Oleh Muthmainnah Kurdi
wacana-edukasi.com– Dalam hadist Nabi Saw. disebutkan,”Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering. Dan berikan ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan.” (HR. Ibnu Majah).
Dilansir dari CNBC Indonesia, Puncak peringatan hari buruh yang bertajuk May Day Fiesta 2022 digelar di kawasan Gelora Bung Karno pada Sabtu, 14 Mei 2022. Menurut Presiden Partai Buruh Said Iqbal, pada gelaran May Day kali ini akan diajukan 18 tuntutan (CNB Indonesia, 13/5/2022).
Dari 18 tuntutan yang menjadi aspirasi kaum buruh, dominasi utama adalah penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Masih menurut Presiden Partai Buruh, sebab UU Omnibus Law mengeploitasi, membuat perbudakan zaman modern, outsourcing dibebaskan untuk seluruh jenis pekerjaan, tidak ada batas waktu dan upah yang murah (CNN Indonesia 13/5/2022).
Problem Buruh
Setiap tahun hari buruh dihelat dan nampaknya akan menjadi selebrasi semata. Pasalnya, sudah hampir 136 kali aksi buruh ini digelar yakni, sejak kali pertama tahun 1886 di Amerika Serikat dan belum ada perbaikan signifikan terhadap nasib kaum buruh, skala internasional juga nasional. Hingga, setiap 1 Mei kemudian selalu diperingati sebagai hari buruh, pada hari tersebut menjadi momen yang paling ditunggu kaum buruh menyampaikan aspirasi sekaligus protes atas ketidak adilan yang dirasakan.
Maka, isu yang diusung dari setiap gelaran hari buruh tetap sama, yakni menuntut kehidupan yang layak, ini membuktikan, belum adanya keberhasilan ekonomi kapitalisme mensejahterakan kaum buruh. Bahkan, negara yang diharapkan memberi solusi, alih-alih memihak, malah kebijakan yang ada justru makin merugikan kaum buruh, dengan membiarkan para pengusaha menerapkan aturan yang menindas.
Dari waktu ke waktu problem kesejahteraan kaum buruh tidak kunjung membaik, kemiskinan masih menjadi problem dasarnya, bahkan menjadi masalah yang menimpa hampir seluruh rakyat negeri ini. Tak bisa dipungkiri, beban rakyat makin berat dengan adanya kebijakan pemimpin yang meliberalisasi kan pos-pos krusial kehidupan seperti pendidikan, kesehatan juga transportasi.
Ditambah lagi dengan eksploitasi pengelolaan sumber-sumber yang menjadi nadi ekonomi seperti, listrik, BBM, dan air bersih yang seharusnya meringankan beban hidup rakyat, malah diprivatisasi oleh korporat kapital negara hingga membuat kaum buruh dan nyaris semua lapisan masyarakat makin sulit mendapatkannya karena harga yang makin mahal.
Kondisi ini diperparah dengan melangitnya harga-harga kebutuhan pokok, yang dipicu dari banyaknya impor dan lagi, adanya berbagai pungutan pajak yang tarifnya makin tinggi, menambah beban rakyat yang sudah berat.
Saat sistem kehidupan tidak berpedoman pada aturan Ilahi, dan berpijak pada pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) maka, kaum buruh tidak akan pernah hidup sejahtera. Karena, kepengurusan negara terhadap rakyatnya seperti hubungan pekerja dengan perusahaan, berasas untung rugi. Kondisi ini, membuat nasib kaum buruh terpinggirkan faktanya, negara lebih mengutamakan kepentingan pengusaha, yang berimbas buruk pada nasib kaum buruh.
Upah bukan Living Cost Terendah
Problem buruh tidak akan selesai sepanjang model kepemimpinan memakai sistem yang berasal dari hasil pikir manusia yang lemah. Sedangkan dalam sistem pemerintahan Islam yang tegak hingga 13 abad lebih, tidak pernah terjadi. Sebab, pemimpinnya bertanggungjawab langsung atas amanah mengurus rakyat kepada Allah Swt.
Takwa menjadi asas dalam kepemimpinannya.
Mensejahterakan rakyat adalah salah satu tujuannya menjadi pemimpin, bukan hanya memastikan rakyatnya hidup sejahtera di dunia, namun juga hingga akhirat.
Seperangkat aturan yang terpancar dari sistem Islam ini meliputi seluruh aspek kehidupan. Dari masalah ekonomi, sosial, politik, pemerintahan, hukuman dan keamanan, pun termasuk didalamnya adalah problem ketenagakerjaan.
Islam menentukan upah buruh menggunakan standar kemanfaatan seberapa besar tenaga buruh yang diberikan, bukan living cost terendah. Upah diberikan atas kesepakatan antara pekerja dan majikan. Karena itu, tidak akan terjadi eksploitasi tenaga buruh.
Sedangkan dalam soal menyediakan lapangan pekerjaan, jaminan kesejahteraan pekerja dan seluruh komponen masyarakat, peluang membuka usaha, keamanan pekerja, mudahnya mengakses kebutuhan publik, merupakan kewajiban negara.
Jika terjadi sengketa antara buruh dan pengusaha soal upah, maka keduanya menunjuk ahli untuk menentukan upah yang sepadan. Namun, jika tetap tak ditemui kesepakatan, negara kemudian memilihkan ahli atau pakar yang bisa membuat keduanya ridha atas besaran upah.
Maka, tidak akan ada penentuan batas UMR (upah minimum regional) oleh negara. Sebab, ini sama dengan menentukan harga, yang dalam sistem ini tidak diperbolehkan.
Oleh sebab itu, hanya sistem Islamlah yang mampu menyelesaikan problem dasar perburuhan, juga solusi bagi seluruh problem rakyat bahkan, kehidupan. Wallahu a’lam.
Views: 155
Comment here