Surat Pembaca

Radikalisme dan Perpecahan

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com– Isu radikalisme, tidak pernah habis jadi pembahasan serius di negeri ini. Menurut Polri Brigjen Umar Effendi selaku Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri akan melakukan pemetaan terhadap masjid-masjid yang menjadi mencegah penyebaran paham terorisme (Harianaceh, 26/1/22).

Di tengah panasnya isu pemindahan Ibu Kota Negara (IKN), isu radikalisme dan terorisme pun menjadi isu yang serius dibahas di berbagai forum diskusi para pejabat negeri ini. Namun yang menjadi pertanyaanya isu ini sering di kaitkan dengan keyakinan ajaran agama tertentu (Islam dan Umat Islam) misalnya mesjid dan pondok pesantren ajaran Islam tentang syariah kâffah, jihad dan khilafah, menjadi sasaran framing aparat kepolisian akan timbulnya paham radikalisme. Tokoh Islam HRS, Gus Nur, dll yang menjadi korban kriminalisasi menjadi bukti bagaimana isu radikalisme hanya menyasar Islam dan Umat Islam. Disaat bersamaan isu radikalisme dan terorisme tidak disematkan bagi Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang sudah melakukan tindakan kekerasan, pembunuhan bagi aparat-aparat TNI negara yang menjaga perbatasan di Papua.

Radikalisme berasal dari bahasa Latin radix yang berarti “akar”. Dewasa ini kata radikal disematkan pada orang-orang yang berusaha menjalankan syari’at Islam secara keseluruhan. Sebenarnya sejak dahulu label radikal sengaja disematkan kepada orang-orang tertentu yang menghalangi kepentingan penguasa. Pahlawan kita, Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, dll diberi gelar radikal oleh Belanda sebab mereka dengan tegas melawan kebijakan kolonial Belanda.

Jadi radikalisme itu label untuk orang yang teguh dengan pendirian ajaran agamanya, lawanya adalah “moderat” yang berarti sikap menghindarkan perilaku ekstrem atau jalan tengah menerimah paham luar dari ajaran agamanya. Dalam Dokumen RAND Corporation 2006 bertajuk, “Building Moderate Muslim Networks” disebutkan bahwa kemenangan AS yang tertinggi hanya bisa dicapai ketika ideologi Islam terus dicitraburukkan di mata mayoritas penduduk di tempat tinggal mereka. Salah satunya dengan labelisasi “radikal”, “fundamentalis”, “ekstremis”, dll.

Menurut Jusuf Kalla Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), bahwa tidak pernah ada kegiatan yang dilakukan di mesjid untuk mengacaukan negara dengan paham radikalisme. Selain itu juga tidak pernah ada baiat dari kelompok ekstrem yang dilakukan di mesjid. Mengenai isi ceramah di masjid semata-mata bukan mengkritik pemerintah,
melainkan amar makruf nahi mungkar, bukan dalam rangka meruntuhkan negara.

Pernyatan JK di atas bentuk penegasan kepada siapapun yang sering mengaitkan Islam dengan radikalisme dan terorisme.
Jadi framing radikalisme kepada Islam dan umat di negeri ini tidak relevan dengan kenyataan yang terjadi. Isu ini hanya sebagai bentuk stigmatisasi lahirnya Islamophobia di negara ini. Phobia/ ketakutan yang diaruskan kepada muslim untuk takut dengan ajaran agamanya sendiri.

Jadi jika pemerintah ingin benar-benar membasmi paham radikalisme danterorisme harusnya bertindak adil kepada kelompok yang jelas menjadi teroris sebenarnya bukan sibuk memframingkan Islam dengan label yang tidak baik. Sikap pemerintah yang tidak adil terhadap kelompok-kelompok Islam akan menimbulkan perpecahan sikap saling curiga antar masyarakat.

Untuk umat Islam jangan kendor melakukan
amar makruf nahi mungkar, bagi siapapun itu apalagi mereka yang punya kapasitas mengurus hajat hidup orang banyak (pemerintah), amar makruf nahi mungkar ini sendiri hanya sebatas bahan muhasabah bagi pemerintah dalam menjalankan tugasnya.

Allah Swt. berfirman : “Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya”
(QS At-Taubah [9] :32)

Hasni Surahman

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 14

Comment here