Opini

Perguruan Tinggi dalam Cengkraman Sekularisme dan Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Mita Octaviani S.Pd

wacana-edukasi.com– Orangtua mana yang tak bangga jika anaknya dapat merasakan pendidikan hingga tingkat PT (Perguruan Tinggi). Tak jarang, banyak dari orang tua rela untuk menjual harta benda nya demi memenuhi biaya Perguruan Tinggi, seperti menjual sawah, tanah, rumah, dan sebagainya. Orang tua rela memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya agar merasakan pendidikan tinggi yang layak.

Sering dijumpai pada masyarakat daerah, karakter orangtua yang berharap kelak anak keturunannya dapat mengangkat derajat keluarga agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari mereka sebagai orangtua. Ada pepatah kasih orangtua sepanjang masa, apapun dilakukan yang terbaik untuk anak-anaknya. Agar kelak anak-anaknya menjadi manusia yang berguna bagi dirinya, masyarakat dan negara.

Melihat kondisi perguruan tinggi hari ini, yang masih menjadikan tradisi turun temurun seperti kegiatan OSPEK yang diberlakukan ketika memasuki awal perguruan tinggi, dengan alasan untuk pembentukan mental para mahasiswa baru ataupun solidaritas sesama angkatan. Namun tak jarang berefek menambah beban pikiran, materi dan psikis mahasiswanya ketika di gembleng bukan dari segi keilmuwan, wawasan dan pengetahuannya. Akan tetapi cenderung ke mental dan fisik. Pihak Kampus seolah kecolongan dengan kegiatan-kegiatan yang kadang di luar nalar dilakukan oleh para mahasiswa senior. Contohnya ketika mahasiswa baru telat hadir dari waktu yang sudah ditentukan diminta untuk push up dll. Hingga yang paling mencengangkan adalah berita mahasiswa yang diminta meminum miras oleh senior-seniornya. Miris nya para calon mahasiswa baru seperti tak ada pilihan lain untuk menolak karena sering ditakut-takuti berdalih untuk nilai dan sertifikat ke depannya.

Contoh berulang seperti dikutip dari Makassar, CNN Indonesia- Mahasiswi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar meninggal dunia saat mengikuti kegiatan pengkaderan Senat Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa.
“Iya korban ada dua orang mahasiswa, satu meninggal dunia dan satu masih dalam perawatan,” kata Kapolsek Tinggimoncong, AKP Junaidi, Minggu (24/7).

Mahasiswi bernama Zhafira Azis (20) yang meninggal dunia itu sempat tak sadarkan diri saat acara masih berlangsung diri. Dia lalu dibawa ke puskesmas namun nyawanya tak selamat.
Kepolisian melakukan pemeriksaan kepada seluruh mahasiswa yang mengikuti kegiatan pengkaderan. Sejauh ini sudah ada tiga orang yang diperiksa, sementara beberapa lainnya belum memenuhi panggilan penyidik.
“Sementara kita periksa semua. Kita periksa panitianya dengan mahasiswa dan teman temannya. Mayatnya sudah dibawa ke RS Bhayangkara (visum dan autopsi),” kata Junaidi.

Kepolisian belum bisa memastikan penyebab seorang mahasiswi meninggal dunia tersebut. Diduga kuat akibat kelelahan.
“Jadi tidak ada kekerasan tanda tanda kekerasan. Diduga mungkin karena kecapean. Tapi tetap kita proses hukum jika kalau ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan, karena itu masuk materi penyelidikan”, kata Junaidi.

Pertanyaannya, apa hanya karena faktor kelelahan saja hingga menyebabkan mahasiswa tersebut meninggal?

Sekularisme dalam Dunia Pendidikan

Ketika manusia memisahkan agamanya dengan kehidupan, tentu akan menjadi persoalan yang sangat pelik dan terus berulang. Tak mau dicampuri urusan hidupnya dengan agamanya. Sehingga banyak ketimpangan dan masalah yang terjadi karena tidak ada aturan dari sang Khalik Yang Maha Adil di dalamnya.

Manusia bebas melakukan apa saja yang dikehendaki tanpa adanya halal haram dan perasaan bersalah hingga berdosa. Manusia yang enggan menerapkan aturan Allah bertingkah laku semaunya dan seenaknya demi memuaskan keinginannya tanpa ada rasa takut akan murka Allah Swt.

Begitupun dengan senioritas yang terjadi, para mahasiswa senior seperti hilang akal untuk berpikir jernih dan lupa tujuan utama pendidikan tinggi. Berdalih untuk pengenalan, perkenalan, edukasi dan lain-lain. Nyatanya hanya menyisakan trauma bagi kebanyakan para mahasiswa baru. Yang sejatinya Perguruan Tinggi untuk mencetak generasi yang beradab dan cemerlang pembawa perubahan, nyatanya mahasiswa masih harus berjuang berjibaku dengan sistem yang ganas dan sakit yaitu sekularisme kapitalisme. Jelas akan gagal membentuk kepribadian generasi yang kuat dan beriman. Sehingga banyak generasi yang mudah terbawa arus buah dari sekularisme kapitalisme.

Perguruan Tinggi tak lepas dari Cengkraman Kapitalisme

Melansir Kompas.com Perguruan tinggi negeri semakin didorong untuk berstatus badan hukum. Sebab, dengan menjadi perguruan tinggi negeri badan hukum atau PTN BH, perguruan tinggi dapat berkembang lebih cepat untuk menjadi unggul dan berdaya saing. Selain itu, PTN BH juga lebih kreatif mencari sumber dana karena tidak bergantung dari anggaran pemerintah dan biaya kuliah mahasiswa.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nizam, Minggu (20/3/2022), mengatakan, transformasi perguruan tinggi milik pemerintah menjadi PTN BH sesuai dengan kebijakan Kampus Merdeka yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Perguruan Tinggi Negeri Menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum.

Kemandirian perguruan tinggi melalui skema ini dilakukan agar perguruan tinggi dapat berlari, unggul, dan berdaya saing. ”Perguruan tinggi yang berubah menjadi PTN BH bukan entitas di luar negara, melainkan sepenuhnya milik negara, kata nizam.

Dikutip dari KOMPAS.com – Media sosial belakangan ini tengah diramaikan mengenai tingginya biaya masuk universitas melalui seleksi mandiri. Adapun informasi ini banyak beredar di media  satunya akun Twitter @mudirans yang mengunggah foto berisi persyaratan Jaminan Kemampuan Keuangan (JKK) bagi calon mahasiswa Institut Teknologi bandung (ITB) pada Sabtu (18/7/2020).

Negara yang sejatinya mengatur, menyediakan, memfasilitasi pendidikan. Seolah lepas tangan dan hanya menjadi regulasi saja. Ketika PT (Perguruan Tinggi) dijadikan dana abadi. Alhasil tugasnya merangkap menjadi pengelola keuangan kampus. Seakan tugas nya bergeser menjadi semakin komersial dan tak fokus pada pencapaian pendidikan. Ditambah biaya untuk masuk PT (Perguruan Tinggi) semakin tak terjangkau. Bagaimana dengan rakyat yang ingin merasakan pendidikan tinggi? Bukankah semakin tak tergapai?.
Kini aroma materialistik semakin tercium dalam PT (Perguruan Tinggi). Tak lepas dari untung rugi nilai Kapitalistik.

Solusi Islam dalam Sistem Pendidikan

Dikutip dari digilib.uin-suka.ac.id oleh Kania Halisandi, Sistem Pendidikan Islam Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Membentuk Kepribadian Islam. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016. Fakta sistem pendidikan Islam yang saat ini belum berhasil membentuk kepribadian Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana pandangan Taqiyuddin an-Nabhani mengenai sistem pendidikan Islam, kepribadian Islam, dan proses membentuk kepribadian Islam melalui sistem pendidikan Islam.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research) dengan objek penelitian kitab Syakhsiyah Islamiyah karangan Taqiyuddin an-Nabhani dan didukung oleh beberapa buku lain. Dalam tingkat penjelasannya, penelitian ini bersifat deskriptif. Sedangkan analisis data menggunakan metode deskriptif analitik.

Hasil Penelitian menunjukan bahwa menurut Taqiyuddin an-Nabhani sistem pendidikan yang unggul adalah sistem pendidikan Islam yang memiliki tujuan utama yakni membentuk kepribadian Islam dan mencetak peserta didik menguasai ilmu pengetahuan maupun ahli sains dan teknologi.

Kepribadian Islam menurut Taqiyuddin an-Nabhani akan terlahir dari pola pikir (mafahim) dan pola sikap (nafsiyah) manusia dalam memahami hakikat diri dan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Dalam membentuk kepribadian Islam melalui sistem pendidikan Islam, minimal ada 3 hal yang harus menjadi perhatian.

Pertama, sinergi antara sekolah, masyarakat, keluarga dan negara. Kedua, kurikulum yang terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi. Ketiga, berorientasi pada pembentukan tsaqâfah Islam, kepribadian Islam, dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan.

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa pendidikan bukan sekedar pemenuhan materi atau berorientasikan materi. Karena tujuan pendidikan yang sebenarnya dan lebih utama adalah membentuk tsaqafah Islam, kepribadian Islam, dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan, sehingga para pelajar menjadi generasi emas pembawa perubahan. Tanpa dukungan dan peran negara dalam menyediakan dan memfasilitasi serta memantau segala kegiatan yang dilakukan pihak pendidikan, semua tidak akan terwujud jika peran negara hanya menjadi regulator saja. Karena hanya sistem pendidikan Islam yang telah terbukti mencetak generasi cemerlang dan gemilang pembawa perubahan membangun peradaban yang mulia.

Wallahu’alam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 81

Comment here