Oleh Suryani
wacana-edukasi.com– Lagi dan lagi seolah tiada henti Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) melakukan penyerangan terhadap warga sipil. Billy Garibali (41 tahun), warga Kabupaten Bandung kali ini yang menjadi salah satu korbannya. Almarhum Billy ditembak KKB ketika tengah bekerja di Papua sebagai petugas tower.
Yadi Mulyadi (40 tahun) selaku ketua RW di mana tempat Billy tinggal membenarkan hal tersebut. Ia menyatakan bahwa almarhum sudah bertahun-tahun bekerja di Papua dan hanya sesekali pulang ke rumah. Sehingga memang sulit ditemui pada hari-hari biasa, kecuali saat acara besar seperti Idul Fitri. (Kompas.com, 8 Maret 2022)
KKB itu sendiri awalnya bernama Organisasi Papua Merdeka (OPM), muncul pada tahun 1963. Kemunculannya merupakan imbas dari perlakuan tidak adil yang diterima masyarakat Papua dari pemerintah Indonesia. OPM pertama kali melakukan serangan bersenjata di Manokrawi pada Juli 1965.
Seperti yang diketahui bersama, telah terjadi kesenjangan yang luar biasa di bumi Papua. Sumber Daya Alamnya diserahkan kepada asing dan dikeruk habis-habisan, sementara masyarakatnya sendiri berada dalam kemiskinan. Hal ini lah yang menyebabkan munculnya rasa ketidakadilan yang berbuntut pemberontakan hingga muncul keinginan untuk merdeka dan lepas dari bumi pertiwi.
Persoalan ini dimanfaatkan oleh asing dengan mengintervensi warga Papua, melalui bantuan suaka politik, dana, dan logistik. Mereka juga menyuarakan gerakan Papua merdeka dan mengangkat isu-isu pelanggaran HAM di dunia internasional.
Dengan demikian mesti korban terus berjatuhan, negara tetap tidak bisa bertindak tegas terhadap KKB dan terkesan tidak berani melawan dominasi asing yang ada di Papua. Kondisi masyarakat senantiasa berada dalam ketakutan dan keresahan akibat aksi terus berlangsung. Negara seolah tidak punya kekuatan untuk menghentikannya, bahkan hanya sekadar menyebut mereka teroris pun seolah sangat sulit.
Persoalan menjadi lain ketika ada seorang muslim atau kelompok muslim yang dianggap bersebrangan dengan rezim, atau baru dicurigai, cepat sekali mencap sebagai teroris. langsung diburu, bahkan tak jarang langsung dieksekusi. Sebut saja kasus dr Sunardi yang menjadi korban penembakan Densus 88 padahal belum dibuktikan bersalah tidaknya. Negara seolah memperlakukan standar ganda, satu dibiarkan, yang lainnya sigap sekali untuk ditindak.
Penerapan sistem kapitalisme sekular dan sikap membebek terhadap kebijakan global menjadi penyebab perlakuan berbeda terhadap rakyatnya sendiri. Begitupun dalam pengelolaan Sumber Daya Alam. Penguasa yang seharusnya mengelola SDA untuk kemakmuran rakyat, malah diserahkan kepada asing. Akhirnya asing untung, rakyat buntung. Negara tidak berjalan sesuai fungsinya.
Ibarat anak ayam mati di lumbung padi. Kekayaan melimpah ruah nyatanya tidak dirasakan oleh rakyat. Mereka tetap dalam kemiskinannya. Dari sini muncul gejolak dan benih-benih pemberontakan hingga keinginan untuk memisahkan diri semakin tak terbendung lagi. Negara tak berdaya menghadapinya, sehingga aksi teror terus berulang. Seakan tidak ada solusi menghentikannya.
Indonesia berpenduduk mayoritas muslim. Sangat layak, Islam dijadikan tumpuan menyelesaikan gejolak dalam negeri bukan aturan lain. Islam sangat menjaga keutuhan wilayahnya. Haram hukumnya jika ada wilayah yang ingin memisahkan diri dari kekuasaan Islam. Kaum muslim diperintahkan untuk menjaga perbatasan agar tidak ada sejengkal tanah pun yang terlepas. Allah Swt. berfirman dalam QS al imran ayat 200 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman bersabarlah, kuatkanlah kesabaran diantara kalian. Tetaplah bersiap siaga (diperbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung.”
Dalam Islam negara bertugas untuk menjaga semua wilayah dengan kekuatan militer yang mencukupi hingga tidak ada satu daerah pun yang diintervensi asing. Para penguasa hanya boleh melakukan diplomasi luar negeri dengan memberikan larangan tegas bagi pihak asing untuk ikut campur mengintervensi dengan bantuan apapun apalagi ada maksud-maksud tertentu yang mengancam negara.
SDA yang merupakan milik umum akan dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat, haram untuk memberikannya ke pihak swasta apalagi asing. Semua kebutuhan dasar rakyat dipenuhi negara seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Hal itu harus senantiasa dipastikan sampai ke individu-individu rakyat keseluruhan. Hingga tidak ada lagi kesenjangan dan ketidakadilan yang dirasakan rakyat.
Di sinilah bedanya penguasa kapitalis dengan Islam, seorang pemimpin dalam Islam akan senantiasa mengayomi seluruh rakyatnya. Tidak membeda-bedakan wilayah yang berlimpah kekayaan alamnya dengan yang tidak. Semua akan diayomi karena merupakan tanggung jawabnya. Dari sini kemungkinan terjadi gejolak dalam negeri diminimalisir.
Kalaupun terjadi riak-riak kecil pemberontakan maka akan segera ditindak dengan tegas sesuai aturan syariat. Negara akan mengerahkan polisi untuk mengepung ataupun menangkap. Jika pasukan polisi belum mencukupi, bisa diperbantukan oleh militer. Negara tidak boleh membiarkan kasus terus berlanjut. Mengganggu keamanan terlebih kedaulatan.
Sepanjang sejarah kejayaan Islam, telah membuktikannya. Penerapan Islam kafah telah mewujudkan negara mandiri tanpa intervensi.
Wallahu a’lam bi ash-sawwab
Views: 4
Comment here