Oleh: Zulhilda Nurwulan (Relawan Opini Kendari)
wacana-edukasi.com– Dilansir dari Telisik.id, Presiden Joko Widodo melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat memberikan penghargaan kepada Bupati Muna, LM Rusman Emba atas pencapaiannya dalam menjalankan progam pengendalian penduduk dan keluarga berencana. Rusman diganjar penghargaan Manggala Karya Kencana atas prestasi itu.
Bupati Rusman menerangkan, prestasi yang diraih itu tidak terlepas dari kerja keras Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Muna, Dinas Kesehatan, Bappeda, camat, Kades, lurah dan dukungan seluruh masyarakat. Ia berjanji, capaian itu akan ditingkatkan lagi ke depannya.
Sementara itu, Ali Syadikin, Kabag Protokoler dan Komunikasi Pimpinan Setda Muna, menerangkan bahwa prestasi ini tidak didapatkan dengan mudah. Ada beberapa indikator penilaian yang harus dipenuhi diantaranya administrasi, komitmen, pencapaian kinerja TFR, CPR, penurunan unmet need, penurunan ASFR dan pencapaian KB baru serta MKJP.
Dalam pemerintahan sekuler semakin sedikit angka penduduk maka semakin berhasil pemerintahan itu. Seolah, kelahiran anak adalah beban kehidupan yang harus ditanggung keluarga. Sehingga, perlu adanya penekanan jumlah kelahiran dan pengendalian penduduk untuk mencegah pertumbuhan penduduk yang besar. Sekuler memang memandang segala aspek dalam kacamata kuantitas bukan pada kualitas tidak terkecuali pada masalah pertumbuhan penduduk ini. BKKBN dianggap sebagai solusi jitu untuk menekan angka kelahiran melalui program keluarga berencana.
Kapitalis-Sekuler Gagal Menciptakan Generasi Berkualitas
Sebagai sistem yang menganut asas keuntungan dan kepentingan, kapitalis mengutamakan jumlah kuantitas dibandingkan kualitas. Sehingga, slogan BKKBN “dua anak cukup” adalah salah satu program unggulan yang diemban untuk membatasi angka penduduk agar sesuai dengan tujuan sistem pemerintahan kapitalis ini.
Melalui Kepala BKKBN pada 2019, Hasto Wardoyo, penelitian ilmiah menyebut bahwa keluarga yang memiliki dua anak bisa menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Sistem kapitalisme ini bersembunyi di balik dalih “dua anak lebih sehat” agar terkesan lebih masuk akal dan selaras dengan program pembatasan angka kelahiran anak dan pengendalian penduduk.
Perlu diketahui, pertambahan penduduk tidak melulu soal jumlah melainkan kualitas penduduk yang ada dimaksimalkan menjadi generasi unggul dan bermanfaat bagi kebutuhan masyarakat. Sebagaimana diketahui, angka pengangguran bertambah setiap tahun dan kebanyakan berasal dari remaja usia produktif.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS),Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) penduduk usia 15-24 tahun masuk dalam kategori kelompok pengangguran tertinggi. Tingkat pengangguran usia muda mencapai 20,46 persen per Agustus 2020. Parahnya, tingkat pengangguran penduduk usia muda Indonesia ternyata tertinggi di Asia Tenggara. Alih-alih mencari solusi untuk permasalahan ini, pemerintah malah menganggap hal ini disebabkan oleh tingginya angka kelahiran sehingga perlu adanya pengendalian penduduk dan pembatasan kelahiran.
Seyogianya, pemerintah mampu memberdayakan SDM yang ada dengan membuka lapangan kerja baru yang memadai untuk mencegah terjadinya angka pengangguran. Disamping itu, remaja merupakan harta peradaban yang perlu diperhatikan karena dari tangan merekalah kelak akan muncul perubahan-perubahan signifikan yang bisa memperbaiki kerusakan-kerusakan di tengah masyarakat. Namun, remaja yang dimaksud adalah mereka yang memiliki mental pejuang, pembaharu, dan pemersatu. Semua ciri-ciri di samping tidak bisa tercipta otodidak melainkan butuh persiapan pendidikan yang matang baik dari keluarga, lingkungan masyarakat dan dukungan negara. Dalam hal ini, negara harus hadir sebagai penyedia fasilitas pendidikan, pelaksana dan pengawas. Seyogianya, generasi yang maju akan lahir dari sistem yang terorganisir dengan baik.
Sayangnya, dalam sistem yang berporos pada kepentingan dan keuntungan seperti kapitalis adalah hal yang mustahil menciptakan kondisi seperti ini. Hal ini disebabkan karena urusan negara bahkan diserahkan pada pemilik modal sehingga tata negara pun dikelola oleh swasta dan kapital. Ditambah lagi, kapitalis hanya berfokus pada nilai kuantitas dibanding kualitas. Walhasil, permasalahan masyarakat hanya berputar pada jumlah penduduk bukan pada kualitas. Sehingga, permasalahan ini menjadi tradisi turun-temurun yang tidak akan pernah berujung.
Sistem Islam Lahirkan Generasi Gemilang
Bukan rahasia lagi jika kegemilangan Islam membuat banyak orang gentar dan terkesima. Sistem yang pernah menjadi mercusuar peradaban ini menyimpan banyak sejarah yang menjadi acuan dan pembelajaran untuk peradaban selanjutnya. Bicara tentang kegemilangan Islam tentu tidak lepas dari figur-figur yang ada dibalik kegemilangannya.
Banyaknya generasi berprestasi di dalam Islam disebabkan peran orang tua yang memahami tentang kedudukan anak sangat penting. Islam memandang anak sebagai rezeki dan amanah yang wajib dijaga dan dilindungi. Pandangan Islam tentang perkara ini menyebabkan muslim memiliki keturunan yang banyak. Di samping itu, para orang tua memahami jika generasi memiliki peluang yang sangat besar untuk meneruskan tongkat estafet perjuangan untuk mencapai peradaban yang gemilang. Sehingga, para orang tua membekali anak-anak mereka dengan berbagai ilmu mulai dari agama hingga sosial. Bahkan, tak jarang mereka mengantarkan anak-anaknya langsung pada ulama untuk belajar ilmu agama dan ilmu sosial. Sebagaimana diketahui, ulama merupakan gurunya para guru.
Contohnya, siapa yang tak kenal dengan penakluk Baitul Maqdis? Ialah Salahuddin Al Ayyubi. Banyak yang tidak tau bahwa dibalik keberhasilan Salahuddin ternyata ada sosok yang menjadi pedoman beliau, yakni Nuruddin Zanki. Sejatinya, perjuangan Salahuddin dalam pembebasan Baitul Maqdis merupakan hasil contekan beliau dari semangat perjuangan Nurudin Zanki di masa yang lalu. Hal ini memberitahukan kepada kita bahwa generasi unggul terbentuk dari pendahulu-pendahulu yang unggul juga. Sehingga, perlu adanya figur yang bisa dijadikan acuan untuk menciptakan peradaban yang gemilang. Kemudian, kekuatan negara sebagai pengatur dan pelaksana sangat dibutuhkan sebagai support system demi tercapainya tujuan dan kebersihasilan sistem pemerintahan tersebut.
Hadirnya Islam sebagai sebuah ideologi mestinya bisa menjadi acuan bagi pemerintah hari ini dalam mengelola SDM yang ada agar bisa bermanfaat bagi masyarakat. Sehingga, penduduk tidak serta merta dipandang dari sudut jumlah melainkan dari kualitas. Dengan demikian, kelebihan penduduk bukanlah masalah krusial dalam sisi ekonomi namun bisa menjadi harta yang berharga bagi sebuah peradaban. Wallahu’alam.
Views: 6
Comment here