Opini

Atas Nama Toleransi, Syiar Islam Dikerdilkan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nur Indah

wacana-edukasi.com–Menteri Agama menuai banyak kritikan dari berbagai pihak terkait dengan pernyataannya yang menganalogikan azan dengan gonggongan anjing. Politikus PDIP Kapitra Ampera menanggapi hal tersebut. Beliau mengatakan “Kalau dengan binatang, suara azan itu dianalogikan dengan binatang, ini kebangetan, enggak cerdas. Sebagai Menteri Agama, ini (Yaqut) membuka konfrontasi dengan umat Islam,”(jpnn.com, 24/02/2022). Bagaimana mungkin azan yang didalamnya terdapat asma Allah, di umpamakan dengan suara binatang. Na’uzubillah. Kapitra juga mengamati bahwa statement-statement yang dikeluarkan oleh Menag selalu mengundang polemik dan kontroversional.

Terkait hal itu, sebelumnya, menag mengeluarkan surat edaran untuk mengatur waktu dan volume pengeras suara masjid. Surat edaran tersebut mengatur waktu pengunaan pengeras suara dan volume pengeras suara, maksimal 100 dB. Tidak hanya pada waktu shalat fardhu saja, surat edaran tersebut juga menjelaskan pedoman menggunakan pengeras suara pada bulan suci Ramadhan.

Kita memahami bersama bahwa azan merupakan salah satu syiar Islam. Azan dapat diartikan sebagai pengumuman, dalam hal ini adalah seruan kepada umat muslim. Oleh karena itu, azan harus dikumandangkan dengan keras agar dapat didengar oleh umat muslim sebagai penanda waktu shalat. Dapat kita saksikan hari ini dimana azan berkumandang dimana-mana tapi masih banyak orang-orang yang abai. Dan dapatkah kita bayangkan bagaimana jika azan sudah tidak dapat terdengar di telinga-telinga kaum muslim? Betapa kehancuran sudah di depan mata!

Regulasi terkait pengaturan suara pengeras masjid ini dibuat untuk saling menghargai, menghormati, dan memberikan rasa nyaman sesama umat beragama. Hal itu agar persatuan dan kerukunan antar umat beragama di Indonesa tetap terjalin. Pertanyannya, sudah berapa lama Indonesia ada dengan masyarakat plural yang hidup berdampingan? Bahkan sebelum negara kita merdeka pun, kita telah hidup berdampingan, bahu-membahu, dan tolong menolong. Umat non-Islam mengatakan bahwa mereka terbantu dengan adanya suara azan. Mereka dapat bangun dan melakukan aktivitas lebih awal. Tak ada kisruh yang terjadi. Regulasi ini seolah-olah menyudutkan umat Islam, menganggap bahwa Islam intoleran. Padahal faktanya, segala yang berbau Islam dan syiarnya dikerdilkan.

Munculnya berita ini tentu menjadi sorotan bagi masyarakat. Bahkan topik ini sempat trending di twitter pada 24/02/2022. Betapa perhatian masyarakat tersedot akan berita ini. Pernyataan Menag tentunya membuat gaduh. Tanpa sadar, kita tengah dialihkan dari fokus kasus yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Mulai dari aturan JHT yang terkesan dipersulit, aturan BPJS sapu jagat, polemik penambangan batu andesit di desa Wadas untuk membangun bendungan Bener, hingga terkait UU IKN yang diterbitkan walaupun ditentang masyarakat.

Terlihat jelas bahwa dalam rezim demokrasi, Islam terus dikerdilkan dan umat Islam menjadi sasaran yang dianggap intoleran, kezaliman tiada henti, ajaran Islam dikriminalisasi. Sistem demokrasi yang dikatakan menjunjung tinggi kebebasan nyatanya tidak berlaku untuk Islam. Dalam sistem demokrasi, syiar Islam terus dibatasi.

Jauh sebelum toleransi yang saat ini digaung-gaungkan dalam sistem demokrasi, Islam telah lebih dulu menerapkan toleransi. Toleransi yang diterapkan yaitu dalam aspek sosial dan muamalah bukan dalam aspek akidah dan keyakinan sebagaimana toleransi yang diterapkan oleh Rasulullah SAW. Ketika memimpin Madinah, Rasulullah SAW melindungi warga non Muslim (Ahlul Dzimmi) dari kezaliman. Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa menyakiti orang dzimmi (non-muslim yang berinteraksi secara baik), berarti ia telah menyakiti diriku, berarti dia menyakiti Allah” (HR. Imam Thabrani)

Toleransi tersebut tidak hanya tercermin di dalam kehidupan bernegara. Saat penaklukkan suatu negeri pun, Islam telah mengatur dan menjunjung tinggi toleransi, seperti tidak boleh membunuh orang yang tidak ikut berperang, tidak boleh membunuh wanita dan anak-anak, tidak menghancurkan fasilitas umum termasuk tempat ibadah, dilarang menyerang seorang yang ahli ibadah, dan tidak boleh membunuh ahli agama (seperti pendeta dan lain-lain).

Di dalam daulah Khilafah, masyarakat terdiri dari berbagai macam agama. Saat itu, negara menggunakan sistem pemerintahan Islam yang mengatur segala aspek keidupan. Walaupun demikian, umat non Islam tidak serta merta dipaksa untuk menganut agama Islam. Hal ini telah dijelaskan dalam firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 256 yang artinya:

“Tidak ada paksaan dalam memeluk agama (Islam)”

Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda:

“Siapa saja yang tetap dengan keyakinan keyahudiannya atau kenasraniannya, maka tidak akan dihasut (untuk meninggalkan agamanya)”

Umat non-muslim tidak dilarang melakukan ritual agama mereka seperti natal, Jum’at agung, paskah, dan perayaan-perayaan selama itu masih berkaitan dengan keyakinan agama mereka.

Walaupun Islam tidak melarang, tetapi negara tetap mengatur perayaan agama umat non-muslim. Syiar dan perayaan agama mereka hanya dapat dilakukan di gereja atau komunitas mereka saja. Karena hal itu bertentangan dengan filosofi “Al-Islamu ya’lu wa la yu’la ‘alaihi”, Islam itu tinggi, dan tidak ada yang bisa nandingi ketinggian Islam. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim kita harus terus menyebarkan syiar-syiar Islam dan menjunjung tinggi kemuliaannya. Seperti itulah Islam menerapkan toleransi dan menjaga akidah umat Islam dan umat non Islam dalam naungan negara khilafah.

Wallahu’alam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 15

Comment here