Oleh Aruna ( penulis dan aktivis muslimah )
Alerta!! Alerta!! Alerta!!
Beberapa pemuda dari Desa Wadas meneriakkan kalimat tersebut sebagai tanda untuk waspada karna aparat mulai berdatangan dan mengepung penjuru bumi Wadas.
Wacana-edukasi.com — Beberapa hari ini berita tentang Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah viral, hal ini bermula dari penolakan warga setempat atas tambang andesit di desa Wadas yang rencananya akan dijadikan bahan baku pembuatan bendungan bener sebagai bagian dari proyek strategis Nasional.
Selain itu ratusan aparat diturunkan dengan alasan untuk mengamankan pengukuran lahan. Beberapa aparat berkeliling desa Wadas dan mencopoti banner penolakan warga atas tambang andesit yang akan berdampak sangat besar bagi lingkungan desa Wadas.
Tak hanya itu, di desa Wadas juga terjadi intimidasi penangkapan terhadap beberapa warga dengan alasan diduga membawa senjata tajam, padahal senjata tajam yang dimaksud adalah peralatan pertanian yang disimpan warga di rumahnya. Sejatinya warga Wadas hanya ingin melindungi tanah dan alam tempat mereka mencari nafkah sebagai petani.
Banyak yang tidak tahu kalau Wadas dijuluki sebagai tanah surga. Hal itu karena tanah Wadas memang sangat subur. Hampir semua tanaman bisa tumbuh di sana. Warga banyak yang menanam pohon aren, mahoni, jati, durian, sengon, kemukus, kelapa, karet, akasia, Keling, kopi, cabai, pisang, petai dan juga rempah-rempah. Bahkan potensi hasil kebun di desa Wadas bisa mencapai 8 milyar pertahun.
Warga Wadas selama ini sudah hidup damai dan berkecukupan dari hasil bumi yang melimpah. Dari dulu warga memiliki prinsip untuk menjaga kelestarian lingkungan demi generasi mendatang, penerus perjuangan Wadas. Mereka melakukan pengelolaan lingkungan yang baik, dengan melakukan keragaman tanaman untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Sampai akhirnya kedamaian desa Wadas itu pun terusik dengan adanya proyek penambangan batuan andesit di sana. Bagaimana tidak, demi untuk mempertahankan tanah mereka yang akan dijadikan tambang, mereka harus berhadapan dengan aparat. Tidak jarang para aparat itu bertindak kasar kepada warga. Bahkan belakangan telah beredar video dan foto-foto dugaan kekerasan yang dilakukan aparat terhadap warga Desa Wadas.
Sebagai bentuk kepedulian dan perjuangan warga terhadap tanah tempat tinggal mereka, dibentuklah sebuah gerakan yang dinamakan Gempadewa. Gempadewa adalah singkatan dari Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas. Gerakan ini didukung banyak pihak, salah satunya LSM lingkungan Greenpeace Indonesia.
Demikian juga di media sosial dukungan masyarakat terhadap Desa Wadas terus mengalir dengan hastag #savewadas yang menjadi tranding topik. Tentu saja perjuangan Gempadewa ini akan menjadi perjuangan yang cukup panjang karena melawan oligarki.
Alasan Pemerintah Ngotot Melanjutkan Pembangunan Bendungan
Inilah pokok permasalahan berbagai kasus pencaplokan lahan warga oleh penguasa. Ada baiknya kita melihat jejak munculnya konflik ini berdasarkan regulasi yang pemerintah rumuskan. Pada 15/6/2017 lalu, Presiden mengeluarkan Perpres 58/2017 tentang perubahan atas Perpres 3/2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional. Perpres yang mengandung 245 proyek tersebut utamanya mengatur mengenai aspek pembiayaan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dapat dilakukan dengan pembiayaan nonpemerintah.
Terdapat tiga bendungan yang masuk dalam proyek strategis nasional, Bendungan Bener adalah satu dari serangkaian proyek raksasa itu.
Berdasarkan data dari Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) proyek fantastis Bendungan Bener ini bernilai investasi sekitar 2.060 triliun dari dana APBN-APBD dengan melibatkan BUMN, yakni PT Waskita Karya (persero) Tbk., PT PP (persero) Tbk., dan PT Brantas Abipraya (persero).
Jelas, kepentingan pemilik modal dengan dukungan pengambil kebijakan menunjukkan proyek ini sarat kepentingan oligarki. Lingkar kekuasaan yang menghubungkan pengusaha dan penguasa adalah jawaban atas kasus serupa.
Pandangan Islam tentang Tambang
Penguasa di dalam sistem Islam diperintahkan untuk mengayomi dan mengedepankan kemaslahatan rakyatnya, bukan korporat. Terkait dengan kasus Desa Wadas ini pun juga demikian. Islam mempunyai cara pandang yang khas dalam hal pengelolaan SDA yaitu, sumber daya alam yang jumlah/depositnya banyak merupakan milik umum atau milik rakyat dan wajib dikelola negara.
Rasulullah SAW., menjelaskan sifat kebutuhan umum tersebut, “Manusia berserikat dalam 3 hal yaitu air, padang rumput, api” (HR. Abu Dawud).
Adapun salah satu cara pemanfaatannya, adalah secara langsung oleh masyarakat umum seperti pemanfaatan air, Padang rumput, api, jalan umum, laut, samudra, sungai besar, maka siapa saja dapat mengambil manfaat dari dzat tersebut. Dalam konteks ini negara tetap mengawasi pemanfaatan milik umum ini, agar tidak menimbulkan kemudaratan bagi masyarakat.
Maka Wadas yang memberikan penghidupan bertahun-tahun kepada warga dengan hasil kebunnya. Dalam Islam fungsi ini tak akan di usik. Begitu pula dalam upaya pembangunan, Islam memiliki cara pandang khas, pembangunan dilakukan bukan untuk memenuhi kebutuhan segelintir pihak namun kemaslahatan rakyat.
Peneliti Schnitter (1994) mengatakan pada era kekuasaan khilafah Abbasiyah, peradaban Islam telah membangun sejumlah bendungan di Baghdad Irak. Kebanyakan bendungan itu terletak didekat sungai tigris untuk mengatasi banjir.
Menurut ketentuan syara, jika bahan tambang dalam jumlah banyak atau depositnya banyak, ia terkategori milik umum, milik kaum muslim, dan negara lah yang harus mengelolanya dan tidak boleh menyerahkannya kepada individu. Sebaliknya, jika jumlahnya sedikit, boleh dimiliki dan dikelola oleh individu.
Di dalam Islam, jika merupakan tambang yang strategis, negara yang harus mengelolanya. Terlebih jika tambang ini memang sangat dibutuhkan negara untuk proyek strategis, maka negara akan mengelola dengan sebaik-baiknya sehingga tidak akan merusak lingkungan, juga tidak akan memaksakan kehendak kepada rakyat, apalagi mengancam atau merampasnya dari yang berhak. Karena Allah telah melarangnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.,
“Barang siapa mengambil sejengkal tanah bumi yang bukan haknya, niscaya ditenggelamkan ia pada hari kiamat sampai ke dalam tujuh lapis bumi.” (HR Bukhari)
“Seseorang yang mengambil tanah dengan cara zalim, kelak Allah akan memaksanya menggali tanah tujuh lapis tanah, kemudian mengalungkan kepadanya sampai selesai pengadilan di antara manusia.” (HR Ahmad, Thabrani, dan disahihkan oleh Ibnu Hibban)
Jika seandainya pun harus melakukan pembangunan dan materialnya harus ditambang terlebih dahulu maka kerugian dan kerusakan akibat aktivitas tersebut akan dipastikan sangat minimalis, sehingga alam maupun warga tetap terjaga dan tak kehilangan mata pencariannya.
Begitulah Islam menyelesaikan masalah Wadas. Tentu hanya negara Islam lah yang bisa melakukan demikian. Karena memang hanya negara yang berdasarkan Islam saja yang bisa memberikan keadilan kepada rakyat.
Wallahu’alam Bishowab
Views: 9
Comment here