Opini

Polemik Surat Edaran Pengaturan Azan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Elia Iwansyah Putri (Mahasiswi, Pegiat Literasi Islam)

wacana-edukasi.com– Surat Edaran Menag No 5 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Suara di Masjid dan Musala tetap dilanggenggkan meski banyak menuai kritik masyarakat, banyak aturan semakin tak rasional dan tidak menjaga penuh pertimbangan hanya karena mementingkan segelintir pihak yang memainkan aturan.

Aturan pengeras suara masjid yang selama bertahun tahun tidak menjadi masalah kini justru menjadi masalah utama dibanding kenaikan harga minyak goreng, bahan pokok, hingga wajibnya BPJS bagi sejumlah layanan umum.

Pengeras suara baik dalam pelaksanaan tadarus Al-Quran, salat idul fitri, khotbah jumat, pengajian, doa dan zikir hanya boleh menggunakan pengeras suara dalam. Salawat dan tarhim sebelum shalat wajib lima waktu boleh menggunakan pengeras suara luar, hanya dapat dilakukan 5-10 menit, itu pun hanya boleh maksimal 100 desibel, yang jika dibandingkan dengan bunyi klakson mobil justru lebih keras bunyi klakson mobil.

Penerbitan SE ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan ketentraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga. Menag Yaqut menilai penggunaan pengeras suara di masjid dan musala merupakan kebutuhan bagi umat Islam, yaitu sebagai media syiar Islam di tengah masyarakat.

Namun, di saat yang bersamaan, masyarakat Indonesia juga beragam latar belakang, baik agama, keyakinan, dan lainnya, sehingga diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial (jateng.Kemenag.go.id). Hal ini menegaskan dalam rezim demokrasi, Islam selalu menjadi sasaran untuk dikerdilkan dan umat Islam diperlakukan sebagai obyek yang dianggap pencetus intoleransi dan gagal membangun harmoni

Demokrasi yang mereka gaungkan adalah suara minoritas, pasalnya suara yang didengar adalah suara segelintir non muslim yang merasa tergganggu dengan suara adzan, ini pun tidak ada bukti pelaporan atas hal tersebut. Disamping itu umat muslim dibuat geram dengan pernyataan Kemenag yang membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing yang air liurnya saja najis, sungguh tak layak dibandingkan dengan hal sekeji itu. Seharusnya pejabat pemerintah mencontohkan berkata baik apalagi menyoal adzan yang tidak perlu dipermasalahkan.

Hati seorang muslim mana yang tak tersakiti dengan ucapan pejabat pemerintah yang menyatakan adzan dengan gonggongan anjing, namun sayang perkara ini tak dapat dibawa ke meja hijau pasalnya laporan dari Roy Suryo terkait penistaan agama yang dilakukan pejabat pemerintah ini di tolak. Justru Roy Suryo dilaporkan balik oleh LBH atas pencemaran nama baik. Sungguh miris di negara demokrasi ini, pemerintah memang kekal akan hukum.

Buah Sekularisme Kapitalisme

Segala aturan yang seringkali diresmikan kepada publik tanpa persetujuan, politik bebas aktifnya patut dipertanyakan. Apakah sebegitu rendah hak rakyat hanya berupa suara yang dibeli saat pemilu kembali terulang lagi ?

Bahkan peraturan perundang-undangannya tidak pernah didasarkan kepada syariat Islam, bahkan untuk mengatur ibadah ditekan tidak terlalu menonjol, salah satunya dengan munculnya SE Menag no 5 tahun 2022.

Hal ini menegaskan Indonesia adalah mayoritas muslim tanpa penerapan hukum syara, maka dalam pengertian ini menjadi penyebutan negara sekuler “memisahkan agama dari kehidupan dan memisahkan agama dari negara. Salah satu wujudnya adalah pluralitas, wajib menyamakan kedudukan semua agama secara sama rata, tidak boleh ada yang menonjol, bahkan meski jumlahnya mayoritas. Anggapan bahwa semua agama benar. Bukankah semua agama memiliki tuhannya.

Pluralisme membuat banyak umat muslim terjangkit Islamofobia sehingga menganggap agamanya sendiri ancaman bagi keharmonisan umat beragama. Islamofobia ini merupakan agenda barat bagi seluruh negeri-negeri muslim di seluruh dunia. Tak cukup dengan penistaan nabi Muhammad di Paris, genocide di china, dan pelarangan jilbab di India saja yang sbagai imbas Islmofobia yang dihembuskan barat pada umat muslim.

Tetapi di Indonesia sendiri yang mayoritas muslim pun tak luput dari agenda ini, telah nampak saat ini ada pejabat pemerintah terang terangan membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing yang tidak pantas. Apalagi mendekati momen Ramadhan dan idul fitri tahun ini pemerintah seakan hanya melihat suara minoritas yang tak jelas karena tidak dilengkapi bukti bahwa non muslim terganggu oleh suara adzan.

Islam Kaffah Solusi Beragama

Sudah jelas dengan beragam alasan yg dibuat-buat, regulasi pemerintah ini makin memojokkan umat Islam dan menghambat syiar Islam. Solusi demokrasi takkan menjadikan umat beragama rukun dan damai. Hanya sistem Islam yang mampu merukunkan seluruh umat bergama tanpa diskriminasi atas nama toleransi.

Melainkan toleransi sudah sangat lazim pada sistem Islam, Islam membiarkan umat agama lain beribadah sesuai agamanya masing-masing dan tidak ada paksaan bagi mereka untuk masuk ke dalam agama Islam. Hanya saja mereka wajib mematuhi aturan negara.

Tudingan intoleransi dan gagal menjaga harmonisasi hanya fitnah belaka oleh para Islamofobia. Sejarah mencatat bahwa ketika sistem kehidupan Islam diterapkan dalam bingkai daulah Islam, kehidupan non muslim sangat diperhatikan. Segala fasilitas negara dapat dinikmat leh seluruh rakyat tanpa terkecuali, mereka pun mendapat penghidupan dan perlindungan serta boleh beribadah sesuai keyakinan mereka.

Kisah Umar bin Khattab memuliakan Yahudi terangkum dalam buku The Great of Two Umars karya Fuad Abdurrahman diceritakan bahwa suatu hari di tengah perjalanan, Khalifah umar bin Khattab berjumpa dengan lelaki yahudi tua yang sedang mengemis. Setelah khalifah tau alasan yahudi tersebut mengemis beliau merasa iba dan mengajaknya ke bendahara baitul untuk diberi sejumlah uang.

Peristiwa ini menunjukan bahwa ketika Daulah Islam diterapkan tidak ada intoleran, pejabata pemerintah akan berlomba mensyiarkan Islam dengan dakwah dan kebaikannya, maka tidak akan mungkin melahirkan para pemimpin yang justru menekan syiar Islam sendiri.

Wallohu alam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 8

Comment here