Ketahanan Pangan Terwujud Dalam Sistem Islam
Oleh: Umm Faqih (Relawan Opini Andoolo)
Pada pertengahan Juli lalu, Pj Bupati Buton Tengah, Muh Yusup fokus meningkatkan ketahanan pangan melalui program-program unggulan seperti meyiapkan lahan untuk ditanami berbagai jenis tanaman yang bernilai jual tinggi. Program ini bekerja sama dengan Inspektur Jendral (Irjen) Kementrian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia.
Muh Yusup menjelaskan pemerintah kabupaten teteh meyiapkan dua hektar lahan untuk diolah mejadi lahan yang mengahasilkan tumbuhan yang bernilai tinggi guna meningkatkan ketahan pangan di wilayah Buton Tengah. “Ada dua hektar lahan yang tersedia dengan tujuan bagaimana membuat daerah kita menjadi lumbung pangan di Sulawesi Tenggara khususnya di Kabupaten Buton Tengah,” ungkapnya, Senin (18/7/2022). Ia menambahkan, hal ini merupakan upaya pemerintah daerah dalam pemulihan ekonomi nasional, prioritas yang akan ditanam di lahan dua hektar itu adalah jagung, salak dan alpukat, telisik.id (18/07/2022).
Tentu program seperti ini layak mendapat apresiasi karena ada perhatian dari pemerintah daerah untuk ketahanan pangan masyarakat setempat. Meski demikian, apakah program ini akan benar-benar berjalan? Apakah sesuai dengan kebutuhan pangan daerah setempat dan nasional?
Asumsi peningkatan populasi penduduk dunia dianggap berpengaruh terhadap ketahanan pangan, mulai berkurangnya lahan, karena dialihfungsikan menjadi pemukiman, juga perbandingan peningkatan jumlah penduduk yang pesat dan produksi pangan yang stagnan.
Namun pada faktanya tidak demikian, peningkatan populasi penduduk dunia sesungguhnya tidak lebih besar dari peningkatan produksi dunia. Sejak akhir Perang Dunia pertama populasi penduduk dunia telah bertambah dua kali lipat, sementara produksi pangan dunia meningkat tiga kali lipat. Ini menunjukkan bahwa sesungguhnya dunia mampu memberi makan bagi semua penghuninya. Krisis harga pangan yang terjadi saat ini bukan disebabkan oleh kekurangan bahan pangan, melainkan karena distribusi yang rusak. Rusaknya distribusi inilah yang menjadi faktor utama penyebab terjadinya berbagai permasalahan ekonomi, termasuk krisis pangan yang melanda dunia saat ini. Rusaknya distribusi ini adalah dampak logis dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme secara global.
Di dalam negeri dampak krisis pangan sudah terasa dengan naiknya harga kebutuhan pokok seperti beras, gula, minyak goreng dan lain sebagainya. Ironisnya, berbagai kebijakan pertanian dan pangan yang diambil oleh pemerintah semakin memperparah krisis pangan, terutama setelah Indonesia masuk pasar bebas. Pemerintah melakukan langkah privatisasi, liberalisasi, deregulasi terhadap produk pertanian dan pangan yang berakibat pada dikuasainya sektor pertanian dan pangan nasional oleh swasta dan asing.
Dengan sistem kebijakan dan praktek ini, Indonesia kini bergantung pada pasar internasional. Ketika terjadi gejolak di pasar internasional, kita langsung terkena dampaknya.
Krisis pangan yang terjadi semakin diperparah oleh para spekulan yang selama ini bermain di pasar uang, valas dan modal ternyata berspekulasi juga di pasar komoditi melalui bursa berjangka komoditas. Dampaknya terlihat dengan terus meningkatnya harga-harga komoditi pokok. Padahal produksi dunia terus meningkat tajam yang seharusnya dapat menurunkan harga komoditi tersebut.
Untuk mengatasinya, jelas diperlukan suatu sistem alternatif yang mampu mengatasi krisis pangan sebagai akibat logis dari rusaknya sistem kapitalisme. Sistem alternatif tersebut haruslah mampu mengatasi rusaknya distribusi yang terjadi di sektor pertanian hingga distribusi hasil pertanian. Sistem alternatif itu juga harus mampu mencegah terjadinya kegiatan spekulatif yang dapat memicu gejolak pasar. Sistem alternatif itu adalah sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh negara Khilafah diyakini mampu mengatasi masalah krisis pangan. Sistem ekonomi Islam dengan politik pertaniannya sejak dari awal mampu mencegah terjadinya kerusakan distribusi di sektor produksi pertanian, sektor pengolahan hasil pertanian serta sektor perdagangan hasil pertanian.
Pada sektor produksi pertanian negara membuat kebijakan untuk menjamin ketersediaan pangan melalui program dengan menggunakan sarana produksi pertanian yang lebih baik seperti bibit unggul, pupuk dan obat-obatan serta menyebarluaskan teknik modern yang lebih efisien di kalangan petani. Juga menyediakan modal gratis bagi yang tidak mampu agar mereka dapat mengolah lahan yang dimilikinya. Negara juga mendorong masyarakat untuk menghidupkan tanah mati dengan jalan mengolahnya. Rasulullah saw. Bersabda:
“Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya”(HR al-Bukhari).
Negara juga akan memberikan tanah secara cuma cuma kepada orang yang mampu dan mau bertani namun tidak memiliki lahan pertanian atau memiliki lahan pertanian yang sempit. Hal itu ditunjukkan oleh kasus Bilal al-Muzni yang telah diberi tanah secara cuma-cuma oleh Rasulullah saw.
Pada sektor industri pertanian, negara hanya akan mendorong berkembangnya sektor real saja, sedangkan sektor non-real yang diharamkan tidak diberi kesempatan untuk berkembang. Kebijakan ini akan tercapai jika negara bersikap adil dengan tidak memberikan hak-hak istimewa dalam bentuk apapun kepada pihak-pihak tertentu, baik hal monopoli atau pemberian fasilitas khusus. Seluruh pelaku ekonomi akan diperlakukan secara sama. Negara hanya mengatur jenis komoditi dan sektor industri apa saja yang boleh atau tidak boleh dibuat. Selanjutnya, seleksi pasar akan berjalan seiring dengan berjalannya mekanisme pasar.
Kebijakan pada sektor perdagangan, negara harus melakukan berbagai kebijakan yang dapat menjamin terciptanya distribusi yang adil melalui mekanisme pasar yang transparan, tidak ada manipulasi, tidak ada intervensi yang dapat menyebabkan distorsi ekonomi serta tidak ada penimbunan yang dapat menyebabkan kesusahan bagi masyarakat. Wallahu ‘alam
Views: 40
Comment here