Opini

Pemilu, Ilusi Kesejahteraan?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Hasriyana, S.Pd.
(Pemerhati Sosial Asal Konawe)

wacana-edukasi.com– Kontroversi pemilu antara tiga periode atau tetap dilakukannya pemilu menuai banyak kritik dari berbagai kalangan. Bahkan tidak tanggung-tanggung sebagian besar mahasiswa dari universitas yang ada di Indonesia melakukan aksi demo menolak adanya wacana tiga periode yang di opinikan pemerintah. Mereka menilai bahwa pemerintah di era Jokowi lebih banyak menyengsarakan rakyat dari pada menyejahterakan. Sehingga aksi demo mengkritik kebijakan tersebut tidak bisa dielakkan.

Namun dengan banyaknya aksi yang dilakukan mahasiswa dan masyarakat dalam menolak kebijakan terkait wacana tiga periode bisa menjadi angin segar adanya perubahan kepimpinan presiden dengan dilakukannya pemilu pada waktu yang tidak lama lagi. Walau tak bisa dipungkiri anggaran pemilu yang akan dilakukan nanti akan menguras dana yang begitu banyak. Tetapi timbul lagi pertanyaan, akankah dengan pergantian pemimpin berbagai kebijakan akan berpihak pada rakyat ataukah justru sebaliknya?

Seperti yang dilansir dari media Katadata.co.id bahwa anggaran sebesar Rp 76,6 triliun yang diajukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk Pemilihan umum (Pemilu) 2024 kemungkinan akan dipangkas lagi. Ini lantaran infrastruktur dan alat perlindungan diri (APD) bakal menggunakan fasilitas dari pemerintah. Semula, KPU mengajukan anggaran sekitar Rp 86 triliun pada Februari lalu sebelum akhirnya dipotong. Jika dipangkas lagi, maka fokus anggaran yang ada hanya dialokasikan untuk hal-hal yang bersifat elektoral atau pemilihan. Jadi KPU fokus pada anggaran yang berkaitan dengan elektoral saja, sehingga dengan begitu review-nya lebih jelas, kata Ketua KPU Hasyim Asyari usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR pada Rabu (13/4).

Ironis memang setiap lima tahun sekali negara kita melakukan pemilihan umum untuk menentukan satu pemimpin negara yang harapannya bisa berpihak pada masyarakat terhadap berbagai kebijakan yang diharapkan mampu menyejahterakan. Sayang faktanya masyarakat selalu saja kecewa dengan berbagai macam kebijakan yang justru lebih menguntungkan para pengusaha dan oligarki.

Pun rakyat ibarat hanya menjadi pion dalam sebuah permainan untuk diambil suaranya dalam pemilihan umum, dengan berbagai macam janji manis yang dijanjikan, namun ketika telah menjadi pemimpin kebanyakan lupa dengan janji yang telah dilontarkan. Ditambah pelanggaran yang sering dilakukan pada saat pemilihan oleh parpol seperti money politic yang banyak dilakukan menambah deretan rusaknya pemilu.

Anggaran yang dikucurkan oleh negara pun tidak main-main nominalnya. Semua itu bertujuan ingin mendapatkan pemimpin yang pro pada kepentingan rakyat. Padahal jika ditilik anggaran yang mencapai triliunan tersebut sebenarnya bisa digunakan pemerintah untuk membiayai kebutuhan pokok masyarakat yang saat ini semakin susah. Sayangnya yang terjadi kebijakan yang ada malah menaikkan harga kebutuhan pokok dan menambah utang luar negeri. Miris!

Hal ini justru berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam pemilihan seorang pemimpin atau presiden bukan seperti saat ini dengan biayanya yang tinggi. Seorang calon pemimpin terlebih dahulu harus memenuhi syarat in’iqad, yaitu muslim, laki-laki, balig, berakal, adil, merdeka, dan orang yang mampu. Sehingga jika dalam syarat tersebut saja seseorang sudah tidak memenuhi salah satu dari tujuh syarat tersebut, maka dia tidak bisa mencalonkan sebagai seorang pemimpin. Dalam metode pengangkatannya pun melalui baiat, baiat tersebut mengambil sumpah setia terhadap kepemimpinan.

Sebagaimana dalam sebuah riwayat Al-Bukhari menuturkan bahwa, “Kami telah membaiat Rasulullah Saw, agar senantiasa mendengar dan mentaatinya, baik dalam keadaan yang kami senangi maupun dalam keadaan yang tidak kami senangi, agar kami tidak merebut kekuasaan dari orang yang berhak, dan agar kami senantiasa mengerjakan dan mengatakan yang Haq dimana saja kami berada tanpa takut karena Allah kepada celaan orang-otang uang suka mencela . (HR. al-Bukhari)

Oleh karena itu, tidak mudah memang berharap pada sistem hari ini untuk mendapatkan pemimpin yang amanah dan berpihak pada rakyat, jika cara memilihnya saja tak jarang menghalalkan segala cara, belum lagi banyak menghabiskan anggaran negara. Dari itu, sungguh kita butuh sistem yang baik yang bisa menghasilkan pemimpin yang bertakwa dan amanah, sistem tersebut tidak lain adalah sistem yang bersumber dari Allah Swt., sebab yang mengetahui mana yang terbaik untuk hambanya, jelas yang menciptakan hamba, yakni Allah Swt. Wallahu’alam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 16

Comment here