Opini

Demokrasi Sistem Ramah Koruptor

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : D. Leni Ernita

wacana-edukasi.com– Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan setuju terkait wacana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntut para terdakwa kasus korupsi dengan pencabutan hak remisi dan pembebasan bersyarat. Wacana itu dinilai memungkinkan untuk diterapkan.

“Harusnya Kejaksaan dan KPK setiap menuntut terdakwa tipikor (tindak pidana korupsi) itu harus memberi tuntutan salah satunya pencabutan hak-hak tertentu. Salah satu hak tertentu itu adalah hak pembebasan bersyarat dan hak remisi,” kata peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman kepada wartawan, Bersatu.com Minggu (11/9/2022

Sepanjang September 2022, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM telah memberikan pembebasan bersyarat (PB) kepada 23 narapidana atau napi koruptor.

Kepala Bagian Koordinator Humas dan Protokol Ditjenpas Kemenkum HAM RI Rika Aprianti menjelaskan bahwa pemberian PB ini berdasarkan pasal 10 UU 22/2022 tentang Pemasyarakatan.

Napi koruptor yang mendapatkan PB telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa terkecuali. Ini meliputi remisi, asimilasi, cuti mengunjungi atau dikunjungi keluarga, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas pembebasan bersyarat, dan hak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

KPK pun mengkritik perihal ramai-ramai pemberian PB kepada para napi koruptor ini. KPK menyebut, sejatinya korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime yang juga harus ditangani dengan cara ekstra.

Sejak runtuhnya kekuasaan Orde Baru, Indonesia telah menggaungkan perang melawan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Atmosfer Orde Reformasi yang serba bebas memberi peluang bagi siapa pun untuk bersuara, termasuk dalam membongkar praktik korupsi. Pemerintah pun menggalakkan program antirasuah di berbagai lembaga pemerintahan.

Berbagai poster antigratifikasi begitu mudah masyarakat temukan di berbagai lembaga. Zona berintegritas dan kawasan bebas korupsi menggema nyaris di setiap departemen. Sayang, perang semesta melawan korupsi menemui kebuntuan. Korupsi tetap subur bak jamur pada musim hujan.

Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa upaya pemberantasan korupsi hanyalah drama untuk menunjukkan eksistensi penguasa. Pertanyaan kritisnya adalah, mengapa korupsi terus saja terjadi dan para koruptor bisa tetap eksis tanpa rasa malu?

Sekian banyak instrumen pemberantasan korupsi, mengapa praktik-praktik korup malah subur di negeri ini? Bukankah bendera putih sudah layak berkibar sebagai tanda negeri ini kalah dalam perang melawan korupsi?

Di titik ini, sudah selayaknya pemerintah sebagai pihak yang berwenang mengelola negeri, mau merendahkan hati, menjernihkan pikiran, dan membuka ruang diskusi agar negeri ini terbebas dan tidak terus-terusan dalam kubangan praktik korupsi yang memuakkan.

Belum tibakah masanya para pejabat menyadari dan bertanya pada diri sendiri? Berdialog dengan hati dan menyadari betapa kemewahan yang mereka dapat dari hasil korupsi amat berat pertanggungjawabannya

Sistem hidup sekuler telah menjauhkan manusia dari kesadaran bahwa seluruh aktivitasnya berada di bawah pengawasan Allah Taala. Dalam sistem hidup ini, manusia merasa bebas dan menjadikan harta, takhta, dan jabatan sebagai standar kebahagiaan hidup. Padahal, seluruhnya adalah tipuan dunia semata.

Sayangnya, masyarakat sekuler menempatkan kemewahan sebagai prestise. Inilah yang memengaruhi gaya hidup pejabat saat ini. Netizen bahkan sempat ramai membicarakan baju seorang pejabat yang banderolnya menyentuh harga jutaan rupiah!

Dalam sistem Islam, kesadaran akan pentingnya rida Sang Khalik adalah perkara utama. Kesadaran ini pula yang membuat para pejabat bisa menjaga sikap warak dan menjadikannya sebagai tameng dari segala harta haram.

Kesadaran adanya pengawasan Allah dalam setiap aktivitas manusia membuat para pejabat begitu berhati-hati menjalankan amanah. Kekuasaan bukanlah ladang untuk meraup harta. Sebaliknya, amanah adalah tempat untuk menuai pahala. Ini karena amanah untuk mengurus rakyat dan merealisasikan kemaslahatan bukanlah perkara mudah. Inilah realisasi keimanan, hingga jabatan dapat berbuah surga.

Selain sikap warak, para pejabat dalam sistem Islam juga tidak boleh menerima suap dan hadiah. Suap biasanya diberikan sebagai imbalan atas keputusan atau jasa terkait suatu kepentingan yang semestinya tanpa imbalan.

Kalau saat ini, begitu mudah kita menemukan budaya suap dan korupsi. Jargon “Ada fulus, urusan mulus. Tidak ada fulus, urusan mampus” menandakan saking sulitnya pelayanan jika tanpa pelicin berupa imbalan. Padahal, Rasulullah saw. berkata, “Laknat Allah atas penyuap dan penerima suap.” (HR Abu Dawud) ,

Tentu saja Bukan perkara mustahil manusia terjebak dalam godaan setan untuk korupsi. Untuk itu, Islam memberikan sejumlah sanksi yang berefek jera sesuai hasil ijtihad Khalifah, bisa berbentuk publikasi tindak korupsi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk, hingga hukuman mati sesuai pertimbangan harta yang dikorupsi.

Dalam melakukan penyelidikan, Khalifah melakukan penghitungan harta para pejabat sebelum dan sesudah menjabat. Jika ada penambahan harta, negara akan melakukan verifikasi untuk mengetahui penambahan harta itu bersifat syar’i atau tidak. Dengan demikian, seluruh elemen negara berperan aktif dalam upaya pencegahan korupsi

Sungguh, perjuangan melawan koruptor akan sia-sia jika masih menggunakan jalan demokrasi. Justru demokrasilah biang kerok terciptanya berbagai kebijakan zalim. Oleh karenanya, menyingkirkan demokrasi dan menggantikannya dengan sistem Islam adalah satu-satunya solusi.

Wallahu’ alam biashowwab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 27

Comment here