Opini

Mimpi Pemberantasan Korupsi dalam Demokrasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Intan Ayu

wacana-edukasi.com– Lagi, lagi dan lagi. Kasus korupsi para petinggi negeri kembali terulang. Sebagaimana diketahui sebelumnya, KPK melakukan OTT di Jakarta dan Semarang pada Rabu (21/9/2022) malam dan berhasil menjaring 10 orang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. (Kompas.com)

Lima di antaranya adalah pegawai Mahkamah Agung (MA, 4 orang) dan seorang hakim agung, Sudrajad Dimyati. Sudrajad kini ditahan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara. Tak hanya ditahan KPK, Sudrajad Dimyati diberhentikan sementara oleh Mahkamah Agung.

Menilai hal ini, Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menganggap bahwa fenomena mafia peradilan ini “sudah menjadi rahasia umum”.

“Jika mau diselami lebih dalam, kita akan melihat jumlah kasus yang lebih besar,” kata Feri kepada Kompas.com, Jumat (23/9/2022).

Memang, kasus korupsi di Indonesia bagaikan fenomena gunung es. Yang tampak hanya yang dipermukaan saja, padahal, jika ditilik, kasus korupsi di Indonesia sudah mengakar dari sektor terkecil hingga terbesar.

Dari kasus diatas, Hakim MA tertangkap OTT, menjadi indikasi betapa menggurita korupsi di negeri ini bahkan sudah menjangkiti penegak keadilan di tingkat tertinggi. Problem korupsi adalah problem sistem dan cacat bawaan sistem, tak mungkin diberantas tuntas meski ada Lembaga super anti korupsi semisal KPK. Maka, tak dapat dipungkiri lagi. Korupsi di Indonesia sudah menjadi bahaya laten dan permasalahan yang sistemik. Masifnya kasus korupsi di Indonesia sudah tak dapat lagi dikendalikan dengan aturan hukum yang berlaku. Permasalahan korupsi ini sudah menjadi parasit yang tak bisa disembuhkan. Tuntasnya kasus korupsi di negeri penganut Demokrasi ini nyatanya hanya sekedar ilusi.

Sejatinya, negeri ini membutuhkan kembalinya sistem Islam yang mewujudkan pemberantasan korupsi dari akar hingga ke daun.

Islam dengan kesempurnaan syari’atnya, dapat menjadi solusi bagi permasalahan korupsi. Karena dalam hukum syari’at Islam, terdapat solusi yang kaffah. Yaitu dari sisi pencegahan (preventif) maupun penindakan (kuratif) bagi masalah korupsi.

Secara preventif, paling tidak ada 7 langkah untuk mencegah korupsi menurut Syari’at Islam yaitu sebagai berikut :

Pertama, rekrutmen SDM aparat negara wajib berasaskan profesionalitas dan integritas, bukan berasaskan koneksitas atau nepotisme. Dalam istilah Islam, mereka yang menjadi aparatur peradilan wajib memenuhi kriteria kifayah(kapabilitas) dan berkepribadian Islam (syakhshiyah islamiyah). Nabi SAW pernah bersabda,“Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah Hari Kiamat.” (HR Bukhari). Umar bin Khaththab pernah berkata,“Barangsiapa mempekerjakan seseorang hanya karena faktor suka atau karena hubungan kerabat, berarti dia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukminin.”

Kedua, negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya. Khalifah Umar bin Khaththab selalu memberikan arahan dan nasehat kepada bawahannya. Umar pernah menulis surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari,”Kekuatan dalam bekerja adalah jika kamu tidak menunda pekerjaan hari ini sampai besok. Kalau kamu menundanya, pekerjaanmu akan menumpuk….”

Ketiga, negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparatnya. Sabda Nabi SAW,”Siapa saja yang bekerja untuk kami, tapi tak punya rumah, hendaklah dia mengambil rumah. Kalau tak punya isteri, hendaklah dia menikah. Kalau tak punya pembantu atau kendaraan, hendaklah ia mengambil pembantu atau kendaraan.” (HR Ahmad). Abu Ubaidah pernah berkata kepada Umar,”Cukupilah para pegawaimu, agar mereka tidak berkhianat.”

Keempat, Islam melarang menerima suap dan hadiah bagi para aparat negara. Nabi SAW bersabda,“Barangsiapa yang menjadi pegawai kami dan sudah kami beri gaji, maka apa saja ia ambil di luar itu adalah harta yang curang.” (HR Abu Dawud). Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Nabi SAW berkata, “Hadiah yang diberikan  kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kekufuran.” (HR. Ahmad).

Kelima, Islam memerintahkan melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat negara. Khalifah Umar bin Khaththab pernah menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya.

Keenam, adanya teladan dari pimpinan. Manusia cenderung mengikuti orang terpandang dalam masyarakat, termasuk pimpinannya. Maka Islam menetapkan kalau seseorang memberi teladan yang bagus, dia juga akan mendapatkan pahala dari orang yang meneladaninya. Sebaliknya kalau memberi teladan yang buruk, dia juga akan mendapatkan dosa dari yang mengikutinya.

Ketujuh, pengawasan oleh negara dan masyarakat. Umar bin Khaththab langsung dikritik oleh masyarakat ketika akan menetapkan batas maksimal mahar sebesar 400 dirham. Pengkritik itu berkata, “Engkau tak berhak menetapkan itu, hai Umar.”

Kalau memang korupsi telah terjadi, Syariah Islam mengatasinya dengan langkah kuratif dan tindakan represif yang tegas, yakni memberikan hukuman yang tegas dan setimpal. Hukuman untuk koruptor masuk kategori ta’zir, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuknya mulai dari yang paling ringan, seperti nasehat atau teguran, sampai yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Berat ringannya hukuman disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan. (Abdurrahman Al Maliki,Nizhamul Uqubat, hlm. 78-89).

Dari sini semakin jelas, bahwa hanya Syari’at Islam, yang mampu menjadi problem solving dan memutus rantai kasus korupsi.

Wallahu’alam bisshowwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 8

Comment here