Oleh: Mimi Husni
wacana-edukasi.com– Belum habis duka akibat tragedi kanjuruhan, sekarang muncul lagi tragedi gagal ginjal akut misterius di Indonesia, yang ikut menambah daftar penyumbang kematian berikutnya. Sampai kapan yang berurusan dengan nyawa akan berakhir? Padahal kalau dikembalikan pada fitrahnya, manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT, maka sudah pasti kematiannya pun hanya Allah SWT yang mengaturnya, tapi sekarang nyawa manusia tidak ada harganya. Padahal anak juga merupakan warga negara yang perlu dilindungi kehidupannya oleh negara.
Laporan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan sejak akhir Agustus 2022 terjadi peningkatan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal / Acute Kidney Injury (AKI) yang tajam pada anak, terutama di bawah usia 5 tahun. Hingga 24 Oktober 2022, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebutkan jumlah kasus gagal ginjal akut mencapai 245 kasus dari 26 provinsi. Angka kematian sebanyak 133 pasien dengan fatality rate 55% (cnbcindonesia.com, 24/10/2022).
Berita terkait juga datang dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, untuk mengusut kasus penyakit gagal ginjal akut. Hal itu untuk memastikan ada tidaknya tindak pidana terkait kasus tersebut (Republika.co.id, 24/Oktober/2022).
Selain Indonesia, Gambia juga menjadi salah satu negara dengan jumlah kasus gagal ginjal akut yang meningkat. Ada sekitar 80an anak yang meninggal dunia akibat gagal ginjal akut. Dikutip dari Reuters, lonjakan kasus gagal ginjal akan menjadi penyebab meninggalnya puluhan anak di Gambia dalam beberapa bulan terakhir.
Dalam sebuah konferensi pers yang dirangkum Tempo.co.id, Menkes Budi Sadikin mengungkapkan bahwa meluasnya kasus gagal ginjal akut pada anak disebabkan cemaran zat-zat berbahaya yaitu Etilen glikol (EG), Dietilen glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE) pada sediaan obat sirup . Hal ini dipastikan Kemenkes setelah melalui penelitian panjang [24 Oktober 2022]. Sementara dilansir dari Kompas.com, Penny K. Lukito selaku kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan atau BPOM menyatakan bahwa kandungan EG dan DEG pada sediaan obat sirup adalah hal wajar tetapi selama masih dalam batas yang ditentukan. Pihak BPOM sendiri melakukan penelitian kadar EG dan DEG pada sediaan obat yang mereka sampling untuk memastikan aman tidaknya obat sementara untuk menyatakan sediaan mengandung EG dan DEG adalah penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak dibutuhkan pendalaman lebih lanjut [24 Oktober 2022].
Harsunya ketika kasus gagal ginjal akut ini mulai memakan korban, pemerintah sudah lebih sigap menanganinya, sehingga angka kejadian gagal ginjal akut anak yang meningkat dua bulan terakhir ini tentu bisa ditekan.
Pemerintah juga tidak menetapkan kasus gagal ginjal akut pada anak ini sebagai KLB atau kasus luar biasa dengan dalih bukan merupakan penyakit menular atau wabah, padahal dalam study epidemiologi “Penyelidikan dan penanggulangan berpotensi KLB” isinya: penyakit dan zoonosis, penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi, penyelidikan dan penanggulangan KLB penyakit misterius. Seharusnya dengan banyaknya kasus kesakitan dan tingginya angka kematian yang tidak lazim yaitu sekitar 50% lebih, sudah masuk ke dalam kejadian luar biasa yang memerlukan perhatian dan penanganan serius.
Untuk kasus gagal ginjal akut yang telah banyak memakan korban harusnya pemerintah telah menetapkan berbagai langkah komprehensif, baik terkait langkah preventif (pencegahan) juga kuratifnya (pengobatan). disayangkan, saat ini pengelolaan kesehatan menjadi bagian dari kapitalisme yang menjadikan kesehatan sebagai lahan bisnis. Sehingga upaya penanganan terkesan lamban. Rakyat tidak akan bisa menyediakan dana untuk pelayanan kesehatannya dan bahkan terasa sulit untuk mendapatkan hak kesehatannya ditengah cengkraman kapitalisme.
Berbeda dengan sistem Islam, dalam Islam anak bukan sekedar aset masa depan tapi mereka adalah bagian dari masyarakat yang harus di penuhi kebutuhannya, sehingga negara akan berusaha dalam memenuhi semua penyediaan fasilitas yang memadai termasuk didalamnya pemenuhan gizi yang tercukupi, pemerataan untuk masyarakat kaya dan miskin hingga pemberian pendidikan juga kesehatan secara gratis.
Semua bentuk pelayanan yang dilakukan negara bukan untuk mencari keuntungan tetapi semata-mata untuk mengurusi kebutuhan seluruh masyarakat. Hal ini dilakukan atas dasar keimanan dan tanggung jawab karena akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda “setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya, seorang Imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya” (Hadits Riwayat Bukhari).
Atas dasar inilah seorang khalifah diwajibkan menerapkan syariat secara menyeluruh atau Kaffah termasuk dalam bidang kesehatan, sebab salah satu fungsi syariat adalah “hifdun nafs” atau menjaga jiwa manusia jika terjadi wabah atau penyakit menular atau fenomena kematian yang misterius maka negara akan segera bertindak bahkan pada satu kasus penyakit saja yang belum diketahui penyebabnya negara akan segera melakukan riset terkini agar cepat dalam menangani penyakit tersebut. Masyarakat tidak akan dibiarkan menghadapi sendiri penyakit tersebut hingga mendapatkan efek yang lebih buruk. Negara akan segera melakukan riset tentang standar pengobatan, instrumen dan obat-obatan terbaik bagi kesembuhan dan keselamatan jiwa pasien, setelah ditemukan negara akan memproduksinya dan memberikan secara cuma-cuma kepada pasien tanpa memungut biaya sepeser pun. selain itu negara sangat memperhatikan peredaran obat di tengah masyarakat dan di pastikan bahwa tidak akan lolos obat-obat yang tidak melalui uji/riset terlebih dahulu, sehingga tidak akan merugikan kesehatan masyarakat bahkan efeknya sampai menyebabkan kematian. inilah sistem terbaik yang menjamin terpeliharanya jiwa manusia dan terjaminnya seluruh kebutuhan masyarakat Khilafah Islamiyah.
Views: 12
Comment here