wacana-edukasi.com– Makalah berjudul Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) memuat penelitian yang mengungkap bahwa sekitar 2,45 juta remaja Indonesia masuk dalam kategori Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Penelitian ini merupakan kerjasama antara seorang peneliti dari UGM dengan University of Queensland di Australia dan John Hopkins Bloomberg School of Public Health di Amerika (kumparan.com, 14/10/2022).
Selain itu dikutip dari theconversation.com (11/10/2022), berdasarkan riset terbaru gangguan kesehatan mental ternyata tetap bertengger dalam 10 penyebab teratas beban penyakit di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, ditemukan bahwa perempuan lebih banyak mengalami gangguan mental dibanding laki-laki. Selain itu makin tinggi usia, semakin rentan terkena gangguan kesehatan mental.
Tidak bisa dipungkiri, problem mental telah menjadi masalah yang belum terselesaikan hingga kini. Pada remaja, kecemasan menjadi gangguan mental yang paling banyak dialami. Sementara itu, perempuan menjadi kelompok masyarakat yang paling mudah terkena depresi. Faktor penyebabnya bisa dari internal, seperti genetik dan penyakit sistem saraf, dan eksternal, seperti keluarga dan lingkungan sekitar.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menuntaskan persoalan ini. Bahkan setiap tahunnya selalu ada peringatan Hari Kesehatan Mental pada tanggal 10 Oktober. Namun nyatanya jumlah kasus gangguan mental terus meningkat jumlahnya. Ini menunjukkan solusi yang selama ini dilakukan belum mampu menyelesaikan akar persoalannya. Padahal imbas dari gangguan kesehatan mental ini dapat menurunkan produktivitas yang sakit maupun orang-orang di sekitarnya.
Semua itu membuktikan bahwa sistem hidup yang kini diterapkan, yaitu sistem kapitalisme, telah gagal dalam mengatur kehidupan. Asas sekuler yang menjadi landasan sistem ini, telah melahirkan individu-individu yang bermental rapuh yang tidak memahami apa tujuan hidup sesungguhnya. Materi menjadi standar kebahagiaan. Sehingga ketika semua itu tidak mampu diraih, mereka menjadi frustasi dan mudah mengambil jalan pintas seperti bunuh diri.
Apalagi dengan penerapan sistem politik demokrasi dan ekonomi kapitalisme, telah menjadikan penguasa membuat kebijakan yang justru menyengsarakan rakyat. Aturan yang bersumber dari manusia yang terbatas dan sarat kepentingan, hanya menguntungkan penguasa dan kelompoknya saja. Negara tidak hadir menjadi pelayan umat, namun sebatas regulator kebijakan semata. Tinggallah rakyat yang dibiarkan berjuang sendiri menghadapi berbagai kesulitan hidup akibat penerapan sistem rusak ini.
Jadi persoalan kesehatan mental sebenarnya merupakan masalah sistemik, di mana kapitalisme menjadi biangnya. Sehingga penyelesaiannya juga harus total. Sistem kapitalisme yang rusak harus diganti dengan sistem yang sahih, yaitu Islam. Sebab hanya Islam yang memiliki sistem aturan yang sesuai dengan fitrah, menyeluruh dan sempurna. Penerapannya di masa kekhilafahan Islam masih ada, mampu menciptakan kesejahteraan manusia selama 13 abad.
Dalam sistem Islam, akan lahir individu-individu berjiwa pemimpin dengan kepribadian Islam yang tangguh. Bukan hanya memiliki keimanan yang kokoh, mereka juga sosok-sosok dengan pemahaman intelektual yang mumpuni, sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan hidup masa depan. Pemimpin dalam sistem Islam betul-betul menjadi pengayom, pelindung, dan pengurus urusan umat. Dengan sistem ini akan tercipta kehidupan yang sejahtera, sehat fisik maupun mental, di tengah umat.
Dwi Indah Lestari
Bangkalan, Madura, Jawa Timur
Views: 12
Comment here