Opini

Islam Mengembalikan Senyum Rakyat yang Hilang

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Novianti

wacana-edukasi.com– Sejak harga Pertamax naik, konsumen migrasi besar-besaran ke Pertalite subsidi. Pilihan wajar di tengah kenaikan berbagai harga komoditi yang mengharuskan masyarakat melakukan penghematan, diantaranya dengan mengurangi pengeluaran bahan bakar.

Tapi pemerintah selalu memiliki cara kreatif untuk menarik keuntungan dari rakyat. Sejak 1 Juli 2022, yang bisa membeli BBM jenis Pertalite dan solar subsidi adalah yang sudah mendaftar ke website MyPertamina atau aplikasi MyPertamina. (detik.com, 04/07/2022)

Meski tujuan kebijakan untuk membatasi pengguna mobil membeli harga BBM bersubsidi, tetapi belum semua masyarakat memiliki dan bisa mengakses aplikasi. Sementara pakar ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menyebutkan kebijakan ini tidak akan efektif. Rakyat di daerah berpotensi tidak memperoleh subsidi lantaran tidak bisa mengunakan aplikasi tersebut. (bisnis.tempo.co, 29/06/2022)

APBN Cekak, Rakyat jadi Korban

Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, bahwa konsumsi Pertalite banyak dinikmati oleh masyarakat mampu. Kepala badan tersebut, Febrio Nathan Kacaribu berharap dengan aturan baru, penyaluran BBM bersubsidi bisa lebih tepat sasaran. (cnbcindonesia.co, 30/06/2022)

Anggaran subsidi BBM memang terus membengkak. Tahun ini, pemerintah harus menggelontorkan dana Rp502 triliun untuk subsidi BBM. Sementara itu, Menkeu mengatakan bahwa APBN 2022 mengalami defisit hingga Rp840,2 triliun.

Selama ini Indonesia mengandalkan hutang untuk membiayai operasional dan proyek-proyek negara. Nominal hutang hingga sekarang mencapai Rp7040,32 triliun. Pendapatan APBN tahun 2022 diperkirakan sebesarRp 2266,2 triliun. Sedangkan tahun ini pemerintah juga harus membayar bunga Rp407 triliun.

Pemerintah selalu beralasan bahwa hutang Indonesia masih aman. Faktanya APBN negara kita sudah bermasalah sejak lama. Tetapi mengherankan, pemerintah masih ngotot untuk melaksanakan proyek mercusuar seperti IKN yang justru makin menambah berat APBN. Proyek tersebut sarat berbagai kepentingan dan hanya menguntungkan para oligarki. Sementara anggaran untuk kepentingan rakyat banyak dikurangi.

APBN Indonesia menjadi sangat rentan dengan pemasukannya lebih banyak mengandalkan pajak dari rakyat. Tak heran, rakyat terus menerus dipalak pajak yang makin mencekik. Sedangkan para pejabatnya bermewah-mewah, belum lagi mega korupsi makin menggurita tapi tidak pernah ditindak tegas.

Meski negara ini hidup dari saweran rakyat tetapi negara memandang rakyat sebagai beban. Rakyat dipaksa hidup mandiri untuk menyelesaikan berbagai persoalan dan memenuhi kebutuhannya. Bantuan-bantuan sosial selalu dihadapkan pada persoalan klasik seperti tidak semua yang berhak memperoleh bantuan terlayani, data tidak akurat, belum lagi potensi korupsi terhadap dana bantuan tersebut seperti yang sudah terjadi.

Sistem Kapitalis, Akar Masalahnya

Akar masalah dari kondisi hari ini adalah penerapan sistem kapitalis dimana penguasa hanya berperan sebagai regulator bukan untuk melayani rakyat. Dalam pandangan kapitalis, rakyat harus memberi keuntungan, adapun layanan yang diberikan harus dengan kompensasi. Tidak ada layanan gratis kecuali dibayar dengan uang.

Pemerintah menyerahkan urusan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat kepada pihak swasta atau pemilik modal. Tentunya ini menjadi tawaran yang menggiurkan bagi pihak swasta yang selalu berorientasi mendapatkan keuntungan. Semisal listrik dan BBM, dua kebutuhan dasar yang dibutuhkan. Ketika pihak swasta menjualnya, rakyat pasti membelinya.

Tidak hanya itu, sumber daya alam juga jadi incaran, dieksploitasi untuk meraup keuntungan. Sedangkan kerusakan alam yang menimbulkan berbagai bencana seperti longsor, banjir, air yang tercemar, menghantui masyarakat setempat. Rakyat ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, sudah diperas pajak dibiarkan sengsara pula.

Sistem demokrasi yang digadang-gadang menuhankan rakyat, pada prakteknya memanfaatkan rakyat demi kepentingan penguasa dan pemilik modal. Protes rakyat sebagai bentuk kekecewaan terhadap praktek tata kelola negara yang seenaknya tidak pernah didengarkan. Sebagai dampaknya, berbagai kerusakan terjadi dimana-mana baik kerusakan alam maupun moral. Yang jelas, masyarakat menjadi pihak yang paling sangat dirugikan.

Solusi Islam

Idiologi kapitalisme melahirkan konsep yang bersumber dari akal manusia. Idiologi ini hanya memiliki aturan untuk mengatur hubungan antar manusia atau muamalah. Hubungan manusia dengan tuhan dan dengan dirinya sendiri diserahkan kepada masing-masing individu. Karenanya, dalam sistem kapitalisme, setiap orang dibebaskan untuk memeluk agama apa saja bahkan ateis sekalipun.

Tentunya, sebagai sebuah idiologi buatan manusia pasti cacat. Secerdas apapun akal manusia tetap terbatas, tidak bisa menjangkau hal-hal seperti masa lalu dan masa depan. Karenanya tabiat aturan dalam sistem kapitalisme, selalu berubah mengikuti perkembangan zaman.

Sementara Islam sebuah ideologi yang datang dari Allah SWT yang Maha Sempurna telah menurunkan Al Quran. Kitab yang di dalamnya terkandung sistem kehidupan lengkap yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia termasuk dalam tata kelola negara.

Islam memiliki aturan yang disebut Syariat Islam, dimana antara satu aturan dengan yang lainnya saling terkait. Karenanya, persoalan seperti kenaikan BBM, berkurangnya subsidi, defisit APBN, bisa diselesaikan oleh Islam dengan syarat penerapannya harus menyeluruh atau kaffah.

Melalui sistem kenegaraan yang bernama Khilafah dan dipimpin kepala negara yang disebut khalifah, negara menyelesaikan seluruh persoalan dengan merujuk pada wahyu Allah SWT. Tugas khalifah adalah melayani rakyat yang menjalankan amanah didorong atas dasar ketakwaan.

Sumber daya alam adalah milik rakyat yang dikelola negara dan dikembalikan kepada rakyat. Rakyat berhak untuk memperoleh BBM, listrik, gas secara gratis dan berlaku bagi orang kaya maupun miskin. Pengelolaan SDA menggunakan dana yang berasal dari Baitul Mal. Pemasukan Baitul Mal tidak boleh mengandalkan sektor pajak bahkan sedapat mungkin rakyat tidak dipungut pajak.

Baitul Mal memiliki setidaknya tiga pemasukan. Pertama, berasal dari kepemilikan individu, seperti sedekah, hibah, dan zakat. Kedua, dari kepemilikan umum seperti minyak bumi, gas, batubara, barang tambang. Ketiga, bersumber dari kepemilikan negara, seperti: jizyah, kharaj, ghanimah, fa’i, ‘usyur. Semuanya dilandaskan pada ketentuan Syariat Islam.

Khalifah yang mengatur pengeluaran berikut besaran dana untuk masing-masing pos. Pengalokasian harus berprinsip pada kemaslahatan dan keadilan bagi seluruh rakyat. Harta tidak boleh berputar hanya pada kalangan orang-orang kaya sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al Hasyr ayat 7.

Kepemilikan umum tidak boleh diberikan kepada pihak swasta seperti halnya dalam sistem kapitalis. Negara akan benar-benar melindungi kepemilikan umum karena jika dikelola pihak swasta, keuntungan hanya dinikmati segelintir orang yang berpotensi memperkaya kelompok minoritas tersebut.

Demikianlah gambaran solusi Islam dalam menyelesaikan persoalan subsidi saat ini. Tinggal dikembalikan kepada rakyat Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim, mau menerapkannya atau tidak. Kurang bukti apa lagi untuk menunjukkan bahwa sistem kaptalisme sudah layak ditinggalkan. Terapkan Syariat Islam, tidak ditunda. Hanya Syariat Islam yang bisa mengembalikan senyum di wajah rakyat yang sudah sekian lama hilang akibat himpitan beban ekonomi yang terus mendera.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here