Opini

Dongkrak Elektabilitas, di Tengah Derita Rakyat

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Asyifa’un Nisa (Pegiat Literasi Islam)

wacana-edukasi.com– Jelang pemilu 2024 bakal calon presiden dan wakil presiden mulai berbondong-bondong mencari simpati rakyat dengan berbagai cara. Tak hanya itu, para pemimpin partai mulai saling berkunjung untuk membahas perumusan koalisi bakal calon mereka. Beberapa partai besar pun juga telah melakukan berbagai persiapan hingga mengadakan rakernas untuk membahas segala persiapannya. Nama-nama utama yang masuk kedalam bursa capres-cawapres antara lain Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Puan Maharani, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Hasil survei elektabilitas tiap-tiap nama tersebut pun juga telah dirilis berbagai lembaga independent sejak awal tahun. Survey terbaru dilakukan oleh Charta Politika yang dirilis pada 22 September 2022, menunjukkan elektabilitas Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo menunjukkan angka tertinggi, yakni 31,3 persen, Disusul oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yakni 24,4 persen dan 20,4.

Tak cukup sampai disitu, berbagai cara telah disusun oleh parpol untuk meningkatkan elektabilitas para calon mereka. Salah satu yang terjadi adalah pembentukan dewan kolonel oleh Partai PDI-P, dewan kolonel diberi tugas untuk meningkatkan citra baik dan elektabilitas Puan Maharani yang masih jauh tertinggal dari nama-nama lain. Disisi lain berbagai upaya juga dilakukan oleh KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) untuk meningkatkan elektabilitas sosok ketua umum partai golkar, yakni Airlangga Hartarto. Tak ketinggalan koalisi KIR (Kebangkitan Indonesia Raya) yang diusung oleh Gerindra dan PKB telah bersepakat untuk mengajukan kembali Prabowo Subianto dalam kontestasi politik ini. Di sejumlah wilayah juga banyak didapati baliho hingga poster yang mencantumkan nama-nama bakal calon tersebut. Berbagai “jamuan politik” pun dilakukan untuk memuluskan deal-deal politik guna meraih keuntungan dan kepentingan masing-masing. Meski pesta demokrasi baru akan diselenggarakan tahun 2024, beragam parpol berlomba melakukan segala cara untuk mendapat simpati dan dukungan dari rakyat.

Mirisnya lagi mereka sibuk melakukan berbagai atraksi politik disaat rakyat sedang dihantam berbagai kesulitan. Para politisi itu seolah tidak mendengar jerit tangis rakyat akibat kebijakan harga BBM yang juga diiringi kenaikan hampir seluruh harga bahan pokok. Begitu ironis hidup dalam naungan sistem kapitalis. Pesta demokrasi hanyalah ajang beradu kepentingan pribadi para politisi, tanpa sedikitpun memperdulikan kepentingan rakyat. Berbagai pencitraan, tebar pesona hingga beradu janji manis dilakukan untuk meraup suara rakyat, dan ketika mereka terpilih kebijakan yang ditetapkan tidak lagi berpihak pada rakyat. Patut kiranya mereka mendapat julukan para pengabdi kursi semata.

Demokrasi yang lahir dari tubuh sistem kapitalis akan senantiasa mengakomodir lahirnya para politisi yang nirempati. Kepentingan dan keuntungan pribadi maupun golongan menjadi dasar dalam setiap aktivitas para politisi. Belum lagi biaya politik yang mahal tidak menafikkan adanya sokongan dana dari para pemilik modal. Maka lahirlah istilah perselingkuhan politisi dengan korporasi oligarki. Politisi yang notabene digaji oleh uang rakyat, seharusnya mengakomodir segala kepentingan rakyat. Namun nyatanya hal ini tidak berlaku dalam sistem hari ini. Politisi hari ini hanya sibuk mengakomodir kepentingan korporasi dan para pemilik modal. Berbagai kebijakan diketok hanya untuk memuluskan penjajahan ekonomi yang semakin menjerat rakyat, seperti UU Cipta kerja, UU Minerba, dan masih banyak lagi.

Lalu, masihkan masyarakat menaruh harap pada demokrasi-kapitalis hari ini?
Tidak ada satu celahpun yang bisa diharapkan dari sistem hari ini. Silih-bergantinya pemimpin di sistem hari ini hanya akan memperparah kesengsaraan masyarakat. Namun lain halnya dengan sistem Islam yang lahir dari aqidah Islam, yakni Khilafah islamiyyah. Islam sebagai agama yang shahih memiliki sistem pengaturn kehidupan yang sempurna dan paripurna. Dalam sistem Khilafah tidak mengenal kontestasi politik sebagaimana demokrasi kapitalis yang berbalut berbagai hipokrit. Sistem Islam mengatur secara jelas bagaimana tugas seorang pemimpin sebagai junnah (pelindung) dan ra’in (pengurus) bagi rakyatnya. Seorang pemimpin harus mampu menjamin kesejahteraan tiap-tiap individu rakyatnya. Selain itu biaya politik yang murah dan tidak berbelit menjauhkan para pemimpin dalam pemerintahan melakukan berbagai tindak kecurangan, seperti korupsi.

Proses pemilihan pemimpin dalam Khilafah berlangsung efektif dan efisien sehingga para calon tidak butuh sokongan dana dari para pemilik modal. Asalkan memenuhi syarat in’iqad, mereka boleh mengajukan diri menjadi calon penguasa. Dengan demikian, rakyat bisa memilih pemimpin yang mereka ridai. Pemimpin yang terpilih tidak akan tersandera oleh kepentingan para pemilik modal karena pencalonannya benar-benar tanpa biaya satu dinar pun. Dengan komparasi yang demikian njomplang antara sistem demokrasi dengan sistem Khilafah Islamiyyah maka sudah saatnya masyarakat terlebih umat Islam berubah haluan untuk tidak lagi mencukupkan solusi pada pergantian pemimpin semata, tapi beralih pada perjuangan solusi hakiki yakni perubahan sistem. Sudah sepatutnya umat Islam menyibukkan diri untuk berjuang mewujudkan sistem Islam sehingga mendapatkan pemimpin yang mengayomi dan melayani berdasarkan wahyu Ilahi. Perjuangan Islam adalah dengan mewujudkan Khilafah yang akan menerapkan syariat kafah, bukan berjuang melalui demokrasi yang hanya menghasilkan berbagai ilusi.

Rasulullah bersabda, “Sehari seorang pemimpin yang adil lebih utama daripada beribadah 60 tahun, dan satu hukum ditegakkan di bumi akan dijumpainya lebih bersih daripada hujan 40 hari.” (HR Thabrani, Bukhari, Muslim, dan Imam Ishaq).
Hadanallah waiyyakum, Wallahu a’lam bishawwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here