Oleh: Tsabita Fiddina (Mahasiswi)
wacana-edukasi.com– Isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi pertalite dan solar pada tanggal 1 September 2022 telah membuat warga heboh dan langsung sigap mengantri di SPBU untuk mendapatkan BBM dengan harga yang masih normal.
Namun di tanggal yang diperkirakan ternyata pemerintah tidak mengumumkan kenaikan.
Sumber CNBC Indonesia mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan mengambil keputusan terkait dengan harga BBM secara terburu-buru.”Presiden ingin BLT tersalurkan terlebih dahulu sebelum ada kenaikan harga BBM,” kata sumber yang mengetahui hal ini (cnbcindonesia.com, 2/9/2022).
Kenaikan harga BBM jenis solar dan pertalite disebabkan oleh beban subsidi BBM dan kompensasi energi yang membengkak pada tahun 2022 hingga Rp 502 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah membutuhkan tambahan anggaran Rp 198 triliun jika tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi Pertalite dan Solar.
Kondisi itu akan semakin memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena harus menanggung bengkaknya anggaran subsidi BBM tersebut (Kompas.com, 26/8/2022).
Mengenai isu tersebut Pemerintah juga telah mengkaji kenaikan harga BBM tersebut di tahun ini dan telah menyiapkan beberapa langkah antisipasi dengan memberikan bantuan langsung tunai kepada masyarakat( BLT) untuk meredam dampak kenaikan harga BBM subsidi.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan saat rapat kerja dengan komisi VII DPR RI pada Rabu (24/8) meminta pemerintah mempertimbangkan adanya BLT untuk masyarakat.
Kenaikan BBM tentu akan memberi dampak secara langsung kepada masyarakat. Mulai dari kenaikan harga barang, tuntutan kenaikan gaji, dan membengkaknya biaya produksi,
Bantuan langsung tunai (BLT) dianggap sebagai jalan alternatif yang efektif oleh penguasa untuk meredam gejolak yang timbul dari kebijakan ini, padahal solusi tersebut tidak solutif dan bahkan akan menimbulkan persoalan baru sebagaimana yang dinyatakan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah yang menyarankan, pemerintah sebaiknya tidak menaikkan harga BBM subsidi. Lantaran dampaknya akan sangat besar terhadap masyarakat.
Pemberian BLT hanya bersifat sementara dan jumlah terbatas, pemerintah tidak memperhatikan kondisi rakyat walau pada awalnya mendapat tambahan uang dalam jumlah yang tidak seberapa.
Ketika bantuan tersebut terhenti sedang harga BBM terus naik maka rakyat pasti akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan energi mereka. Jadilah timbul permasalahan baru ketika kebijakan BLT diterapkan.
Seperti terpangkasnya daya beli masyarakat, kemiskinan akan naik, korupsi dana BLT, data masyarakat miskin yang tidak valid sehingga tidak tepat sasaran juga dapat terjadi pembengkakan APBN.
Liberalisasi Migas Rakyat Kian Sengsara
Akar permasalahannya bukan terletak pada BLT atau tidak. Kesulitan rakyat maupun penguasa dalam mengatur kebutuhan energi dikarenakan liberalisasi migas yang merupakan dampak dari khas penerapan sistem kapitalisme yang telah melegalkan swasta menguasai dan mengendalikan SDA termasuk migas bahkan untuk menguatkan posisi ini, kapitalisme menempatkan negara hanya sebagai regulator yaitu hanya berperan membuat undang undang sehingga privatisasi SDA para kapital semakin mulus.
Hasilnya BBM sebagai salah satu hasil pengelolaan migas terimbas. BBM semakin mahal dan sulit dijangkau rakyat.
Solusi Islam Pengelolaan SDA
Islam memiliki hukum syariat mengenai pengelolaan SDA yang secara praktis diterapkan dalam Daulah Islam yaitu Khilafah.
Rasulullah SAW. bersabda,“Sesungguhnya dia bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah. Maka beliau memberikannya, tatkala beliau memberikannya, berkata salah seorang laki laki yang ada dalam majelis ‘apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya apa yang telah engkau berikan itu laksana (memberikan) air yang mengalir’. Akhirnya beliau bersabda: ‘(kalua begitu) Tarik kembali darinya”. (HR. Tirmidzi).
Terkait dalil ini Ulama besar Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Al Amwal fi Daulah Khilafah mengatakan bahwa “ini merupakan dalil larangan atas individu untuk memilikinya, karena hal itu merupakan milik seluruh kaum Muslim”.
Di hadis yang lain Rasulullah SAW. Juga bersabda “kaum muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Daud).
Maka SDA migas merupakan harta kekayaan yang dimiliki umum dan tidak boleh dikuasai hanya segelintir orang dan ada privatisasi di dalamnya.
Selain itu SDA migas juga termasuk kekayaan alam yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh ummat.
Sebab untuk bisa menikmati hasilnya memerlukan usaha kerja keras tenaga ahli dan professional teknologi yang canggih serta biaya yang tinggi.
Maka syariat telah menetapkan negaralah yang berhak mengeksplorasi, mengeksploitasi, dan mengelolanya sebagai perwakilan kaum Muslimin. Hasil pengelolaan SDA migas harus diberikan kembali kepada rakyat seutuhnya.
Adapun biaya untuk menjamin kebutuhan dasar publik tersebut. Khilafah mengambilnya dari pos kepemilikan yaitu Baitul Mal yang dananya berasal dari pengelolaan SDA termasuk diantaranya migas.
Khilafah boleh menjual migas kepada industri dengan mengambil keuntungan yang wajar. Atau Khilafah boleh mengekspor migas ke luar negeri dengan mengambil keuntungan yang maksimal dan keuntungan tersebut yang akan masuk ke dalam pos kepemilikan umum Baitul Mal.
Dengan demikian, apapun yang memenuhi sifat sebagai fasilitas umum, tidak boleh dikuasai oleh individu, swasta, maupu asing. Negaralah yang berhak bertanggungjawab atas pengelolaan harta milik umum tersebut agar rakyat mendapatkan kesejahteraan.
Wallahu a’lam bishawab[]
Views: 34
Comment here