Opini

Potret Muslim di Anak Benua

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Aina Syahidah

wacana-edukasi.com– Rezim pemerintahan Narendra Modi di India, kembali menjadi sorotan dunia pasca syahidnya 2 pemuda dalam bentrok antara muslim dan umat Hindu di Utar Paradesh salah satu negara bagian di sana.

Sejumlah masamenggelar aksi dengan turun ke jalan-jalan kota untuk menyampaikan aspirasi mereka terhadap ucapan jubir partai Pemerintah Nupur Sharma yang telah merendahkan Nabi Muhammad saw.

Sayangnya, tindakan yang sebetulnya sah-sah saja di dalam konsep kehidupan bernegara di dalam sistem Demokrasi, justru disambut dengan gemuruh perlawanan dari umat Hindu garis keras di wilayah tersebut. Tak pelak, ketegangan di antara kedua kelompok ini pun tak terelekan. Huru-hara besar kembali terjadi. Tak hanya mensyahidkan dua pemuda muslim. Rumah seorang aktivis muslimah juga digusur oleh pendukung masa yang pro pemerintah (www.trtworld.com, 13/06/2022).

Sungguh, ini tindakan yang cukup menggelikan bagi negara tersebut. Betapa tidak, India merupakan negara dengan Demokrasi terbesarnya. Harusnya, India lebih membuka diri dengan isu-isu atau narasi kebebasan utamanya kebebasan beragama dan mengeluarkan pendapat. Sebab, bukankah memang sistem demokrasi ini kental dengan narasi kebebasan?

Di India, juga bukan kali pertama umat Islam didiskriminasi. Di bawah rezim Modi, para pendukungnya kian bersyahwat kepada umat muslim yang diklaimnya sebagai kelompok minoritas di negara tersebut. Nasib umat pun kian memprihatinkan. Buntut dari setiap ketegangan yang terjadi, tak hanya merusak toko dan tempat tinggal dari warga muslim bahkan sampai kehilangan nyawa dan kehormatan.

Simbol Islamofobia

Apa yang terjadi di negeri anak benua menunjukkan kepada kita bahwa negara tersebut tengah dilanda penyakit Islamofobia akut. Betapa tidak, pendukung Modi tampak kian bernafsu untuk menghapus muslim dari negara tersebut dengan alasan-alasan yang tidak related dengan fakta yang sebenarnya ada. Misal, tuduhan Islam itu radikal karena cinta jihad, kerap menyulut perang, teroris hingga lain sebagainya.

Hal ini sebetulnya sebuah fakta yang tak hanya kita jumpai di negeri anak benua saja. Di negeri- negeri lainnga pun sama. Seiring dengan meningkatkan program Barat untuk membasmi Islam radikal/fundamental ala mereka.

Inilah sebenarnya hasil dari sistem sekuler Demokrasi. Narasi kebebasan memang diberi ruang tapi ia nyaris kehilangan kendali hingga tak sadar jika mereka sejatinya sedang atau bahkan telah mengkhianati sistem itu sendiri. Sebagaimana ungkapan seorang pembesarnya bahwa kelak Demokrasi akan berubah menjadi tirani dan itu akibat perbuatan para elitnya sendiri. Maka tak ayal bila ujung semua kebijakannya bak buah simalakama. Mengharap kebaikan dan tercapainya kesetaraan hidup dalam perbedaan, yang ada malah permusuhan yang tiada berkesudahan.

Senada dengan itu, menurut pengamat politik Universitas Brown, Bhanu Joshi, menyatakan kepada BBC  bahwa kerusuhan massa anti-Islam di India sendiri “disokong” polisi atau polisi mendiamkan tindakan massa sehingga kejadian yang lebih parah terjadi (Histori.id, 27/02/2020).

Sejarah Konflik Hindu- Muslim

Apabila kita hendak menilik jauh ke belakang. Konflik abadi antara Muslim dan Hindu ini menurut Marc Gaborieua dalam tulisannya yang dimuat di Violent Internal Conflicts in Asia Pacific, “Hindu-Muslim Conflict in India in a Historical Perspective”, kebijakan kolonial Inggris sejak abad ke-19 dimana ini telah menyumbang banyak bibit konflik kedua kelompok ini sampai hari ini. Satu diantaranya akibatnya, pemisahan India-Pakistan pada 1947. Sementara, di era dewasa ini, konflik-konflik semakin subur oleh karena Islamofobia lewat sejumlah aksi teror yang kerap membawa identitas Islam (Histori.id, 27/02/2020).

Tak pelak, bila umat India yang sudah lemah miskin, dan terbelakang semakin terjerembap ke dalam jurang kenistaan. Nasib mereka ada dalam bayang- bayang pendukung fanatik Narendra Modi.

Inilah derita umat yang hidup tanpa institusi. Nasib mereka bak biduk yang terombang- ambing di lautan lepas. Tak ada daratan untuk berlabuh. Sedang badai ganas silih berganti datang mengadang.

Berbeda kala Islam masih menjadi naungan. Jangankan untuk dua kelompok entitas yang berbeda suku dan agama. Bahkan di zaman Rasulullah saw puluhan suku dengan beragam kepercayaan hidup rukun di Madinah Almunawarah. Nyawa, darah, dan harta mereka dijamin keselamatannya oleh negara.

Di negeri Anak Benua, harusnya umat di sana dapat belajar dari sejarah negeri mereka di masa lalu kala tanah itu hidup di bawah sanjak Islam yang mulia. Dilansir dari lama media Trtworld, banyak tempat suci umat Hindu dibangun di masa India masih di bawah kepemimpinan para Sultan yang agung. Satu diantaranya di masa Sultan Jalaluddin Muhammad Akbar. Tak hanya memfasilitasi umat Hindu untuk mendirikan tempat ibadah, perawatan kuil juga menjadi tanggungjawab sang Sultan. Artinya apa? Di masa India hidup di bawah pengaruh Islam kedua umat yang hari ini tiada henti berseteru hidup rukun satu sama lain. Saat itu bahkan Umat Hindu mendapatkan hak-hak mereka sebagai warga negara.

Tak ada istilah penghancuran rumah ibadah atau melarang sekelompok umat untuk beribadah. Di bawah pengaturan Islam mereka justru menemukan ruang kebebaaan beribadah bahkan darah dan harta mereka dilindungi oleh negara di bawah hukum Islam yang mulia. Periodisasi permusuhan keduanya justru tumbuh kala kolonialis Inggris menginjakkan kaki di tanah tersebut. Ya, demi untuk mengokohkan pengaruhnya, Inggris menyulut api permusuhan di antara kedua kelompok yang sudah hidup berdampingan sejak puluhan bahkan ratusan tahun lamanya itu. Dan hari ini kala Barat yang sebagai pemegang sekaligus mengendalikan tatanan peradaban dunia dengan hasrat kapitalisnya yang kian membuncah, cara jitu masa lalu itu terus dirawat. Bahkan semakin subur dengan hadirnya narasi sesat bernama Islamofobia.

Tak ada yang lebih baik pengaturan dan perlindungannya atas umat selain Islam yang mulia ini. Segala Hukum yang terpancar di dalamnya tak hanya mengatur satu entitas kelompok saja (Islam) tetapi juga mampu mengayomi umat lainnya. Sementara sistem sekuler hari ini, ia hanya merawat luka dan permusuhan yang tiada berkesudahan.
Wallahu’alam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here