Oleh. Astri D. A
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota tubuh merintih kesakitan maka sekujur tubuh akan merasakan panas dan demam”. (HR. Muslim).
http://Wacana-edukasi.com Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi memilih diam dengan seruan genosida Muslim oleh para pemimpin nasionalis Hindu. Sikap diamnya dikhawatirkan akan ditafsirkan sebagai dukungan diam-diam atas seruan berbahaya tersebut. Mahkamah Agung turun tangan setelah menerima petisi untuk menindak para pemimpin nasional Hindu yang membuat seruan genosida terhadap Muslim India.
Seruan genosida umat muslim terjadi pada satu konferensi naionalis Hindu di kota Haridwar di India bulan Desember lalu. Dimana ekstrimis Hindu menggunakan pakaian khas keagamaan menyerukan untuk membunuh muslim dan ‘melindungi’ negaranya.
“Jika 100 dari kita menjadi tentara dan siap untuk membunuh 2 juta muslim, maka kita akan menang .. melindungi India dan menjadikan negara Hindu,” kata Anggota Senior Sayap Kanan Hindu. Partai Politik Mahasabha dalam sebuah video, dikutip dari CNN Internasional, Sabtu (15/1/2022).
Sebagian dari acara pertemuan selama tiga hari itu disiarkan langsung di media sosial. Kegiatan tersebut telah memicu kemarahan di media sosial dengan pengguna yang menggunakan tagar #HaridwarGenocidalMeet dan #HaridwarHateAssembl.
Sentimen anti-Muslim telah meningkat di India yang mayoritas Hindu di bawah Perdana Menteri Modi, seorang nasionalis Hindu. Tetapi, kata para pakar, seruan kekerasan baru-baru ini mengejutkan ekstremitas mereka, melampaui pidato kebencian karena menyerukan pembersihan etnis.
Meski beberapa pemimpin Hindu telah ditangkap. Seperti Yati Narsinghanand Giri kepala biara Hindu telah didakwa dengan ancaman lima tahun penjara. Ia adalah orang kedua yang ditangkap dalam kasus tersebut setelah Mahkamah Agung India turun tangan.
Namun pemerintah maupun Perdana Menteri Modi belum berkomentar. Diamnya Modi, kata para kritikus dapat ditafsirkan oleh kubu nasionalis Hindu sebagai dukungan diam-diam.
Diamnya Modi ini sebagai bukti bahwa Negara tidak mampu memberikan keamanan terhadap warga negaranya. Padahal Tujuan adanya negara adalah memberikan keamanan dan kesejahteraan untuk seluruh warga negara tanpa memandang agama. Apalagi menjaga hak-hak minoritas telah dijamin dalam konstitusi India. Namun, terjadi kesenjangan antara apa yang tertulis dengan kenyataan di masyarakat. Sentimen anti Islam yang menjadi minoritas pada masyarakat India semakin meningkat. Apalagi sanksi yang diberikan kepada pelaku pun juga tidak memiliki efek jera. Seolah-olah sanksi itu hanya sebagai peredam kegaduhan saja .
Negara-negara yang selama ini menjunjung demokrasi pun diam bila terjadi sentimen anti Islam. Apalagi sentimen ini bisa memicu kekerasan terhadap kaum muslimin. Mereka tidak bereaksi bahkan kecaman sekalipun tidak keluar dari mulut mereka. Padahal seruan genosida muslim ini bila dibiarkan oleh Negara akan membahayakan nyawa manusia. Termasuk pelanggaran HAM. Terlebih akan mencederai demokrasi itu sendiri. Tidak akan ada yang namanya kebebasan beragama. Kaum muslimin akan senantiasa merasa khawatir bila ingin menjalankan agamanya. Nyatanya, jaminan kebebasan beragama itu hanyalah untuk minoritas nonmuslim bukan untuk muslim. Inilah hipokrit demokrasi.
Seruan Genosida muslim India ini bukanlah yang pertama terjadi kepada kaum muslimin. Sebelumnya tuduhan telah terjadi genosida terjadi terhadap orang-orang Uighur di Xinjiang lewat kebijakan sterilisasi paksa yang dilakukan pemerintah China. Etnis muslim Rohingnya di Myanmar juga mengalami serangkaian aksi kekerasan. Pemerkosaan, dan pembunuhan sehingga harus melarikan diri dan hidup dalam ketidakpastian sebagai warga negara yang harus dilindungi.
Inilah Fakta kaum muslimin sekarang tanpa ada yang melindungi. Tidak ada penguasa negeri muslim yang mengecam tindakan sentimen anti islam tersebut. Padahal seorang muslim di seluruh dunia itu bersaudara Allah berfirman :”Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara…” (TQS. Al Hujurat 10).
Bentuk persaudaraan dalam Islam itu seperti apa yang disabdakan Nabi, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota tubuh merintih kesakitan maka sekujur tubuh akan merasakan panas dan demam”. (HR. Muslim).
Hadis tersebut mengajarkan kepada kita, bahwa urusan muslim India ini adalah urusan kaum muslimin sedunia. Seruan genosida muslim India ini sejatinya menjadi ancaman bagi kaum muslimin seluruh dunia. Kaum muslimin seharusnya secara otomatis merasakan penderitaaan dan kesulitan yang dirasakan saudaranya yang lain. Akan saling melindungi satu sama lain. Seraya ia berupaya agar penderitaan dan kesulitannya itu hilang sama sekali.
Perlindungan terhadap kaum muslimin itu akan terjadi bila kaum muslimin memiliki kesadaran untuk bersatu dalam satu kepemimpinan. Yang akan menjadi perisai bagi kaum muslimin seluruh dunia yaitu dengan tegaknya khilafah Islam. “Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Menjadi Junnah (perisai) bagi umat Islam, khususnya, dan rakyat pada umumnya, meniscayakan Imâm harus kuat, berani dan terdepan. Bukan orang yang lemah. Kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya, tetapi juga pada institusi negaranya. Kekuatan ini dibangun karena pondasi pribadi dan negaranya sama, yaitu akidah Islam.
Posisi imam sebagai perisai tampak jelas ketika ada wanita Muslimah yang dinodai kehormatannya oleh orang Yahudi Bani Qainuqa’ di Madinah, Nabi SAW melindunginya, menyatakan perang kepada mereka, dan mereka pun diusir dari Madinah. Selama 10 tahun, tak kurang 79 kali peperangan dilakukan Nabi SAW, demi menjadi junnah [perisai] bagi Islam dan kaum Muslim.
Ini tidak hanya dilakukan oleh Nabi, tetapi juga para khalifah setelahnya. Harun ar-Rasyid, di era Khilafah ‘Abbasiyyah, telah menyumbat mulut liar Nakfur, Raja Romawi, dan memaksanya berlutut kepada Khalifah. Al-Mu’tashim di era Khilafah ‘Abbasiyyah, memenuhi jeritan wanita Muslimah yang kehormatannya dinodai oleh tentara Romawi, melumat Amuriah, yang mengakibatkan 9000 tentara Romawi terbunuh, dan 9000 lainnya menjadi tawanan. Pun demikian dengan Sultan ‘Abdul Hamid di era Khilafah ‘Utsmaniyyah, semuanya melakukan hal yang sama. Karena mereka adalah junnah [perisai].
Namun, apalah daya pelindung itu nyatanya belum ada hingga sekarang. Maka dari itu dakwah untuk memahamkan akan kesatuan kaum muslimin dalam satu naungan kepemimpinan adalah hal yang sangat urgen untuk terus diupayakan. Wallahu A’lam.
Views: 6
Comment here