Surat Pembaca

Subsidi Bukan Beban APBN, Begitulah Seharusnya

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com– Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk menghitung ketahanan APBN tahun 2022 karena belanja subsidi yang sudah mencapai Rp502 triliun. “Angkanya gede sekali. Ini yang harus kita tahu untuk menahan agar inflasi tidak tinggi. Tapi apakah terus menerus APBN akan kuat? Ya nanti akan dihitung oleh Menteri Keuangan,” kata Presiden Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2022 di Istana Negara (www.suarakalbar.com 18/08/2022).

Diberitakan sebelumnya, sampai Juli 2022, BUMN PT Pertamina mencatat konsumsi Pertalite telah menembus angka 16,8 juta kiloliter atau setara dengan 73,04 persen dari total kuota yang ditetapkan sebesar 23 juta kiloliter. Angka konsumsi yang tinggi itu membuat kuota Pertalite hanya tersisa 6,2 juta kiloliter.

Sistem ekonomi kapitalisme menganggap bahwa subsidi merupakan beban APBN yang jika terus diberikan kepada rakyat, APBN akan makin defisit. Selain itu, sistem ini memiliki standar negara ideal, yaitu negara tanpa subsidi.

Ketergantungan rakyat pada subsidi dianggap sebagai bentuk ketakmandirian dan menghambat kemajuan suatu negara. Walhasil, pencabutan subsidi sedikit demi sedikit diklaim sebagai upaya menuju negara sehat.

Padahal jika ditilik dari rincian belanja APBN, jumlah subsidi sangat kecil dibandingkan utang dan biaya pembangunan infrastruktur yang bukan untuk rakyat. Pada akhirnya, lebih cocok apabila menyebut beban APBN yang sesungguhnya adalah utang dan proyek oligarki, bukan subsidi.

Sebenarnya, nomenklatur subsidi pada sistem ekonomi kapitalisme diposisikan sebagai pemberian negara yang merupakan beban bagi APBN.

Dalam sistem ekonomi kapitalisme, negara bukan pengatur urusan umat, termasuk kesejahteraannya. Negara hanya berperan sebagai regulator antara swasta dan rakyat sehingga kebijakan dikeluarkan semata untuk menyelesaikan konflik antara keduanya.

Andai saja negara menerapkan APBN yang berlandaskan syariat (baitulmal), insyaallah sejahtera akan didapat. Subsidi bukan dimaknai pemberian negara yang membebani APBN, melainkan sebagai tanggung jawab negara. Negaralah yang menjamin kebutuhan rakyatnya, termasuk BBM murah. Bukan hanya BBM, kebutuhan pokok lainnya, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan, pendidikan, semua dijamin negara.

Baitulmal yang paripurna memiliki sumber dana yang tidak membebani rakyat. Regulasi kepemilikan mengharamkan penguasaan swasta atas SDA melimpah yang dibutuhkan umat. Hal ini menjadikan kebutuhan hidup merata dirasakan seluruh rakyat. Begitu pula alokasi belanja baitulmal, semata disalurkan untuk kemaslahatan umat sehingga akan menjadikan kehidupan rakyatnya berkualitas.

Namun demikian, keunggulan baitulmal tidak mungkin bisa diterapkan dalam sistem demokrasi kapitalisme. Walhasil, urgen untuk menyadarkan umat tentang Islam kaffah hingga umat dengan sendirinya akan menuntut penerapan syariat Islam kaffah dalam bingkai Khilafah.

Lathifah
Pontianak-Kalbar

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here