wacana-edukasi.com–Menjadi ibu adalah momen membahagiakan bagi sebuah keluarga. Namun, pada kondisi serba sulit seperti sekarang ini, tantangan yang dihadapi sedemikian banyak dan berat. Dalam aspek ekonomi yang kurang, memaksa para ibu untuk keluar dari rumah-rumah mereka, mengorbankan waktu bersama anak untuk mencari pemasukan tambahan. Bahkan mengambil jalan pintas berhutang, untuk memenuhi kebutuhan harian. Namun naas bagi seorang ibu rumah tangga di Kabupaten Gresik, Jawa Timur nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri lantaran terlilit utang (www.tvonenews.com, 27/07/2022). Belum lagi pertengkaran dalam rumah tangga menjadi konsumsi harian lantaran dipicu masalah ekonomi. Tengoklah kasus pertengkaran pasutri di Jawa Timur yang berujung tewasnya istri tersebab korban sempat menyebut, rumah tangganya pincang karena penghasilan suaminya lebih kecil (banjarmasin.tribunnews.com, 27/06/2022).
Ibu yang stres terkait pekerjaan, keluarga, pasangan, rapuhnya diri secara emosional kurangnya bantuan dalam menangani masalah pengasuhan, terdeteksi sebagai faktor risiko untuk tindakan kekerasan yang parah terhadap anak sendiri. Dilansir dari www.suara.com (30/06/2022), seorang ibu di NTB gigit pipi dan lengan putrinya berusia tiga bulan hingga meninggal. Selain itu, di Kecamatan Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur seorang bayi berusia lima bulan berinisial AD, tega dianiaya oleh ibunya sendiri (kompas.com, 27/6/2022), dan masih banyak lagi kengerian lainnya yang sungguh telah mengoyak nurani saya sebagai seorang ibu.
Tidak hanya itu, rumah tangga yang jauh dari kesakinahan, membuat peran orang tua berjalan timpang. Relasi ayah dan anak menjadi samar, sementara itu ibu berjuang sendirian. Tidak ada Support System. Belum lagi sindiran sosial kepada para ibu karena tidak berkontribusi secara materi terhadap keluarga. Semua telunjuk seakan terarah kepadanya, ketika pertumbuhan dan perkembangan anak tak sesuai harapan. Ia dicap sebagai ibu yang gagal. Semua seolah menjadi tanggung jawabnya. Rasa jenuh, repot, capek, lelah, menghampiri ibu yang rapuh. Menjadikan fitrah keibuannya seolah tercabut. Fitrah ibu yang lembut, sebagai sumber kasih sayang telah hilang melenyapkan akal nurani sebagai manusia.
Motif ekonomi dan permasalahan rumah tangga memang menjadi penyebab munculnya stres yang mendominasi para ibu. Hingga kini, hal ini seolah menjadi fenomena yang siap meluluhlantakkan bangunan keluarga. Ini adalah gejala masyarakat dalam sistem kapitalisme sekuler. Ekonomi kapitalistik yang membuat kesejahteraan menjauh dari kehidupan umat. Membelenggu masyarakat, membuat kehidupan menjadi serba sempit. Berbagai krisis terus mewarnai kehidupan. Para suami, tak sedikit dari mereka sulit mendapatkan pekerjaan. Kalaupun mereka bekerja, penghasilannya tidak mencukupi biaya kebutuhan hidup sehari hari yang terus melambung akibat kebijakan ekonomi yang pro pemilik modal dan liberalisasi pasar. Mau tidak mau, kaum ibu ikut memanggul beban ekonomi. Fokus perhatian menjadi terbelah, menyebabkan ia tak bisa perperan optimal dalam menjalankan tugasnya mengasuh dan mendidik anak. Sementara sekularisme meminggirkan peran agama, paham inilah yang menyebabkan seorang ibu jauh dari agamanya. Keimanan memudar serta ketakwaan yang tidak bersemayam dalam diri adalah faktor terbesar penyebab sang ibu mudah terguncang.
Duhai ibu bagaimanakah kabar kalian hari Ini? Adakah lelah mendera? Sedih hingga tak mampu berkata? Beban yang makin terasa berat untuk dipikul? Duhai ibu mari kita sama-sama mengukuhkan iman kita di tengah sistem kehidupan sekuler kapitalistik yang tengah mendera, dengan penghidupan yang serba sempit dan sulit. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya harus senantiasa kita jaga. Berdoa selalu minta bantuan Allah Swt. agar diberikan kemudahan dalam menjalankan aktivitas sebagai ibu dan istri.
Meyakini bahwa Allah senantiasa menolong dan memberikan jalan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, dan tidak akan pernah menzalimi mereka. Keimanan dan keyakinan semacam ini yang akan menjadikan keluarga muslim senantiasa optimis dalam kehidupan, punya harapan besar, bersabar dalam menghadapi musibah dan rintangan serta tak mudah menyerah kepada keadaan. Kita memang harus terus belajar menyambut setiap kenikmatan yang datang sekecil apa pun. Mensyukuri setiap nikmat dan momen baik yang hadir dalam rumah tangga, akan menjadikan hati kita terasa lapang. Walaupun memang bukan perkara yang mudah, tetapi insyaallah kita bisa mengikhtiarkannya. Semoga Allah selalu memberikan kemudahan untuk para ibu dalam merealisasikan perannya sebagai Ummu wa Rabbatul Bait.
Yasyirah, S.P
Views: 89
Comment here