Opini

Kekeringan Meluas, Dimana Peran Negara?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Asma Sulistiawati (Pegiat Literasi)

wacana-edukasi.com– Masyarakat nelayan di Dusun Toroh, Kecamatan Keruak, Lombok Timur menerima bantuan air bersih dan sembako dari Polres Lombok Timur. Bantuan diberikan pihak Polres guna membantu masyarakat yang terdampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Jumat (9/9/2022).

Terkait kegiatan ini, Kasi Humas Iptu Nikolas Oesman mengatakan, bakti sosial ini sebagai wujud kepedulian Polri terhadap masyarakat terdampak kenaikan harga BBM. Bakti sosial Polres Lombok Timur dilakukan pada Jumat 9 September 2022 dengan 3 mobil tangki dikerahkan. Setiap 1 mobil tangki berisi 5.000 liter air bersih. Pembagian air bersih diharapkan dapat membantu mengatasi persoalan kekeringan di kawasan ini. Selain penyaluran air bersih, Polres juga memberikan 150 bingkisan bingkisan sembako. Dengan kegiatan sosial ini, diharapkan lebih menambah rasa empati personel kepolisian. (Tribunlombok.com, 10/09/2022).

Kekeringan memang menjadi momok menakutkan. Ancaman yang menjadi “program tahunan” ini kerap menjadi kegundahan masyarakat. Indonesia sebagai negara dalam lintas Khatulistiwa memang harus bersiap dengan terpaan dua musim, terutama musim kemarau yang mengakibatkan kekeringan di sejumlah wilayah.

Indonesia termasuk dalam salah satu negara dengan sumber daya air yang melimpah, karena menyimpan 6% potensi air di dunia. Tetapi tahukah Anda bahwa pada tahun 2019 pemerintah sempat memprediksi kekeringan di Indonesia yang akan dialami hampir 28 provinsi ketika musim kemarau tiba. Berdasarkan riset dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan hasil perkiraan curah hujan di musim kemarau mulai bulan Agustus 2019, 64,94 persen wilayah indonesia akan mengalami curah hujan yang masuk pada kategori rendah yakni di bawah 100 mm/bulan.

Pada musim kemarau tahun 2019, BMKG menyatakan akan terjadi kekeringan panjang akibat beberapa faktor diantaranya fenomena El Nino, kuatnya Muson Australia, dan anomali peningkatan suhu udara akibat perubahan iklim. Bahkan diprediksi ketersediaan air untuk setiap penduduk di Jawa akan terus menurun hingga 476 meter kubik per tahun pada 2040, dimana awalnya setiap orang memiliki ketersediaan air sebanyak 1.169 meter kubik air per tahun. Dari angka tersebut dapat menjelaskan bahwa terjadinya kelangkaan air atau kekeringan di Indonesia secara total (BMH.or.id, 02/09/2022).

Musibah serupa tak sekali ini saja terjadi di Indonesia. Kekeringan yang melanda wilayah negeri zamrud khatulistiwa hampir setiap tahun berulang, bahkan saat musim kemarau normal terjadi. Apalagi tatkala kemarau panjang menyapa akibat pengaruh El Nino seperti tahun 1997, 2002, dan 2015 yang menyebabkan kekeringan meluas.

Tahun 2019 lalu misalnya, bencana kekeringan juga turut mewarnai kehidupan masyarakat. Berdasarkan data yang dikutip dari website berita www.kompas.com (31/12), dipaparkan jika kekeringan di tahun 2019 turut memicu 52 kejadian kebakaran hutan dan lahan, serta bencana asap.

Beberapa kalangan berpendapat jika kekeringan yang terjadi setiap tahun merupakan dampak dari fenomena alam biasa. Yakni, musim kemarau datang, maka kekeringan juga akan terjadi. Namun, merujuk pada realitas saat ini, memberikan kita maklumat bahwa dengan banyaknya lingkungan yang terlampau rusak akibat tangan-tangan jahil manusia ataupun proses pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang tidak tepat, sedikit banyak memberikan sumbangsih bagi terjadinya musibah.

Tengok saja, banyaknya tambang-tambang SDA serta perkebunan sawit yang bersebaran di seantero negeri menyebabkan wilayah hutan semakin mengecil. Dalam proses penambangannya, tak terhitung jumlah pepohonan yang harus ikut tumbang. Sedangkan pembukaan lahan perkebunan sawit sering kali dilakukan dengan cara tebang habis dan land clearing, yakni penggunaan metode pembakaran demi efisiensi biaya dan waktu, yang menumbalkan pepohonan di area tersebut.

Maka, tatkala pepohonan tersebut tidak ditanam kembali (reboisasi), hutan akan terkategori gundul. Perlu diketahui, hutan gundul merupakan salah satu pemicu yang mengakibatkan kekeringan hebat. Pasalnya, ketika jumlah pohon semakin sedikit air yang diserap pun sangat minimal. Otomatis persediaan air dalam tanah juga semakin menipis. Berkurangnya air tanah bisa menyebabkan alam terkena bencana kekeringan, apalagi dimusim kemarau.

Perkara ini juga diamini oleh Sutopo Purwo Nugroho (Dosen Pascasarjana Prodi Studi Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia) bahwa “Bertambahnya jumlah penduduk otomatis kebutuhan air makin meningkat. Ironisnya kerusakan daerah aliran sungai, degdarasi lingkungan, makin berkurangnya kawasan resapan air, tingginya tingkat pencemaran, rendahnya budaya sadar lingkungan dan masalah lainnya juga menyebabkan pasokan air makin berkurang. Daya dukung lahan telah terlampaui sehingga pengelolaan sumber daya air semakin rumit”, tulis Sutopo dalam siaran persnya. Hal tersebut, menurut beliau, yang menyebabkan kekeringan selalu berulang setiap tahun (www.tirto.id, 13/09/2017).

Jika seperti itu, masihkah kita mengatakan jika musibah yang selalu terjadi hanya sekedar fenomena alam? Padahal realitas menjabarkan jika keusilan manusia menjadi salah satu pemicunya. Tentu kita patut merenungi firman Allah dalam Surah Ar-Rum ayat 41 :

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Kekeringan ekstrim tentu perlu solusi tepat untuk mengatasinya. Solusi jangka pendek seperti memberikan bantuan dropping air bersih bagi masyarakat ataupun memberikan suplai air untuk irigasi pertanian tentu dibutuhkan. Ataupun solusi jangka panjang seperti memfungsikan berbagai bendungan dan waduk juga bisa dilakukan. Namun, yang tidak kalah penting yakni perlunya mengontrol pengelolaan SDA dengan bijak agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Tambang ataupun perkebunan skala besar juga patut ditertibkan. Walau hal tersebut hampir mustahil dinegeri kita.

Betapa tidak, diadopsinya sistem demokrasi saat ini meniscayakan ide kebebasan kepemilikan merajalela. Paham tersebut meniscayakan kaum pemilik modal (Kapitalis) bebas untuk memperkaya diri dengan sarana atau cara apapun. Tanpa peduli hal tersebut bisa merugikan orang lain. Perkara ini tercermin dari menjamurnya perusahaan pengeruk kekayaan yang dimiliki oleh oknum tertentu. Maka penanganan tepat tak hanya sebatas pemberian solusi jangka pendek ataupun panjang, namun juga harus menghilangkan ide kebebasan kepemilikan yang memicu timbulnya eksploitasi SDA secara berlebihan. Walhasil, sumber ide tersebut juga mesti dibuang, yakni sistem demokrasi.

Berdasarkan pemaparan diatas, telah jelas bahwa abainya manusia dalam menerapkan syariat Sang Pencipta (Allah) secara kaffah dan dengan sadar mengambil aturan buatan mereka (demokrasi) terbukti telah menggiring dunia menuju jurang kenestapaan. Padahal, Allah telah mengingatkan akibat jika tidak menaati-Nya dalam Surah Al-A’raf ayat 6:

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.

Oleh karena itu, pilihan satu-satunya adalah kembali pada aturan Sang Pencipta (Islam). Karena kehidupan sejahtera dan penuh berkah hanya akan terwujud tatkala Islam diterapkan secara kaffah. Hal tersebut memungkinkan karena Islam memiliki visi menebar kerahmatan seluruh alam sebagaimana Firman Allah Swt. dalam surah Al Anbiya ayat 107 yang artinya :
“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia”.
Wallahu a’lam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here