permendag 01 dan 03 itu di mana terjadi penggunaan anggaran BPDPKS ini tetap berlaku, tapi untuk periode 4-18 Januari 2022 dan 19-31 Januari 2022”, ujar Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan. “Tapi mulai 1 Februari 2022 karena harga CPO (Crude Palm Oil) sudah ditetapkan dan bahan bakunya sudah diturunkan (harganya) melalui DPO, maka dalam hal ini pembayaran selisih harga dari harga keekonomian ke harga HET tidak lagi diperlukan. Jadi, BPDPKS tak perlu lagi siapkan anggarannya”, lanjutnya dalam keterangan pers. (liputan6.com, 27/01/2022).
Seperti diketahui, dana BPDPKS sebesar Rp 7,6 triliun digunakan untuk enam bulan upaya stabilisasi harga minyak goreng di pasar melalui skema tersebut di atas. Sedangkan terkait klaim produsen minyak goreng untuk membayar selisih pendanaan ekonomi, Oke mengatakan masih bisa dilakukan setelah 31 Januari 2022. Namun, ini hanya akan digunakan untuk mendistribusikan minyak goreng hingga 31 Januari 2022.
Namun, dengan kebijakan baru ini, berarti pemerintah melihatnya memenuhi tanggung jawabnya dengan menetapkan HET dan “mengharuskan” produsen minyak sawit untuk menjual 20% minyak sawit mereka untuk produksi minyak dalam negeri.
Dalam ekonomi Islam pembatasan/pematokan harga oleh pemerintah tidak diperbolehkan, harga dikembalikan pada pasar agar sesuai dengan kemampuan masyarakat, jika ada harga jual yang melebihi batas yang telah ditentukan maka pemerintah akan langsung mengkajinya. Hanya dalam sistem Islam semua kebutuhan dasar setiap orang dalam masyarakat harus dijamin terpenuhi secara individu, dan harus dijamin bahwa setiap orang mampu memenuhi kebutuhan sekunder semaksimal mungkin. Lain halnya jika dijalankan oleh perusahaan yang menginginkan keuntungan sebesar-besarnya, serta mahal dan tidak terjangkau.
Demokrasi tidak bisa memberikan solusi nyata. Sistem kerajaan/kekaisaran tidak mungkin diterapkan, terutama komunisme. Oleh karena itu, solusi yang paling rasional dan masuk akal di dunia saat ini adalah sistem Islam. Secara historis, sistem Islam melahirkan peradaban luar biasa yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam setiap aspek kehidupan. Saatnya menerapkan sistem Islam
Wallahu a’lam bisshowwab
Uus – Brebes
Views: 13
Comment here