Surat Pembaca

Prank KDRT, Pantaskah?

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi com– Proses hukum terkait lelucon atau prank isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan Baim Wong dan Paula Verhoeven perlu dilanjutkan guna memberikan pembelajaran/ edukasi bagi masyarakat. Menurut Bahrul anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, dampak buruk terhadap korban KDRT yakni tidak mendapatkan empati dari para pembuat konten. Padahal, korban KDRT mengalami dampak psikologis yang sangat dalam. Tidak etis jika KDRT ini hanya dijadikan konten prank atau guyonan (suara.kalbar.com 04/10/2022).

Lelucon KDRT merupakan sebuah tindakan serius yang dapat diancam pidana hingga satu tahun empat bulan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 220 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 220 KUHP menyebutkan “Barangsiapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”.

Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan 2022, KDRT menjadi bentuk kekerasan terhadap perempuan yang tertinggi, sebagian besar korban tidak berani mengadu. Komnas Perempuan akan memproses semua pengaduan KDRT sesuai dengan prosedur internal dan selanjutnya kasus akan dirujuk ke lembaga layanan tempat korban berdomisili untuk mendapatkan pendampingan sesuai dengan kebutuhan korban.

Sementara itu, Pihak kepolisian Polres Metro Jakarta Selatan terus bekerja untuk menangani kasus dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan Rizky Billar kepada Lesti Kejora. Polisi juga menyebut akan mempertemukan kedua belah pihak. Polres Metro Jakarta Selatan memeriksa dua orang saksi terkait laporan dugaan kasus KDRT, mendapatkan alat bukti berupa hasil visum luka yang dialami korban yang diduga akibat kekerasan rumah tangga (KDRT) dari suaminya serta akan melakukan olah TKP.

KDRT yang dialami artis dan juga Prank KDRT tetaplah menjadi hal yang amat disayangkan bisa terjadi. Karena Speak up atas kekerasan merupakan satu keharusan disaat KDRT memang akan melukai tubuh bahkan sampai beresiko kematian. Konflik pasutri yang harus ditutupi atau dilaporkan pernah menjadi polemik saat ceramah ustadzah OSD yang dianggap normalisasi KDRT, feminis memainkan opininya kala itu. Tak terkecuali kasus baru-baru ini yang memenuhi isi beranda media sosial dan televisi terkait KDRT, feminis turut menunggangi. Adapun mayoritas penyebab maraknya KDRT adalah terpicu masalah ekonomi, adanya orang ketiga, pengasuhan anak, dll. Oleh kaum feminis, sumber problemnya dinisbahkan pada konstruksi superioritas suami terhadap istri. Lagi-lagi mengambinghitamkan ketimpangan gender.

Speak up terkait KDRT yang dialami nyatanya tidak mampu menuntaskan masalah KDRT. Data Simfoni Kalbar Tahun 2022 menunjukkan sudah ada pelaporan 18.623 kasus KDRT. Ditopang dengan banyak regulasi yang disahkan di negeri ini yang katanya untuk pencegahan hingga penanganan. Namun terbukti tak berdaya dan kasus terus menerus ada karena negara tak memberikan dukungan sistem (support system) kehidupan yang mendorong terbentuknya keluarga sakinah mawadah warahmah serta tidak mampu mengontrol konten yang mengumbar urusan rumah tangga ke ranah publik bahkan untuk main-main (prank) semata. Akar masalah KDRT secara hakiki tidak teratasi akibat penerapan asas sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Imbasnya, hubungan suami dan istri tidak diatur sesuai syariat-Nya.

Hanya khilafahlah yang mampu mewujudkan ketaqwaan individu, rumah tangga yang sakinah, masyarakat yang peduli dan negara yang menyiapkan sistem pendidikan, pergaulan, hingga sistem hukum yang sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Islam diterapkan untuk menghindarkan tiap keluarga dari KDRT. Pertama, Islam menetapkan bahwa kehidupan rumah tangga adalah kehidupan persahabatan. Kedua, Islam memerintahkan pergaulan yang makruf (baik) antara suami dan istri. Ketiga, Islam menetapkan kepemimpinan suami atas istri dalam rumah tangga. Keempat, Islam menetapkan mekanisme penyelesaian masalah dalam rumah tangga. Ketika terjadi pelanggaran syariat Islam, seperti tindakan kekerasan suami yang mengancam keselamatan, Islam menetapkannya sebagai tindak kejahatan (jarimah) dan jika ada pembohongan publik pun ada sistem sanksi sesuai syariat.

Yeni
Pontianak-Kalbar

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here