Opini

Benarkah Ustaz Radikal Mengancam Negeri Ini?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Hasni Surahman

Arti radikal itu sendiri bisa bermakna baik dan juga buruk tergantung dari persepsi dan kacamata masing-masing orang.

Wacana-edukasi.com — Lini media sosial dihebohkan dengan beredarnya nama-nama ustaz dan ustazah yang dimasukkan ke dalam kelompok radikal. Termasuk ustaz kondang Indonesia Ustaz Abdul Somad (UAS), hingga Ustaz Felix Siauw.

Pengelompokkan tersebut senada dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengingatkan TNI dan Polri agar tidak mengundang penceramah radikal (Suara.com, 6/3/2022).

Permasalahan radikal bagai episode film yang bersambung dengan pemeran atau aktor/aktris sama. Itulah analogi yang pantas untuk isu radikal di negeri ini.

Arti radikal itu sendiri bisa bermakna baik dan juga buruk tergantung dari persepsi dan kacamata masing-masing orang. Jika kita bawa arti radikal dalam pandangan orang beriman bermakna baik. Sebab menunjukkan karakteristik kokohnya keimanan seorang muslim bagai akar yang menancap kuat di dalam tanah.

Namun arti radikal versi rezim saat ini bermakna buruk (orang-orang, yang berafialiasi dengan organisasi terlarang, yang ingin merubah haluan ideologi negara ini). Mirisnya, radikal versi rezim ini condong kepada umat Islam dan syariatnya.

Jika BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) begitu seriusnya merespon isu radikal ini, pertanyannya apakah benar orang yang dicap radikal mereka biang dari permasalahan negeri ini?

Korupsi, kelangkaan minyak goreng yang masih ditimbun para pemilik modal, IKN yang masih ditentang masyarakat, wacana tiga periode rezim ini yang masih jadi polemik dan sederet permasalahan lainya.

Jawabnya tidak, justru dalangya adalah mereka yang berteriak saya NKRI, saya Pancasilais. Coba tengok deretan daftar politisi PDIP yang korupsi (Juliari Batubara, korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19, Harun Masiku dll).

Jika kita telusuri ustaz dan ustazah yang terlanjur diberi tanda merah rezim saat ini, ternyata mereka yang aktif mengoreksi roda kepemimpinan Jokowi saat ini. Dan isi kajian mereka yang menyerukan pemberlakuan syariah kafah, jihad dan khilafah.

Phobia terhadap syariat Islam nampaknya sudah begitu mengakar pada rezim saat ini dan seluruh pejabatnya. Juga cinta dunia (kekuasan, kekayaan) menjadi faktor pelabelan dan tanda merah terhadap ustaz-ustazah di atas. Tak heran jika ustaz/ulama yang sepaham dengan rezim saat ini sangat di agung-agungkan dan diberi panggung (membeli fatwa ulama yang menggolkan kebijakan), sedangkan ulama yang tidak sepaham dipersekusi sedemikian rupa.

Sayyidina Anas ra. meriwayatkan
“Ulama adalah kepercayaan Rasul selama mereka tidak bergaul dengan penguasa dan tidak asyik dengan dunia. Jika mereka bergaul dengan penguasa dan asyik terhadap dunia, maka mereka telah mengkhianati para Rasul, karena itu jauhilah mereka.” (HR al Hakim)

Rasulullah SAW., telah memberikan warning bagi umatnya untuk menjauhi ulama su’ dan ciri-cirinya.

Pertama, menjual ilmu kepada penguasa. Kebinasaan bagi umatku (datang) dari ulama su’, mereka menjadikan ilmu sebagai barang dagangan yang mereka jual kepada para penguasa, masa mereka untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Allah tidak akan memberikan keuntungan dalam perniagaan mereka itu. (HR al Hakim)

Kedua, menukar kebodohan sebagai ilmu Ibnu Rajab al Hambali mengatakan bahwa Asy Sya’bi berkata, “Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ilmu menjadi suatu bentuk kejahilan dan kejahilan itu sebagai bentuk ilmu.

Ketiga, memburu harta dan tahta. Mereka adalah ulama agama untuk membedakan antara mereka dan ulama dunia, mereka adalah ulama jahat yang dengan ilmunya bertujuan untuk kesenangan dunia, mendapatkan pangkat dan kedudukan pada penduduk (Lihat Sayyid Bakri bin Muhammad Syatha Ad Dimyathi, Kifayatul Atqiya wa Minhajul Asyfiya, hal. 70 dan Sayyid Muhammad Al Husaini Az Zabidi, Ithafus Sadatil Muttaqien bi Syarhi Ihya’i Ulumudin, hal 348).

Keempat, sombong dengan banyaknya pengikut. Ia menjadikan ilmunya sebagai jalan untuk memperkaya diri, menyombongkan diri dengan kedudukan, dan membanggakan diri dengan banyaknya pengikut. Ia masuk terperosok ke banyak lubang tipu daya karena karena ilmunya itu dengan harapan hajat duniawinya terpenuhi. (lihat Imam Al Ghazaly, Bidayatul Hidayah, hal. 7-8).

Rezim saat ini dengan segala kebijakan yang menggigit mengingatkan kita akan hadirnya fase akhir zaman. Sehingga sebagai seorang muslim sudah sepatutnya memperkokoh aqidah. Kita berpegang teguh pada Qur’an, Sunnah dan ulama yang lurus. Masif menyuarakan kebenaran Islam dan syariatnya hingga umat sadar dan ridho mengangkat pemimpin yang bernapaskan syariah Islam.

Wallahu a’lam bishshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here