Oleh Andini Sulastri
wacana-edukasi.com– 23 narapidana korupsi dibebaskan bersyarat setelah mendapatkan remisi pada tanggal 6 September 2022. Diantara 23 napi tersebut terinci dari 4 narapidana dari Lapas Kelas IIA Tangerang dan 19 narapidana dari Lapas Kelas I Sukamiskin.
Komisi III DPR RI yakni Bambang Wuryanto mengatakan bahwa tidak ada yang salah dari keputusan ini dengan dalih sudah sesuai peraturan perundang-undangan karena remisi untuk para narapidana korupsi tersebut ada didalam undang-undang. (detikjateng)
Remisi merupakan pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana yang berkonflik dengan hukum yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam perundang-undangan.
Pada tahun 2021 Mahkamah Agung (MA) telah mencabut aturan pengetatan remisi yang tertuang pada PP 99/2012 mengenai Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan itu sendiri memperketat pemberian remisi kepada narapidana tiga jenis kejahatan luar biasa, yakni narkoba, korupsi dan terorisme. Atas hal itu kekuasaan diambil alih oleh Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Maka diputuskanlah remisi untuk para koruptor dan dianggap tidak ada yang salah dari kejadian tersebut.
Apakah Ini Adil?
Zumi Zola menjadi salah satu dari 23 narapidana koruptor yang mendapat remisi bebas bersyarat pada tanggal 6 September lalu dengan riwayat kasus penerimaan suap atas proyek Ringkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) dan gratifikasi saat menjabat menjadi Gubernur Jambi pada tahun 2016. Zumi Zola ditetapkan menjadi tersangka korupsi pada awal Februari 2018 dengan umur jabatan yang baru menginjak 2 tahun dengan rincian yang dijelaskan majelis hakim, gratifikasi yang diterima Zumi Zola hingga Rp. 40 milliar, 177.000 dollar Amerika Serikat dan 100.000 dollar Singapura.
Ditahan pada bulan April 2018 lalu dibebaskan pada bulan September 2022 dengan bantuan remisi yang diberikan. Tidak adil jika para koruptor dapat mudah mendapatkan keringan hukuman atas apa yang dilakukannya sangat merugikan negara dan juga masyarakat. Karena korupsi membuat pertumbuhan ekonomi melambat, meningkatkan kemiskinan serta meningkatnya ketimpangan pendapatan, maka jelas bahwa ini tidak adil jika para koruptor dengan mudah bebas.
Cara Islam Memberantas Korupsi
Korupsi merupakan penggelapan atau penyelewengan atas harta demi kepentingan pribadi atau individu. Korupsi sudah menjadi penyakit yang sangat berbahaya dan turun temurun di negara demokrasi ini. Buktinya adalah selalu ada yang menjadi koruptor dengan tersangka yang berbeda. Korupsi ini menjangkiti tiap-tiap perusahaan dan juga pemerintahan. Yang seringkali ditemukan adalah pada sektor pajak, bea cukai, pertamina dan juga pertanahan.
Menurut Erika Evida (2003), pada tulisan artikel Ustadz Shiddiq Al Jawi menganalisa terhadap pendapat para pakar peneliti korupsi seperti Singh (1974), Merican (1971), Ainan (1982), penyebab dari terjadinya korupsi dirinci dalam 3 faktor:
1. Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban, dan hal lainnya.
2. Budaya warisan pemerintahan kolonial
3. Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan menghalalkan segala cara, serta tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh pejabat pemerintah
Adapun faktor ideologis, yakni memiliki kiblat kehidupan yang salah dengan menjadikan barat sebagai tolak ukur dalam berkehidupan, sehingga tidak ada hentinya mengikuti perkembangan dan produk yang dikeluarkan oleh barat. Dan juga adanya sifat atau sikap hedonis dalam diri sehingga apa yang dirasa belum dimilikinya akan dikejar sehingga tidak memperhatikan dan tidak mempertimbangkan kemampuan dirinya dalam berbelanja dan kepemilikan barang. Disamping itu, yang menjadi penyebab lain adalah tidak adanya rasa takut terhadap pencipta karena tidak ada ruh didalam bahwa Allah Al-Khaliq maha mengetahui segala yang dikerjakan hamba-Nya didunia.
Islam menganggap seseorang yang berbuat korupsi bukanlah maling, karna ini bukan pencurian, melainkan seorang pengkhianat, karena dia telah menggelapkan harta yang diamanatkan kepada seseorang itu. Maka hukuman atas ini bukanlah potong tangan, tetapi ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya yang ditetapkan oleh hakim.
Dalam sebuah hadis dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah SAW bersabda “Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan (termasuk koruptor), orang yang merampas harta orang lain dan penjambret” (HR. Abu Dawud).
Ta’zir merupakan ketetapan hakim menentukan jenis dan kadar hukman sesuai dengan besar kesalahannya agar setimpal dan pelaku jera. Diantaranya ada yang berupa cambuk, rajam, pasung, diasingkan, dan lainnya sesuai dengan berat kesalahannya. Dan proses pelaksanaan hukuman ini disaksikan oleh publik agar tidak ada lagi pelaku berikutnya.
*Pencegahan Korupsi Menurut Islam*
Dasar utama penyebab korupsi atau tindak kejahatan lainnya adalah berdasar pada ideologi. Jika ideologi yang diterapkan pada suatu negara adalah ideologi yang sempurna, yang dimana didalamnya terdapat secara jelas, masuk akal, sesuai fitrah dan mampu mengurusi semua permasalah yang ada di negara. Sedangkan seperti yang telah diketahui bahwa negara ini sudah puluhan tahun menerapkan ideologi demokrasi-kapitalis, namun tindak kejahatan dari semua jenis tetap terjadi di tiap tahunnya bahkan tiap hari pun ada. Maka ideologi demokrasi-kapitalis ini bukanlah ideologi yang dapat mengurusi permasalahan negara dan manusia secara sempurna.
Maka sudah semestisa mengganti ideologi negara ini dengan ideologi yang sempurna yakni ideologi Islam. Karena hanya ideologi Islamlah yang mampu mengurusi semua permasalahan yang ada serta dapat memberikan solusi yang efektif dan secara gamblang hingga ke akarnya. Terbukti pada zaman Rasulullah SAW saat negara menerapkan ideologi Islam, maka akan didapati pengaturan negara yang sempurna sesuai dengan Al-Qur’aan dan As-Sunnah, karena Islam menerapkan aturan yang langsung diperintahkan oleh Sang Pencipta negara dan dunia ini. Wallahua’lam bishshowab.
Views: 55
Comment here