Oleh : Nurlela
wacana-edukasi.com– Jagat Maya kembali dihebohkan dengan beredarnya sebuah video yang berisi aksi seorang pria yang memamerkan alat kelamin (eksibisionisme) di sebuah halte di jalan Ahmad Yani, Tanah Sareal, Kota Bogor. Kasie Humas Polresta Bogor Kota, Iptu Rachmat Gumilar menyatakan tengah menyelidiki kasus pria dalam video tersebut. (Newsdetik.com 23/04/2022)
Menurut para ahli aksi pamer alat kelamin (eksibisionisme) adalah gangguan mental yang membuat penderitanya senang mengekspos alat kelamin agar bisa bersemangat secara seksual atau memiliki keinginan yang kuat mendapat perhatian orang lain selama aktivitas seksual. Selain itu para ahli pun menyatakan banyak faktor yang menyebabkan munculnya aksi eksibisionisme seperti penyalahgunaan alkohol, pedofil, kekerasan seksual diwaktu kecil, dan lain lain.
Dinegeri ini sendiri, aksi eksibionisme bukanlah hal yang baru dan tidak hanya terjadi di kota Bogor, melainkan terjadi pula di kota lain, seperti ibukota Jakarta, Yogyakarta, Bekasi, dan kota-kota lainnya di negeri ini.
Pemerintah Kota Bogor sendiri dalam menanggapi semakin maraknya penyimpangan seksual seperti eksibisionisme atau penyimpangan seksual lainnya seperti LGBT, telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bogor, Nomor 10 tahun 2021 yang ditetapkan pada tanggal 21 Desember 2021 lalu tentang pencegahan dan penanggulangan perilaku penyimpangan seksual.
Namun sayang keberadaan Perda tersebut mendapatkan protes dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Hak Keberagaman Gender dan Seksual (Kami Berani). Bahkan ketua umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur meminta agar pemerintah Kota Bogor meninjau ulang perda tersebut karena dianggap bisa menimbulkan kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok LGBT. (icjr.or.id 19/03/2022)
Maraknya penyimpangan seksual di negeri ini termasuk kota Bogor tidak terlepas dari diterapkannya sistem kapitalisme dengan asasnya pemisahan agama dari kehidupan (sekuler). Sekularisme yang menjadi asas berdirinya sistem ini telah mencegah peran agama dalam kehidupan. Agama hanya diberi ruang untuk mengatur ibadah mahdhah saja, sementara untuk masalah kehidupan manusia dibiarkan bebas untuk mengatur sesuai dengan kehendaknya. Akibatnya pemahaman manusia akan Islam yang utuh begitu lemah sehingga keimanan dan ketakwaan individu kepada Allah SWT pun menjadi lemah. Masyarakat tidak lagi memiliki standar perbuatan yang jelas yakni halal dan haram.
Tidak hanya itu abainya penguasa dalam menjalankan perannya sebagai penjaga dan pelindung umat turut andil semakin maraknya penyimpangan seksual ditengah tengah masyarakat. Sebagai pemegang kebijakan seharusnya negara mampu memberantas sarana-sarana yang mengarahkan pada penyimpangan seksual baik dari media cetak, elektronik, maupun media online. Namun alih-alih memberikan perhatian, negara seolah acuh tak acuh menanggapi hal ini, bahkan situs situs pornografi dengan mudahnya bisa diakses oleh siapapun.
Hal ini semakin diperparah dengan tidak adanya upaya preventif maupun kuratif dan pemberian hukum yang mampu memberikan efek jera bagi para pelaku penyimpangan seksual.
Hal ini amat berbeda dengan Islam dalam menangani penyimpangan seksual. Islam mendorong seorang muslim untuk senantiasa memelihara kehormatannya, menguatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Penerapan Islam yang Kaffah dalam bingkai khilafah akan membentuk keimanan dan ketakwaan kepada Allah di tengah tengah masyarakat. Keberadaan keimanan dan ketakwaan kepada Allah akan menjadi kendali bagi manusia untuk tidak melakukan perbuatan yang dilaknat Allah SWT. Karena sesungguhnya perilaku penyimpangan seksual seperti eksibionisme atau penyimpangan seksual lainya seperti LGBT sangat dilarang oleh Allah SWT.
Selain itu negara akan berupaya untuk menutup berbagai celah dan memberantas sarana-sarana yang bisa menghantarkan pada penyimpangan seksual baik melalui media cetak, elektronik maupun media online. Dan memberikan sanksi yang tegas kepada siapapun yang melanggarnya.
Tidak hanya itu, dalam mencegah maraknya penyimpangan seksual Islam akan menerapkan aturan yang bersifat kuratif (penyembuhan), menghilangkan, dan memutus rantai penyebaran penyimpangan seksual. Negara akan memberikan edukasi kepada para pelaku penyimpangan seksual akan dosa besar akibat perilaku mereka sehingga pola pikir dan pola sikap mereka berubah, mengajak mereka untuk bertaqarub kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, dzikir, puasa, dan lain lain, juga menjauhkan mereka dari pasangan masing-masing.
Sementara bagi para pelaku yang sudah terlanjur melakukan penyimpangan dan melakukan hubungan seksual seperti sodomi, maka Islam akan menetapkan hukum baik kepada subjek maupun objek berupa hukuman mati. Rasulullah SAW bersabda :
“Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual), maka bunuhlah pelaku (yang menyodomi) dan pasangannya (yang disodomi)”.
(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Al Hakim, dan Al-Baihaqi)
Inilah upaya Islam dalam menanggulangi penyimpangan seksual di tengah-tengah masyarakat. Jelaslah hanya aturan yang bersumber dari Sang Maha Pencipta lah yang mampu menyelesaikan segala permasalahan manusia termasuk permasalahan penyimpangan seksual. Allah berfirman :
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?”
(QS. Al Maidah : 50)
Wallahu’alam
Views: 4
Comment here