Oleh Ernawati (Aktivis Dakwah Jogja)
Makin akutnya kejahatan narkoba dan penggunanya disebabkan penanganan yang salah dan penegakan hukum yang lemah, serta sanksi yang tidak memberikan efek jera.
http://Wacana-edukasi.com — Ternyata di era demokrasi masih ada pekerja paksa yang mirip dengan perbudakan. Padahal, sistem perbudakan telah lama dihapuskan karena dianggap oleh para penguasa dalam demokrasi melanggar hak asasi manusia (HAM). Namun, baru-baru ini temuan fakta di lapangan tentang adanya kerangkeng manusia milik Bupati Langkat (Sumatra Utara) nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin sontak mencengangkan publik. Komisioner Komnas HAM Chairul Anam menyampaikan temuan adanya tindak kekerasan berujung kematian terhadap penghuni kerangkeng manusia. Kerangkeng manusia ditemukan saat operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK.
Kerangkeng manusia telah ada sejak 2012. Jumlah orang yang tinggal di kerangkeng manusia itu sebanyak 48 orang. Namun, saat pengecekan, hanya ditemukan 30 orang saja. Disebutkan bahwa kerangkeng manusia tersebut merupakan tempat rehabilitasi narkoba yang dibuat sang kepala daerah secara pribadi.
Namun, Kepala Biro Humas dan Protokol Brigjen Sulityo Pudjo Hartono mengatakan tempat rehabilitasi itu harus ada syarat formil dan materiil. Syarat formil yang harus dipenuhi seperti izin lokasi, izin mendirikan bangunan, dan izin operasional yang dikeluarkan oleh dinas. Sementara, syarat materiil yaitu harus ada lokasi, ada program rehabilitasi tergantung jenis narkoba yang digunakan. Kemudian adanya sejumlah dokter jiwa, psikiater, dokter umum, pelayanan dan kelayakan ruangan. (news.detik.com, 25/1/2022).
Sementara yang ditemukan bukan tempat rehabilitasi narkoba melainkan kerangkeng manusia yang akhirnya dipekerjakan menjadi pekerja kebun sawit. Apalagi ada fakta yang menunjukkan lebih dari satu orang yang dikerangkeng menemui ajal tanpa diketahui penyebabnya. Begitu miris sekali, salah satu oknum pejabat negara bahkan pemimpin suatu wilayah melakukan hal yang demikian. Bukan menjadi pengurus rakyat dan tidak pula melindungi pekerja, terkesan dipaksa seperti perbudakan.
BNN bersama LIPI pernah menyebutkan hasil survei penyalahgunaan narkoba 2019 yang menunjukkan bahwa angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia mencapai 1,80% atau sekitar 3.419.188 jiwa. Dapat dikatakan, terdapat 180 dari setiap 10.000 penduduk Indonesia berumur 15 sampai 64 tahun yang terpapar memakai narkoba. (republika.co.id, 28/6/2021).
Makin akutnya kejahatan narkoba dan penggunanya disebabkan penanganan yang salah dan penegakan hukum yang lemah, serta sanksi yang tidak memberikan efek jera. Negeri yang menerapkan kapitalisme tidak mungkin melewatkan apa pun yang berbau uang. Bisnis narkoba begitu menggiurkan serta menjanjikan limpahan materi. Keberadaan narkoba pun seolah dipertahankan dan “sayang” untuk dihilangkan.
Maka wajar jika penyebarannya terus merajalela dan sulit diberantas. Ditambah lagi, tidak ada ketakutan pada sanksi berat yang diberikan pada pelakunya. Jadilah kita temukan kasus narkoba terus menjamur.
Lalu, bagaimana negara memenuhi sarana pemulihan narkoba? Apakah ada upaya negara menyokong sarana rehabilitasi bagi penggunanya? Menurut laporan dari kelompok ahli BNN pada 2020, sejumlah panti rehabilitasi swasta memasang harga 30 sampai 150 juta rupiah dalam sebulan. Sedangkan tarif di panti rehabilitasi negara berkisar di angka 3 sampai 4 juta rupiah per bulan. (kabar24.bisnis.com, 21/1/2022).
Oleh karena itu, jika ada masyarakat yang menitipkan anggota keluarganya di tempat kerangkeng manusia milik Bupati Langkat disebabkan tidak mampu membayar biaya di panti rehabilitasi negara. Bukankah seharusnya negara memfasilitasi secara gratis? Mengingat, penggawa negara telah berkomitmen memberantas narkoba ke akarnya. Gagalnya negara menyokong sarana rehabilitasi semakin memperpanjang masalah akut narkoba di negeri ini.
Dalam Islam negara menjamin nafkah bagi penduduk yang telah pensiun atau penduduk yang tidak mampu bekerja. Mengenai upah pekerja juga tidak didasarkan semau pemberi kerja melainkan berdasarkan pada manfaat yang diberikan pekerja kepada pemberi kerja, baik manfaat itu lebih besar dari pada kebutuhan hidup maupun lebih rendah dari pada kebutuhan hidup pekerja tersebut, sesuai kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja. Tidak akan ditemukan bentuk penindasan ataupun kezaliman yang dilakukan oleh para pemberi kerja karena negara akan memberi sanksi tegas bagi pemberi kerja yang lalai atas tanggung jawabnya mempekerjakan masyarakat.
Kemudian negara pun memberikan jaminan pendidikan yang gratis kepada rakyatnya sampai level perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas sehingga memudahkan mereka mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Selain itu, para pekerja dan keluarga mereka juga diberikan jaminan kesehatan.
Dalam Islam, negara wajib membantu rakyat mendapatkan pekerjaan yang layak hingga tidak terpaksa memilih jalan narkoba. Tidak akan ada pekerja yang dipaksa mirip perbudakan, dimanfaatkan tenaganya, lalu disiksa dan tidak dipenuhi kebutuhannya. Seperti yang dicontohkan Nabi SAW. Beliau pernah memberikan uang dua dirham untuk dibelikan kapak kepada seorang yang meminta pekerjaan kepada beliau. Selanjutnya, Rasulullah SAW. memerintahkan kepada seseorang tadi untuk mencari kayu dengan kapak tersebut. Inilah bentuk tanggung jawab kepala negara terhadap rakyatnya.
Sebagaimana sabda Nabi SAW., “Imam adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Muslim).
Views: 7
Comment here