Opini

Kapitalisasi PDAM : Rakyat Untung atau Buntung?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Dian Puspita Sari

wacana-edukasi.com–Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan berupa air yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat.

Idealnya, kinerjanya dalam memenuhi hajat hidup rakyat berjalan mulus dan memuaskan. Nyatanya tidak demikian di negeri ini. Banyak kendala yang menghambat kinerjanya, seperti yang dialami oleh PDAM Pacitan. Pendapatan PDAM Pacitan tidak cukup untuk menutupi utang Rp 20 Miliar.

Menurut Direktur PDAM Pacitan Agus Suseno, dari hasil audit 2021, kenaikan penghasilan PDAM surplus Rp 800 juta belum mampu menutup kerugian PDAM sejak berdiri 1992 silam. Jika dikalkulasikan, biaya administrasi hingga listrik PDAM melahirkan utang sampai Rp 20 miliar. ‘’Utang itu timbul karena aset kami yang mengalami penyusutan, bukan karena lainnya,’’ kata Agus. epas dari untung kenaikan penghasilan yang diraup, biaya operasional juga terbilang cukup tinggi.

Lebih-lebih di masa pandemi. Banyak pelanggan ogah-ogahan membayar tagihan. Jika dikalkulasikan, tunggakannya mencapai 15 persen dari 22 ribu pelanggan PDAM Pacitan. Agar tunggakan tidak semakin menggunung, petugas akan melakukan penagihan door-to-door. “Dua atau tiga bulan kami ingatkan, kalau tetap belum bayar, baru ditagih ke rumahnya,’’ jelas Agus (radarmadiun.jawapos.com, 23/3/2022).

Ada Apa di Balik Kendala PDAM?

Dari pemaparan fakta di atas, ada dua hal yang disorot. Pertama, masalah utang BUMN. Kedua, tata kelola BUMN.

Yang pertama, masalah utang yang dimiliki Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN belakangan memang disorot karena secara berturut-turut dikabarkan memiliki nilai utang yang tinggi. Setelah dilakukan restrukturisasi terhadap beberapa perusahaan dengan tingkat utangnya yang tinggi, muncul kembali BUMN berikutnya yang mengalami masalah sama.

Sebut saja masalah keuangan di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang disebabkan oleh mismanajemen. Akibatnya, utang perusahaan kepada pemegang polisnya menumpuk hingga harus diselamatkan oleh negara.

Masalah sama juga terjadi di PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Dua perusahaan ini jor-joran melakukan investasi hingga meninggalkan beban utang yang tinggi.

Menurut pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto, beban utang BUMN disebabkan oleh dua masalah utama. Kondisi keuangan BUMN yang sudah tidak baik sejak lama yang kemudian dieskalasi dengan adanya pandemi Covid-19.

“Kondisi berat yang dialami BUMN pada beberapa tahun terakhir, karena disebabkan dua hal utama. Pertama dampak pandemi Covid-19 memukul kinerja semua industri termasuk BUMN,” kata Toto kepada CNBC Indonesia, Selasa (14/12/2021).

“Kondisi kedua, memang sebelum pandemi merebak di 2019 akhir, kinerja BUMN tersebut sudah buruk,” lanjutnya. (CNBC Indonesia.com, 16/12/2021)

Adapun di PDAM sendiri, seperti yang pernah diungkap oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), setidaknya ada 182 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di seluruh Indonesia yang terjerat utang.

Menurut Direktur Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum M. Natsir, PDAM yang sakit tersebut memiliki total utang mencapai Rp 3,9 triliun. (liputan6.com, 17/10/2016)

Tentu beban utang ini tidak hanya berdampak pada PDAM itu sendiri tapi juga pada pelayanan PDAM untuk kebutuhan masyarakat.

Yang kedua, tata kelola BUMN. Seperti yang dikatakan oleh pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto, jauh sebelum dijerat beban utang, pengelolaan BUMN sudah buruk disebabkan oleh mismanajemen.

Ancaman kebangkrutan di depan mata. Ini adalah bukti mismanajemen dan kinerja buruk elit pejabat terkait di dalam mengelola aset. Kinerja mereka hanya membuat kaum kapitalis untung dan rakyatnya buntung.

Selain itu, rakyat sudah lama tidak menikmati layanan air secara gratis, karena memang sudah terbiasa dibebani untuk membayar air selama puluhan tahun.

Padahal jika air dikelola dengan baik, benar dan amanah oleh negara melalui PDAM, rakyat dapat menikmati layanan air tanpa dipungut biaya alias gratis.

Islam, Solusi Layani Hajat Publik akan Air 

Negara dengan BUMN-nya, termasuk PDAM yang diberi amanah untuk memenuhi air sebagai hajat hidup rakyat, seharusnya dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat.

Apabila dikelola untuk kepentingan rakyat, maka rakyat akan menikmati hasilnya secara cuma-cuma. Sayangnya, PDAM malah dikapitalisasi untuk kepentingan minoritas kaum borjuis di negeri ini. Sementara rakyat diwajibkan untuk membayar air yang mereka nikmati sehari-hari.

Biaya hidup untuk makan, akses pendidikan, kesehatan, tagihan listrik dan lain-lain saja sudah cukup membebani hidup rakyat. Lebih-lebih ketika mereka diwajibkan untuk membayar tagihan air yang sudah lama menunggak. Hidup mereka diibaratkan sudah jatuh tertimpa tangga.

Padahal, Islam mengajarkan untuk tidak melakukan praktik kapitalisasi dalam pengelolaan sumber daya air.

Dalam hadis Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). “Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli: air, rumput dan api.” (HR Ibnu Majah)

Hak atas ketiga unsur alam tersebut diperuntukkan demi kepentingan rakyat.

Bahkan Islam mengajarkan tidak boleh merampas sumber mata air dalam keadaan perang sekalipun. Demikian pula dalam kondisi normal. Air tidak boleh dikuasai oleh segolongan individu melainkan dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Namun apa daya. Sistem Kapitalisme telah menjadikan negara untuk menghalalkan segala cara demi meraup keuntungan. Termasuk mengkomersialkan air dengan menjualnya kepada rakyat, ibarat pedagang menjual dagangannya kepada pembelinya. Padahal hubungan negara diibaratkan pelayan atas rakyatnya.

“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR Ibnu Asakir, Abu Nu’aim)

Sumber daya alam termasuk kepemilikan umum. Maka keuntungan pengelolaannya harus dinikmati rakyat secara cuma-cuma. Pengelolaan sumber daya alam secara gratis ini tergambar jelas di masa kepemimpinan Nabi Muhammad sebagai kepala negara. Rasulullah pernah memberikan izin kepada Abyadh bin Hammal untuk mengelola tambang garam. Namun, ketika Rasulullah mengetahui bahwa tambang garam tersebut merupakan harta milik umum, beliau mencabut pemberiannya tersebut dan melarang tambang tersebut dimiliki oleh pribadi.

Inilah yang harus dilakukan oleh negara. Apa yang dilakukan pemimpin seharusnya meneladani perilaku Rasulullah sebagai pemimpin.

Perilaku beliau hanya mampu diteladani dalam sistem (aturan hidup) yang Islami. Bukan dalam sistem Demokrasi sekuler seperti saat ini. Dengan sumber daya air yang dikelola negara secara syar’i (Islami), rakyat tidak perlu membayar. Negara pun berdaulat penuh, tidak butuh berutang kepada swasta lebih-lebih asing dalam melayani kebutuhan rakyatnya.

Wallahu a’lam bishawwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 16

Comment here