Opini

Kasus Korupsi Semakin Jadi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Sartika

wacana-edukasi.com– Hakim MA tertangkap OTT, menjadi indikasi betapa mengguritanya kasus korupsi di negeri ini bahkan sudah menjangkiti penegak keadilan di tingkat tertinggi. Dikutip dari Kompas.com (25/09/2022) Mentri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebutkan hakim agung yang terseret Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK bisa jadi lebih dari satu orang. Sebagai informasi, KPK melakukan OTT di Jakarta dan Semarang pada Rabu (21/09/2022) malam dan berhasil menjaring 10 orang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka. 5 diantaranya adalah pegawai Mahkamah Agung (MA, 4 orang) dan seorang hakim agung, Sudrajad Dimyati.

Mafia Peradilan Hukum

Pada media yang sama, ungkapan Mahfud MD senada dengan penilaian Direktur Pusat Studi Konsitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menganggap bahwa fenomena mafia peradilan ini sudah menjadi rahasia umum. Menurut Feri Amsari, apa yang terjadi dengan kasus penangkapan OTT Hakim dan Pegawai Mahkamah Agung beserta para lawyer (yang memberi suap) ini sebenarnya adalah fenomena gunung es.

Feri Amsari juga mengungkapkan, bahkan jika investigasi atas mafia peradilan hukum ini dilakukan lebih jauh, tak tertutup kemungkinan bakal terdapat “fakta-fakta yang lebih menakutkan” ketimbang yang terjadi dalam OTT KPK pada Rabu malam. Fakta-fakta yang lebih menakutkan menurut Feri yaitu permainan perkara di peradilan.

Dunia Peradilan Sangat Menyedihkan

Dari sekian banyaknya kasus serupa yang sebelumnya pernah terjadi, membuktikan bahwa hukum peradilan masih sangat menyedihkan. Dikutip dari Merdeka.com (23/09/2022) beberapa informasi terkait kasus yang serupa menjerat para hakim, diantaranya:

Sudrajad Dimyati (Hakim MA), ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK soal kasus dugaan suap dan pungutan liar terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung, pada hari Jum’at 23/09/2022.

Akil Muchtar (Ketua MK), ditangkap KPK sebagai tersangka kasus penerimaan suap sengketa Pilkada Kabupaten Buton, Kalimantan Tengah dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TTPPU), pada 02/10/2013.

Patrialis Akbar (Hakim MK), ditangkap KPK sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap perkara uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan, pada 25/01/2017.

Widya Nurfitri (Hakim PN), ditangkap KPK sebagai tersangka kasus dugaan memenangkan perkara perdata yaitu melakukan tindak pidana korupsi secara berkelanjutan, pada 13/03/2018.

Syarifuddin Umar (Hakim PN), ditangkap KPK sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap PT. Skycamping Indonesia sebesar Rp 250 juta, pada 01/06/2011.

Buah Dari Sistem Kapitalisme

Dari berbagai fakta yang terjadi mengenai kasus korupsi tanpa henti adalah gambaran buah dari sistem kapitalisme yang rusak ini. Bagaimana tidak, kapitalisme sendiri memiliki berbagai asas yang mampu memupuk subur kasus korupsi tanpa henti seperti sekarang ini, diantaranya :

Sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan yang berarti agama hanya sebatas ibadah mahdhoh dan urusan pribadi. Agama tidak boleh ikut campur dalam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, jadi suatu kewajaran apabila kasus korupsi dianggap hal yang biasa.

Karangka Manfaat, yaitu menjadikan tolak ukur kebahagiaan berupa materi dan keuntungan, halal dan haram tidak lagi menjadi patokan, selama perbuatan itu memberikan banyak manfaat meskipun itu jelas keharamannya, mereka embat juga, korupsi salah satunya.

Demokrasi, yaitu menjadikan kedaulatan ada ditangan rakyat yang otomatis menjadikan sumber hukum buatan manusia, bukan bersumber pada hukum syara’ yakni hukum buatan Allah. Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia adalah mahkluk yang lemah dan terbatas, sehingga hukum yang dibuatnya juga bersifat lemah dan tidak memberikan efek jera. Selain itu, hukum buatan manusia juga mudah dibeli dan ditawar oleh pelaku yang bercuan, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum buatan manusia lebih berpotensi tumpul keatas tajam kebawah.

Ketika sistem Kapitalisme masih diterapkan jangan harap kasus korupsi dapat diberantaskan. Sebab ketiga asas bobrok yang dimiliki sistem Kapitalisme adalah biang dari munculnya para koruptor baru, bahkan sampai saat ini kasus korupsi semakin menggurita dan mulai menjangkiti para penegak hukum tertinggi.

Hapus Koruptor Dengan Sistem Benar

Fenomena kasus korupsi adalah bukti yang sudah tidak bisa terhitung jumlahnya, sehingga menegaskan bahwa sistem dan tata aturan kehidupan ini tiba masanya diganti dengan sistem yang benar. Harus menunggu berapa banyak bukti lagi agar masyarakat sadar dan merasa bahwa sudah seharusnya untuk mengganti sistem, yakni dari sistem Kapitalisme-sekularisme-demokrasi menjadi sistem Islam (institusi Khilafah). Ketika sistem Islam yang diterapkan maka keadilan pun akan tegak, sebab dalam Islam lembaga peradilan sudah semestinya bertugas menyampaikan keputusan hukum yang bersifat mengikat.

Pada masa negara Islam di Madinah, Rasulullah ﷺ adalah orang yang memimpin secara langsung Lembaga Peradilan. Beliau memutuskan berbagai masalah yang terjadi diantara anggota masyarakat. Beliau juga mengangkat seorang Qadhi (Hakim) dan berpesan kepada mereka agar memutuskan perkara secara benar. Di samping itu, kondisi penduduk negara Islam (Institusi Khilafah) adalah orang-orang yang bertakwa, sehingga keterkaitan dengan hukum syariat (hukum yang bersifat mengikat) adalah indikator utama dalam melaksanakan perbuatan.

Selain memiliki Lembaga Peradilan, sistem Islam juga memiliki sistem sanksi (uqubat). Sistem sanksi dalam Islam berfungsi pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir), sanksi ini bertujuan agar orang lain yang belum melanggar hukum terhindar dari tindak kriminalitas yang serupa. Namun jika sanksi itu diberlakukan kepada orang yang melanggar hukum, sanksi tersebut dapat menebus dosanya. Dengan kata lain, lebih baik memilih dihukum di dunia walaupun berat, daripada harus dihukum di akhirat dengan hukuman yang lebih dahsyat. Dalam sistem sanksi Islam, hukum tidak bisa diperjual-belikan apalagi tawar-menawar, hukum harus diterapkan sesuai pelanggaran yang dilakukan para tindak kriminalitas.

Wallahu‘alam Bisshawab..

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 14

Comment here