Oleh Suryani
Pegiat Literasi
wacana-edukasi.com– “Sudah jatuh tertimpa tangga”. Itulah peribahasa yang tepat untuk disematkan kepada rakyat saat ini. Bagaimana tidak, secara serempak semua harga kebutuhan pokok merangkak naik, membuat emak-emak pusing tujuh keliling. Kerumitan pun bertambah dengan munculnya kebijakan penggunaan aplikasi saat membeli BBM bersubsidi dan minyak goreng curah. Sayangnya aplikasi tersebut hanya bisa diakses oleh telepon pintar.
Menanggapi kebijakan ini, banyak masyarakat yang tidak setuju, salah satunya Yaya Saepudin salah seorang sopir angkot jurusan cileunyi cicaheum. Ia menyatakan bahwa tidak semua sopir angkot memiliki HP. Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang tidak mampu membeli kuota sekalipun memiliki HP android atau sejenisnya. Minimnya penumpang telah cukup membuat kesulitan bagi para sopir malah ditambah lagi. (AYOBANDUNG.com, Kamis 30 Juni 2022)
Sebuah kebijakan seharusnya dipertimbangkan antara kebaikan dan keburukannya. Kalau pada akhirnya hanya menyulitkan masyarakat sebaiknya mencari alternatif lain, jangan sampai masyarakat kecil selalu menjadi korban. Jika alasannya agar tepat sasaran, justru yang pertamakali kesulitan adalah rakyat kecil. Maka wajar ada yang berpendapat, “tepat sasaran” hanyalah alasan yang dibuat-buat, karena tujuan sebenarnya adalah pembatasan. Selanjutnya akibat dibatasi masyarakat didorong untuk membeli BBM non subsidi yang lebih mahal harganya.
Ungkapan yang tepat bagi sikap pemerintah ketika melayani kebutuhan rakyatnya adalah “jika bisa dipersulit mengapa harus dibuat mudah?”. Bertolak belakang dengan sikap pemerintah terhadap para investor, berbagai kemudahan akan ditawarkan. Padahal sejatinya pemerintah adalah pemimpin bagi seluruh rakyatnya tanpa dibeda-bedakan. Pemimpin itu ada, semata-mata untuk mengurusi rakyatnya, bukan membebaninya.
Demokrasi yang diagung-agungkan dengan semboyan dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat nyatanya jauh panggang dari api. Suara rakyat nyaris habis meneriakkan tuntutannya atas hak-haknya, yang didapat hanyalah pepesan kosong. Contoh sebelumnya, pemerintah tetap ngotot mengesahkan UU Omnibus law di kala sebagian besar rakyat menolaknya karena merugikan mereka.
Inilah fakta kehidupan dalam sistem kapitalisme. Untung rugi selalu menjadi tolok ukur setiap kebijakan. Tak peduli menyusahkan rakyat, yang penting jangan merugikan. Subsidi dipandang beban, oleh karena itu harus terus dikurangi dan dibatasi. Seolah-olah Allah Swt. melimpahkan kekayaan alam ini hanya bagi penguasa dan pengusaha. Rakyat harus membayar mahal untuk memperolehnya.
Keberpihakan penguasa kepada rakyat hanya ada ketika butuh suaranya. Setelah terpilih, perhatian utama hanyalah kepada pengusaha bukan rakyat. Sederet janji kampanye dengan mudahnya dilanggar tanpa beban.
Hal ini jelas berbeda dengan Islam, penguasa dalam pandangan Islam adalah pelayan rakyat. Mereka tak akan membiarkan warganya kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, apalagi mempersulit rakyat dengan birokrasi yang ribet.
BBM dalam pandangan Islam termasuk ke dalam kepemilikan umum atau milik rakyat. Sedangkan pengelolaannya dibebankan kepada negara dan hasilnya harus dikembalikan kepada masyarakat umum. Kalaulah harus membeli tentu dengan harga yang murah, yaitu hanya untuk menutupi biaya produksi saja. Konsep seperti ini tidak akan ditemukan dalam sistem kapitalisme sekular.
Selain itu seorang penguasa tidak dibenarkan mempersulit rakyatnya dengan alasan apapun, apalagi untuk menipu atau membohonginya, karena akan terancam oleh doa Rasulullah saw. yang berbunyi:
“Ya Allah siapa saja penguasa yang diamanahi mengurusi perkara umatku, lalu ia menyulitkan mereka, maka persulitkanla h ia. Dan barangsiapa mengurusi perkara umatku, lalu ia memudahkannya, maka permudahkanlah ia.” (HR Muslim)
Penguasa dalam Islam akan senantiasa memastikan kebutuhan pokok semisal migor, juga BBM tercukupi stok persediaannya dan mudah diakses oleh seluruh warganya.
Adapun terkait birokrasi, prosesnya haruslah dipermudah disertai dengan distribusi yang merata keseluruh pelosok negeri.
Struktur administrasi dalam Islam tegak atas 3 prinsip yaitu: pertama, birokrasi yang mudah (efektif dan efisien), tidak berbelit-belit dan bertele-tele. Kedua, cepat dalam penanganan, dan yang ketiga, kemampuan dan kapabilitas orang-orang yang melayani urusan-urusan rakyat.
Dengan tiga prinsip ini rakyat akan mendapat layanan sebaik mungkin, tidak kesulitan memperoleh haknya. Kebutuhan pokok terpenuhi dengan baik, sehingga kesejahteraan terwujud merata.
Penguasa tidak akan hitung-hitungan dengan rakyatnya, segala hak masyarakat ditunaikan karena penguasa dalam Islam adalah orang yang bertakwa, dan mempunyai keyakinan bahwa amanah kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.
Maka dari itu tidak ada pilihan lain kecuali dengan kembali kepada sistem Islam. Namun harus ada kesungguhan untuk mewujudkannya. Dengan cara terus menerus memahamkan umat tentang Islam kafah dan kewajiban untuk menerapkannya dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara.
Wallahu alam bi-ash sawwab
Views: 3
Comment here