Oleh: Hajrah Ramli
wacana-edukasi.com– Aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Selasa (6/9/2022) menyimpan banyak cerita. Salah satunya massa yang berunjuk rasa di depan Gedung Parlemen, sementara para anggota dewan justru terekam merayakan hari ulang tahun Ketua DPR RI Puan Maharani di tengah Rapat Paripurna. Suara.com (6/9/2022).
Hal ini jelas menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Tak terkecuali dari Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus yang mengkritik momen perayaan ulang tahun Ketua DPR Puan Maharani di tengah rapat paripurna disaat demo buruh terkait kenaikan BBM sedang berlangsung. Peneliti Formappi Lucius Karus menilai hal itu memalukan.
“Ironis yang memalukan itu sesungguhnya. Rakyat sedang berpanas-panas memperjuangkan penolakan kenaikan harga BBM, sedangkan DPR di ruangan dingin justru berleha-leha merayakan hari ulang tahun ketua DPR-nya,” lanjutnya. Detik.com (7/9/2022).
Di saat rakyat menjerit menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) malah tidak punya empati terhadap rakyatnya. Sebaliknya DPR tetap merayakan ulang tahun ketua DPR bersamaan dengan hari jadi DPR ditengah rapat paripurna sedang diluar kantor DPR aksi penolakan kenaikan harga BBM sedang berlangsung.
Telah nampak sosok asli pemimpin dalam sistem demokrasi kapitalis yang dianut negara ini. Kekuasaan hanyalah untuk kepentingan para kapitalis dalam sistem politik demokrasi bukan semata-mata untuk kemashlahatan rakyat. Seolah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan hanya untuk kepentingan rakyat, nyatanya hanya melegalisasi padahal kebijakan-kebijakan tersebut untuk kepentingan para elit kapitalis dalam sistem demokrasi sekuler sekarang ini. Setiap kritik yang dilontarkan untuk membela kepentingan rakyat dianggap sebagai sebuah ancaman untuk kepentingan kapitalis. Tidak heran jika pemerintah nampak hilang empati saat rakyatnya menuntut haknya dihadapan mereka.
Alih-alih mendengar dan mengapresiasi rakyat, pemerintah terus melanjutkan narasinya dengan lantang bahwa kebijakan ini semata untuk rakyat. Dengan berbagai dalih seperti subsidi tepat sasaran, beban APBN berkurang, perekonomian cepat pulih dsb, walhasil pemerintah tetap kokoh menaikkan harga BBM. Dari sini sangat jelas terlihat hipokrisi alias kemunafikan sistem demokrasi dari sikapnya dalam menetapkan kebijakan yang zalim ini.
Sistem politik demokrasi dalam sistem kehidupan kapitalistik menjadikan masyarakat termasuk penguasa hanya berorientasi pada materi atau bagaimana memperoleh keuntungan sebesar-besarnya baik mereka yang duduk di kursi legislatif, eksekutif, yudikatif. Inilah hipokrisi demokrasi yang digaungkan bahwasanya sistem demokrasi adalah dari, oleh, dan untuk rakyat. Padahal faktanya yang sangat jelas terlihat bahwa demokrasi hanya melayani dan mengurusi korporasi dan pejabat. Siapapun dapat menyadari dan melihat bahwa kesejahteraan hanya dimiliki oleh segelintir elite yang berkuasa dan berharta, sedangkan rakyat kecil makin sengsara dan menderita.
Apalagi jika kita berbicara mengenai sistem politik demokrasi telah memunculkan banyak celah untuk para pejabat dalam menggondol cuan sebanyak mungkin. Diawali dengan kontestasi politik demokrasi yang begitu mahal menjadikan kandidat hanya berputar pada lingkungan pengusaha atau wakil pengusaha sehingga pejabat publik yang terpilih hanyalah dari kalangan yang memiliki niat mendulang materi.
Oleh sebab itulah, demonstrasi seharusnya bukan sekadar menuntut pencabutan kebijakan kenaikan BBM, reshuffle kabinet, atau bahkan pergantian rezim melalui pilpres. Demonstrasi harus beserta tuntutan pencabutan sistem demokrasi kapitalisme yang telah terbukti menjadi mesin yang terus memproduksi kebijakan zalim. Jika tidak, demonstrasi justru melanggengkan demokrasi dengan terus menggunakannya sebagai jalan menuju perubahan.
Sungguh, perjuangan melawan kezaliman akan sia-sia jika masih menggunakan jalan demokrasi. Justru demokrasilah biang kerok terciptanya berbagai kebijakan zalim. Oleh karenanya, menyingkirkan demokrasi dan menggantikannya dengan sistem Islam adalah satu-satunya solusi. Sistem islam yang terbukti mampu memimpin 2/3 dunia selama 13 abad. Aturannya yang bersumber dari pencipta akan menutup celah kerusakan akibat ulah manusia. Islam sangat mendorong setiap muslim yang melakukan muhasabah lil hukkam.
Hal ini semata-mata dalam rangka tetap menjaga iklim ideal di tengah-tengah masyarakat agar tetap berada di dalam koridor hukum syariat. Sebab dalam pandangan islam politik negara adalah meriayah/mengatur urusan umat berdasarkan syariat Allah SWT. Kekuasaan (Kekhilafahan) merupakan metode menerapkan syariat islam kaffah untuk kemaslahatan umat. Meskipun aturan hukum yang diterapakan adalah buatan Allah yang Maha Sempurna namun khalifah sebagai pelaksananya adalah manusia yang tak luput dari salah dan lupa. Kritik umat terhadap penguasa adalah sunnah rasul dan tabiat islam. Kritik tersebut adalah wujud rasa cinta rakyat terhadap pemimpin agar tidak tergelincir dalam keharaman yang dimurkai Allah SWT.
Sistem politik islam akan mencetak penguasa-penguasa menjadi sosok yang mudah menerima masukan, sebab sistem politik islam yang mudah dan berbiaya murah akan menyingkirkan keterlibatan korporasi dalam kontestasinya, akhirnya kebijakan yang ditetapkan penguasa akan terbebas dari setiran pihak manapun ditambah lagi kepemimpinan dalam islam adalah amanah yang dipertanggungjawabkan kelak diakhirat.
Inilah yang menjadi dorongan utama pemimpin dalam islam untuk terus membenahi kebijakannya agar selalu dalam koridor syariat islam. Rasulullah saw. bersabda,
اتَّقوا الظُّلمَ. فإنَّ الظُّلمَ ظلماتٌ يومَ القيامةِ
“Jauhilah kezaliman karena kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat.” (HR Bukhari no. 2447, Muslim no. 2578). Wallahualam.
Views: 29
Comment here