Opini

Padamnya Nurani Akibat Kesenjangan Ekonomi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Nilma Fitri S. Si

wacana-edukasi.com– Negara kita, Indonesia masuk dalam 100 negara paling miskin di dunia. Penyematan yang diklasifikasikan dalam sistem peringkat bank dunia, membawa Indonesia sebagai negara ekonomi yang berpenghasilan rendah.

Bank Dunia (World Bank) telah menetapkan garis kemiskinan ekstrem menjadi US$ 2,15 atau setara Rp32.757,4 perhari (dengan acuan kurs Rp 15.236 per dolar AS) dan Rp982.722 perbulan. Dampaknya, Indonesia menjadi negara penyumbang 85 persen peningkatan jumlah penduduk miskin atau naik hingga 13 juta jiwa dengan status jatuh miskin (tempo.co, 1/10/2022).

Miris, di tengah banyaknya kemiskinan yang dialami rakyat, segelintir orang justru mampu menjadi konsumen aktif dalam penjualan Range Rover yang dibanderol mulai harga Rp5,9 miliar. Stok 50 unit mobil mewah tersebut telah habis terjual separuhnya meski baru sehari diluncurkan pada 25/9/2022.

“Mereka telah memesan jauh-jauh hari sebelum peluncuran, demi mendapatkan fitur canggih yang ditawarkan dari Rang Rover. Bahkan sebelum mereka melihat langsung unitnya dan belum juga mencobanya,” ungkap Irvino Edwardly selaku Direktur Pemasaran PT JLM Auto Indonesia sebagai distributor tunggal Jaguar Land Rover di Tanah Air (oto.detik.com, 27/9/2022).

Pantaslah disebut sebagai ketimpangan yang sangat jomplang. Pada saat sebagian besar rakyat merasakan ekonomi sulit, dan terhimpit dengan kebutuhan ekonomi yang melejit, tetapi masih ada orang-orang yang mampu membeli mobil mewah dengan harga selangit, inilah fakta nyata dari para kapitalis.

Begitulah Sistem negara kita saat ini bekerja. Kebobrokannya telah membuat rakyat merana. Yang kaya makin jaya, yang miskin terasa sulit lepas dari kata sengsara. Dengan penetapan kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) awal September lalu saja, kehidupan rakyat terasa semakin terjepit. Harga bahan pokok menjadi naik, biaya transportasi pun ikut naik. Otomatis kenaikan biaya hidup tak bisa dihindari, tetapi pendapatan tidak mengalami perubahan.

Di tengah ramainya kesulitan rakyat, segelintir orang tengah mempertontonkan pamer kekayaan dengan membeli mobil mewah. Peristiwa yang membangkitkan nurani bahwa rakyat tersakiti. Adalah sebuah gambaran nyata yang harus diterima  tanpa rakyat dapat berkata.

Padamnya Nurani Kemanusiaan

Inilah buah sistem kapitalisme. Memberikan kebebasan penuh pada setiap individu untuk memperoleh keuntungan dari segi ekonominya. Mementingkan diri sendiri adalah hal yang menonjol, sehingga kesejahteraan yang adil dan merata hanya menjadi isapan jempol.

Dengan semakin timpangnya keadaan ekonomi, maka akan semakin besar bangsa kita menghadapi persoalan sosial, mulai dari penyakit mental, kriminalitas, melemahnya kepercayaan (trust), bahkan hilangnya empati pun akan turut mewarnai kesenjangan ini.

Belum lagi keberpihakan pemerintah dengan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) kepada pengemplang pajak yang tentu saja bagi mereka para orang kaya. Dan sebaliknya pemerintah menerapkan wacana kebijakan pajak kebutuhan pokok yang akan berdampak buruk bagi mereka dengan status ekonomi terpuruk. Maka jarak batas kemakmuran keduanya akan semakin panjang terbentang. Suatu kondisi yang menghilangkan rasa empati.

Asas sekularisme dari sistem ini telah meniadakan nilai agama dalam aturan sosial kehidupan. Keimanan, moral, adab dan akhlak telah berubah menjadi nilai langka di masyarakat. Bahkan sifat tenggang rasa dan belas kasihan menjadi asing di kalangan mereka yang mampu. Sehingga cukup layak dikatakan, bahwa sistem kapitalisme telah sukses memadamkan naluri kemanusiaan di kalangan hartawan.

Mengaktifkan Nurani Kemanusiaan

Secara fitrah manusia pasti menghendaki kebahagiaan pada dirinya. Setiap penderitaan semaksimal mungkin dihindari. Namun jika kebahagiaan itu diraih dengan memberangus kebahagiaan orang lain atau di atas penderitaan orang lain, layakkah disebut sebagai kebahagiaan yang hakiki? Padahal fitrahnya setiap manusia berhak untuk bahagia.

Islam hadir dengan memandang bahwa rasa bahagia adalah fitrah yang Allah ciptakan bagi setiap manusia. Rasa bahagia dapat diraih dengan banyak jalan. Kecukupan harta, ilmu, bahkan keluarga menjadi standar kebahagiaan yang berbeda-beda yang ingin diraih seseorang. Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa banyak manusia mengartikan kebahagiaan dunia dinilai dari kecukupan harta.

Pandangan kecukupan harta inilah, secara islami dipandang sebagai suatu pemenuhan terhadap kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar hidup manusia. Adanya masyarakat miskin digolongkan kepada mereka yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya secara layak.

Atas dasar inilah timbul yang dikatakan permasalahan ekonomi, dimana terjadi kerusakan penditribusian harta di masyarakat. Di lini ‘atas’ harta bertumpuk, sedangkan di sisi ‘bawah’ rasa kekurangan harta itu tak kunjung selesai.

Oleh sebab itu dibutuhkan peran negara sebagai institusi pemegang kebijakan dalam menjalankan syariat Islam, dan sebagai pengatur pendistribusian harta demi kesejahteraan rakyat secara adil dan merata.

Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-hasyr ayat 7 tentang pembagian harta fa’i yang tidak boleh beredar di antara orang-orang kaya saja. Allah Swt. memerintahkan agar harta fa’i juga dapat dirasakan bagi anak-anak yatim yang fakir, orang-orang miskin yang memerlukan pertolongan, dan orang-orang yang kehabisan uang belanja dalam perjalanan.

Dalam segi kepemilikan, Islam mewajibkan negara untuk mengatur kepemilikan berdasarkan syariat Islam. Islam membagi kepemilikan menjadi tiga, kepemilikan negara dan umum untuk memenuhi kebutuhan rakyat, dan kepemilikan individu sebagai jalan untuk mengembangkan harta milik individu.

Sumber daya alam termasuk ke dalam kepemilikan umum, sehingga negara wajib mengelolanya demi kepentingan rakyat. Berbeda dengan sistem kapitalisme yang memandang sumber daya alam dapat beralih menjadi kepemilikan individu (swasta), sehingga keuntungannya hanya bagi individu tertentu yang mempunyai modal untuk mengelolanya (para kapitalis).

Dan dapat dipastikan, bahwa para kapitalis dengan langgengnya mengeruk kekayaan alam demi kepentingan pribadi mereka, bahkan hal ini turut diaminkan oleh negara.

Islam pun mensyariatkan bahwa di dalam harta individu (pribadi) terdapat hak-hak orang lain yang harus ditunaikan. Setiap harta yang kita dapat, maka harta itu bukan hanya untuk kita, tetapi juga ada bagian orang lain yang harus kita keluarkan, baik itu infak, sedekah, ataupun zakat.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَفِيْۤ اَمْوَا لِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّآئِلِ وَا لْمَحْرُوْمِ

“Dan pada harta benda mereka ada hak orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak meminta.”
(QS. Az-Zariyat ayat 19)

Allah telah mewajibkan zakat terhadap harta yang telah mencapai nisab (jumlah tertentu) dan haul (waktu 1 tahun). Perintah zakat ini mengindikasikan bahwa dari sejumlah harta yang kita simpan pun, turut tersimpan hak-hak orang lain yang harus dikelurkan dari harta tersebut.

Zakat, infak dan sedekah inilah yang juga berperan penting dalam menciptakan kesejahteraan umat, menjalin persaudaraan, dan mewujudkan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam arti kebahagiaan hakiki, Islam mempunyai pandangan yang khas. Bahwa kebahagiaan adalah diraihnya rida Sang Pencipta Manusia, dalam setiap langkah dan perbuatan manusia di dunia demi kehidupan kekal di akhirat.

Maka dari itu manusia akan mengumpulkan harta hanya sebatas pemenuhan kebutuhan hidup tanpa pertimbangan prestise apalagi gaya hidup. Keinginan terlihat mewah dan dikatakan “wah” tidak lagi menyilaukan. Harta dimiliki untuk meningkatkan ketakwaan. Sehingga tak ada lagi nurani-nurani yang tersakiti.

Demikianlah Islam dapat mengaktifkan kembali nurani-nurani kemanusiaan yang padam akibat sistem saat ini. Sinar Islam akan menjadi rahmat bagi sekalian alam, mengantarkan manusia menuju ketakwaan. Oleh karena itu haruslah bagi kita menerapkan kembali aturan Islam di tengah-tengah masyarakat. Karena dengan melaksanakan syariat Islam secara menyeluruh merupakan bukti ketaatan kita kepada Allah Swt.[]

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here