Opini

Seremonial Belaka, Negara Gagal Menyejahterakan Lansia

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Muzaidah (Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi.com– Di dalam kehidupan, orang tua menjadi satu harta yang paling berharga dan tidak bisa digadaikan dengan cara apa pun, bahkan berbakti kepadanya adalah suatu kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan. Sampai-sampai Allah menjanjikan surga kepada anak yang berbakti dan ikhlas merawat orang tua selama hidupnya.

Namun, di zaman ini, bentuk kasih sayang terhadap lansia atau orang tua sekadar ditampakkan melalui seremonial saja. Misalnya, memperingati hari lansia di seluruh dunia, berharap mereka bisa sejahtera dan mendapatkan kehidupan yang layak. Sangat disayangkan sebatas khayalan yang tidak bisa diwujudkan. Kata sejahtera yang katanya akan dijamin oleh negara tidak didistribusikan secara adil dan merata, hanya menandakan negara gagal dalam menjalankan peran.

Kemunculan Hari Lansia

Hadirnya peringatan lansia atau biasa yang disebut HLI (Hari Lansia Internasional) bermula dari gerakan Vienna International Plan of Action on Ageing di Austria. Kemudian diambil oleh Majelis Dunia dan disahkan PBB dan ditetapkannya HLI Pada 1 Oktober 1990. (detiknews.com, 01/06/2021).

Kelahiran HLI dianggap PBB sebagai bentuk kepedulian terhadap lansia karena International Telecommunication Union (ITU) melaporkan, bahwa perempuan dan lansia tidak mendapatkan keadilan dalam dunia RI 4. 0., ketika semua kehidupan berpangku pada teknologi, sedangkan mereka ketinggalan. Akhirnya PBB membuat HLI untuk membantu lansia yang mengalami kesulitan dari ketidakberdayaan.

Lain halnya dengan Indonesia yang membuat keputusan untuk memperingati Hari Lansia jatuh pada 29 Mei. Keputusan diambil berdasarkan UU 13/1998 tentang Kesejahteraan Lansia. Adanya Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) berawal karena sebagai bentuk penghormatan kepada Dr. KRT Radjiman Wediodiningrat yang memimpin sidang pertama BPUPKI yang saat itu beliau sudah berusia lanjut.

Lansia Belum Sejahtera

Di sisi lain, era kapitalisme menutupi kenyataan yang terjadi sebab betapa banyak jumlah lansia di Indonesia yang terpopulasi sebagai penduduk miskin atau yang belum disejahterakan oleh negara. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, terdapat 29,3 juta penduduk lansia (10,82% total populasi) dan mereka tinggal di rumah sendiri dengan ekonomi yang pas-pasan atau minim.

Hal ini terbukti di Tasikmalaya, setidaknya ada 28.000 lansia yang hidup sendiri. Disebabkan beberapa hal, ada yang sudah tidak punya keluarga, ada pula yang ditinggalkan oleh anaknya. Bukan terjadi di Tasikmalaya saja, tetapi hal ini terjadi di berbagai wilayah. (kompas.com, 29/05/2022).

Sudah 32 tahun lamanya HLI ditetapkan, nyatanya tidak membuat para lansia sejahtera, malahan makin terpuruk. Menunjukkan sebagai pemimpin tidak mampu menyejahterakan rakyat termasuk lansia. Banyak di antara mereka tidak mampu mengurus diri dan untuk membiayai atau memenuhi kebutuhan hidup pun tidak bisa dilakukannya.

Berharap agar pemimpin dan pejabat setempat sadar bahwa masalah lansia tidak akan pernah tuntas dengan hanya memberikan bantuan, sangat tidak cukup, seperti yang dilakukan Ibu Mensos Risma ketika berkunjung ke Tasikmalaya. Beliau memberikan dana sebesar Rp26,9 Triliun, tetapi mengapa tidak disalurkan secara merata di provinsi lain? Apakah tidak berhak mendapatkan atau tidak cukup pendanaan?

Padahal, sudah menjadi kewajiban pemimpin dalam menangani para lansia yang terlantar, bukan suatu beban bagi negara apalagi disebut aib, karena mereka berhak dan butuh perhatian khusus dari negara sampailah ia meninggal dunia jika ternyata sanak saudara atau anaknya tidak lagi memedulikan kondisi kehidupannya, dan inilah gambaran kekuasaan kapitalistik, selalu mencla-mencle dari berbagai kebijakan yang ada dan tidak solusif mengatasi berbagai persoalan.

Penanganan dalam Islam

Pemimpin yang benar-benar bertanggung jawab selalu hadir dalam kehidupan semasa kepemimpinan Islam. Rakyat dari berbagai kalangan mendapatkan kemakmuran dan kesejahteraan. Termasuk para lansia yang juga akan mendapatkan pelayanan istimewa oleh negara, ketaatannya berjalan dengan baik jauh sebelum ia tua renta bahkan, anak-anaknya dibekali ketakwaan secara sempurna melalui jalur pendidikan yang berbasis akidah Islam.

Khalifah (pemimpin) yang mengikuti hukum syarak, akan meniadakan segala isme baik sekularisme yang kental dengan pemisahan ketakwaan dalam kehidupan sehingga anak-anak tidak adalah lagi yang menjadi pembangkang dan tidak tega meninggalkan kedua orang tua yang sudah berusia lanjut. Dengan demikian, setiap anak akan paham bahwa berbakti dan menyayangi orang tua adalah hal terindah, Allah sangat rida atas segala aktivitasnya dan mendapatkan pahala jariyah.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (TQS. Al-Isra’ [17]: 23).

Ayat tersebut menunjukkan kepada kita sebagai anak bahwa, wajib berbakti dan bersikap baik pada orang tua. Apalagi ketika sudah lanjut usia, maka merawatnya adalah kewajiban tidak bisa ditinggalkan. Hingga Rasulullah Saw. bersabda, “Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk surga.” (HR. Muslim).

Oleh karena itu, masihkah tidak yakin dengan solusi Islam yang mampu memberikan keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan secara merata bukan hanya sebatas seremonial atau retorika saja, termasuklah kepada para lansia? Untuk itu, segera sadarlah, bahwa orang tua mendapatkan kehormatan dan dihormati oleh anak-anaknya ketika Islam dipakai sebagai solusi kehidupan hingga surga pun bisa didapatkan.

Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here