Surat Pembaca

Sungai Tercemar, Risiko Kian Lebar

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com– Riset Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecological Observation and Wetlands Conservation/Ecoton) di Kalimantan Barat, menemukan air Sungai Sambas dan Kapuas, tercemar limbah kebun dan pabrik pengolahan sawit dua anak usaha Wilmar International. Selain protes ke perusahaan tersebut, Ecoton pun membuat film dokumenter berjudul Sungai Dibunuh Sawit karya Ecoton (Mongabay.co.id, 03/03/2022)

Investigasi Ecoton dilakukan selama tiga tahun, 2019-2021, terhadap dua anak perusahaan Wilmar International, Ltd. di Kabupaten Sambas PT Agronusa Investama (ANI) dan Kubu Raya, PT Bumi Pratama Khatulistiwa (BPK). Ekspansi kedua perusahaan sawit, menyebabkan aliran anak-anak sungai berubah, menyempit dan air tercemar residu pupuk dan pestisida.

75% air parit kandungan klorin bebas melebihi baku mutu dan kandungan fospat di 40 sampel air melebihi baku mutu. Ecoton menemukan sekitar 86% dari 22 titik lokasi sampling kanal PT ANI di Sambas melebihi baku mutu air kelas dua. Parameter melebihi baku mutu klorin bebas. Ikan-ikan di sungai pun mengambang, dan mati. Masyarakat tidak mendapat kompensasi. Dampak lain, air sungai tercemar hingga warga tak bisa pakai lagi air sungai. Sebagian membeli air minum isi ulang untuk konsumsi hingga mereka harus menyediakan biaya tambahan setiap bulan. Nelayan di Sungai Enau mengeluh hasil tangkapan turun sejak hadir perkebunan sawit.

Kebun sawit gunakan pupuk kimia dan pestisida, selain berbahaya bagi pekerja, zat-zat itu bisa larut ke perairan dan cemari sungai. Dalam bekerja, para buruh setiap hari harus memanggul karung pupuk kimia di atas kepala seberat 50 kilogram. Saat menyemprotkan pestisida sebagian tanpa alat pelindung diri seperti masker, dan sarung tangan. Usai bekerja, mereka membersihkan diri dengan air di parit tercemar pestisida hingga mengalami gatal-gatal dan penyakit kulit. Para buruh juga tak memiliki akses kesehatan terhadap pemeriksaan rutin setelah gunakan bahan kimia beracun dan berbahaya.

Sungai adalah bagian dari kehidupan masyarakat Kalbar. Mereka hidup dengan berkebun, bertani, dan nelayan yang tak terpisahkan dari sungai dan hutan. Sedangkan kepunahan ikan menjadi indikator kualitas lingkungan sungai buruk. Pencemaran sungai juga menyebabkan habitat alami hilang sampai kepunahan ikan-ikan endemik maupun ikan bernilai ekonomi tinggi. Belum lagi air sungai masih ada yang menggunakannya sebagai air minum dan air bersih untuk mandi cuci dan kakus (MCK). Kini, masyarakat harus membeli air galon dan menadah air hujan.

Wilmar dan anak perusahaannya seharusnya memiliki komitmen atas clean suplay chain atau rantai pasok yang bersih. Belum lagi kewajiban yang harus dipenuhi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21/2022 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Masyarakat sekitar tidak boleh berulang kali menuai kerugian materi termasuk akses air bersih dan ancaman pada kesehatannya. Namun sayang pemerintah sendiri masih lemah mengawasi regulasi yang dibuatnya sendiri. Sehingga perusahaan ‘nakal’ bisa ongkang-ongkang kaki.

Konferensi Iklim COP26 lagi-lagi hanya akan menjadi panggung sandiwara. Nyatanya membiarkan perusahaan besar menjadi ‘pelanggar’ dari komitmennya. Sementara persoalan kerusakan sungai di Kalbar jika tidak diselesaikan secara tuntas, tak heran akan mengundang bencana berulang-ulang atau lebih besar lagi. Saatnya Kapitalisme disingkirkan karena kian hipokrit hari ke hari. Dan kembali ke sistem Islam dengan solusi yang hakiki.

Zawanah FN
Pontianak-Kalbar

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 59

Comment here