Opini

KDRT dalam Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Mita Octaviani S.Pd

Aktivis Muslimah Peduli Generasi

wacana-edukasi.com– Menjadi keluarga yang islami sakinah mawaddah dan warohmah adalah impian bagi semua pasangan keluarga. Tak jarang apapun dilakukan seperti belajar ilmu parenting, belajar menjadi suami istri yang baik, belajar menjadi sosok pendamping yang diridhoi Allah ta ala. Namun kini dalam kehidupan yang menganut sistem kapitalisme-sekulerisme jelas telah menjadi tantangan yang tak mudah bagi sebuah keluarga/ rumah tangga.

Banyak persoalan dan ancaman-ancaman yang muncul buah dari sistem kapitalisme sekularisme dalam lingkup keluarga, dampaknya pun tak main-main seperti; KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), perselingkuhan, kekerasan terhadap anak dan penyimpangan sosial di masyarakat.

Mengutip dari JAKARTA, KOMPAS.TV bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode 1 Januari 2022 hingga 21 Februari 2022 tercatat sebanyak 1.411 kasus. Jumlah tersebut berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) Kementerian PPPA. Sementara sepanjang tahun 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dengan jumlah korban 10.368 orang.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, menyebut, data dari kejadian di lingkungan pendidikan membuat miris.

“Jika kita lihat dari data kejadian dalam lingkungan pendidikan membuat kita miris, karena idealnya lingkungan pendidikan menjadi tempat untuk belajar kehidupan dan kemanusiaan justru menjadi tempat di mana nilai-nilai kemanusiaan direnggut dan dilanggar,” jelasnya dalam Webinar Peringatan Hari Perempuan Internasional dengan tema “LAWAN TABU, PEREMPUAN BERANI BERSUARA”, Selasa (8/3/2022).

Beda kasus jika terkenal dan viral. Pelaporan adanya tindakan KDRT yang dialami oleh seorang publik figure cenderung cepat ditanggapi oleh pihak berwenang serta mendapat sanksi sosial. Dilansir dari JAKARTA, KOMPAS.com menjelaskan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat buka suara menanggapi kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh publik figure RB.

Pihak KPI dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada tempat bagi pelaku KDRT di televisi dan radio Indonesia.
“KPI meminta kepada semua lembaga penyiaran untuk tidak menjadikan pelaku KDRT sebagai pengisi acara atau penampil dalam semua program siaran, baik di televisi dan radio,” demikian keterangan dalam unggahan @kpipusat, dikutip pada Jumat (30/9/2022).

Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah menekankan bahwa figur publik selayaknya jadi contoh bagi penonton.
Bagi pihak KPI, KDRT merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
“Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah mengatakan para figur publik harus memberi contoh positif kepada pemirsa, baik melalui apa yang nampak di layar kaca maupun contoh dalam kehidupan sehari-hari,” tulis akun tersebut.

“Segala bentuk kekerasan, terutama KDRT, merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia,” ujar Nuning seperti dikutip dalam unggahan tersebut.

Adapun pernyataan KPI itu dikeluarkan guna merespons ramainya pemberitaan tentang dugaan KDRT yang dilakukan oleh pihak suami erhadap istrinya yang keduanya merupakan publik figure.
Sang istri telah melaporkan kasus tersebut ke Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu (28/9/2022).

Berita di atas hanya sebagian kecil dari upaya untuk menghukum para pelaku KDRT, hal ini ditujukan untuk publik figur yang ditonton dan disaksikan oleh masyarakat. Namun bagaimana dengan kasus KDRT yang dialami oleh masyarakat biasa dan orang awam? Apakah korban KDRT mendapat perlindungan dan pelaku mendapat hukuman yang membuat jera?.
Nyatanya bila kita telisik kembali ternyata masih banyak kasus KDRT yang belum tuntas di negeri ini. Para korban seolah enggan dan takut untuk melaporkan.
Lantas solusi apa yang harus diterapkan dalam menghadapi problematika dan KDRT dalam keluarga/rumah tangga?.

Siklus KDRT menurut Lenore E Walker:
1.Tension building phase (fase ketegangan)
2.Violent episode phase (fase kekerasan)
3.Remorseful/honeymoon phase (fase penyesalan dan bulan madu)

Tension building phase (fase ketegangan) adalah terjadi ketegangan dalam hubungan. Pelaku mulai mengancam dan penyintas biasanya menenangkan dan menghindar sehingga pelaku merasa lebih superior.

Violent episode phase (fase kekerasan) adalah fase ini merupakan ledakan-ledakan dari ketegangan-ketegangan yang sebelumnya tertahan. Dalam konteks ini biasanya pelaku menyatakan memiliki tujuan untuk memberikan pelajaran kepada penyintas, namun selanjutnya kehilangan kendali.

Remorsefull/honeymoon phase (fase penyesalan dan bulan madu) adalah pelaku menunjukan penyesalan yang mendalam, meminta maaf dan berjanji tidak mengulangi lagi. Juga menawarkan romantisme yang kadang membuat korban menjadi luluh.

Di tanah air sudah ada pasal untuk menghukum para pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Yakni tertuang dalam Pasal 44 ayat (1): ”Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).”

Ironisnya, pasal tersebut tidak membuat kasus kekerasan berhenti. Namun terus berulang dan muncul masalah-masalah rumah tangga yang baru dan terus bermunculan konflik berkepanjangan dalam keluarga. Seolah tak memberikan efek yang jera dan rasa takut bagi para pelaku kekerasan.

Menilik dari banyaknya kejadian KDRT di masyarakat. Sebenarnya apa yang menjadi faktor yang melatar belakangi terjadinya KDRT tersebut? Mengapa kejadian kekerasan itu terus berulang dan memunculkan masalah baru berkepanjangan?

Beberapa indikasi yang menjadi faktor penyebabnya diantaranya adalah sebagai berikut:
1.Tidak adanya ruh dalam segala aktivitas yang dijalankan. Ruh yaitu menjadikan semua perbuatan manusia berjalan sesuai dengan perintah Allah dan laranganNya.
2.Kurangnya perhatian dan rasa empati kepada pasangan.
3.Ketidakpahaman tentang agama, sehingga menilai kehidupan hanya sebatas dunia saja.
4.Tidak adanya rasa takut kepada Allah Ta’ala.
5.Tidak adanya aturan yang tegas.
6.Tidak ada hukuman yang memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan.
7.Tidak adanya sanksi sosial di masyarakat.
8.Kurangnya peran Negara dalam melindungi, mengatur, dan memberikan hukuman efek jera bagi pelaku.

Melihat dari beberapa faktor di atas dapat disimpulkan bahwa akar dari permasalahan tersebut adalah pemisahan agama dengan kehidupan atau yang dikenal dengan istilah sekulerisme, sehingga banyak masalah, ketimpangan-ketimpangan dalam rumah tangga karena tidak diterapkannya aturan dari Allah Swt di dalamnya, dan tidak adanya rasa takut kepada Allah yang Maha Mengawasi segala perbuatan hambaNya.

Faktor sistem kapitalisme pun turut andil dalam masalah KDRT, perselingkuhan, dll ini. Yang mana keluarga dituntut untuk mencari makan sendiri, memenuhi kebutuhan sendiri, biaya kehidupan sendiri. Sehingga tak jarang banyak perempuan keluar dari fitrahnya untuk bekerja tidak sesuai dengan hukum syara, tidak menutup aurat, bekerja di tempat yang haram, begitupun dengan laki-laki bekerja dan berinteraksi tidak dengan batasan-batasannya sebagai seorang muslim. Sehingga memicu terjadinya tindak kejahatan KDRT, perselingkuhan, dan lainnya.

Tidak adanya aturan syara’ di tengah masyarakat membuat aktivitas kehidupan rumah tangga menjadi semakin jauh dari nilai-nilai Islam. Kehidupan rumah tangga menjadi semakin bebas tidak ada aturan yang melindungi anggota keluarga. Beban dari masing-masing pasangan menjadi semakin berat karena menghadapi dan mendapat tantangan dari segala arah. Tidak adanya halal haram yang mengaturnya.

Pembiaran di tengah masyarakat dan lingkungan sosial menambah daftar panjang kasus KDRT di Tanah air yang tak kunjung usai.

Solusi Islam

Allah Swt memerintahkan hambanya untuk bersikap sabar terhadap pasangannya. Jangan sampai kesalahan kecil pasangannya menjadikan semua yang dilakukan pasangannya terlihat buruk dihadapan kita. Allah Swt juga memerintahkan hambanya agar mempergauli istri-istri mereka dengan baik.

Berikut adalah ayat yang menyampaikan perintah untuk memperlakukan istri dengan baik.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

Artinya: “Wahai orang-orang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.”(Q.S. An-Nisa’ : 19)

Dalam buku nikah suami istri dijelaskan pada halaman nasihat untuk kedua mempelai yakni untuk mewujudkan keluarga sakinah, kedua mempelai hendaknya menjungjung tinggi hak dan kewajiban masing-masing, saling cinta dan kasih, saling menghormati dan memuliakan, serta saling mengingatkan untuk selalu taat dan beribadah kepada Allah Swt.

Tindak KDRT dan masalah lainnya dalam rumah tangga dapat dicegah dengan poin-poin berikut, yaitu:
1. Suami dan istri memahami apa saja hak dan kewajibannya dalam rumah tangga sesuai dengan hukum syara.
2. Suami dan istri berusaha dan saling terus memperbaiki diri sesuai dengan hukum syara.
3. Suami dan istri belajar dan memahami dengan benar pengertian dan apa saja batasan pergaulan laki-laki dan perempuan dan mampu mengimplementasikan dalam kehidupan nyata di masyarakat.
4. Adanya sanksi sosial di masyarakat bagi pelaku KDRT dan masalah rumah tangga lainnya.
5. Adanya peran negara yang mengatur dan melindungi masyarakatnya, serta memberikan hukuman yang memberikan efek jera bagi pelaku KDRT dan masalah rumah tangga lainnya.

Dengan demikian hanya dengan aturan Islam yang mampu menyelesaikan secara tuntas semua problematika rumah tangga dengan adil serta Islam mampu melindungi masyarakatnya secara menyeluruh. Maka ketika hukum syara diterapkan dalam kehidupan akan tercipta kedamaian dan ketenangan dalam keluarga/rumah tangga karena terdapat nilai-nilai Islam di dalamnya. Tujuan pernikahan adalah sama-sama belajar seumur hidup untuk meraih ridhoNya Allah Swt untuk bekal ke surga firdaus.

Wallahu’alam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 43

Comment here