Oleh : Novianti
wacana-edukasi.com– Dunia saat ini dalam keadaan tidak baik saja karena krisis melanda di banyak negara. Globalisasi mengakibatkan persoalan di suatu negara berimbas pada negara-negara lainnya.
Perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan dituding sebagai penyebab utama multi krisis. Krisis energi, krisis pangan pasti membawa pada krisis kemanusiaan. Banyak yang akan mati kelaparan karena tak mampu membeli makanan atau kedinginan karena tidak memiliki tempat tinggal.
Menyikapi tantangan global ini para pemimpin agama dunia berkumpul di Yogyakarta pada Jumat (4/11) berdiskusi dengan tema Komunike R20 :Upaya Pastikan Agama Berfungsi Sebagai Sumber Solusi Global. Ini sebagai upaya pemuka agama di seluruh dunia berperan menyelesaikan persoalan yang dapat memperburuk ekonomi dunia (merdeka.com, 05/11/2022).
Forum Agama G20 atau R20 diselenggarakan PBNU bersama Liga Muslim Dunia atau Muslim World League (MWL) mempromosikan agar agama bisa menjadi solusi global untuk menciptakan kehidupan harmonis semua warga dunia. Harus ada saling pengertian, menciptakan budaya damai serta memelihara hubungan harmonis antar umat beragama dan bangsa.
Para pemimpin agama, pemimpin politik, dan seluruh masyarakat dunia diajak bergabung dalam gerakan global yang didasari nilai-nilai peradaban bersama untuk membangun sebuah aliansi global. Tidak boleh ada konflik berbasis identitas yang mengikis komitmen mewujudkan perdamaian dan keamanan dunia. Terorisme dan ekstrimisme adalah ancaman yang harus diperangi bersama.
Agenda Tersembunyi
Apa yang direkomendasikan G20 sebetulnya bukan isu baru. Publikasi masif terkait ancaman teroris dan radikalisme sudah menjadi narasi global pasca “war on terrorism” yang sekarang berubah menjadi “war on radicalism” yang sudah diserukan PBB dan Amerika.
Di Indonesia, perang melawan radikalisme gencar disuarakan beberapa tahun terakhir. Tahun 2019, Presiden Jokowi pada Upacara Peringatan Ke-73 Hari Bhayangkara mengingatkan bahaya radikalisme. Di penghujung 2021, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga mengingatkan tentang adanya kelompok radikal dan intoleran. Saat memimpin Apel Gelar Pasukan Oktober lalu, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman menyebut radikalisme merupakan ancaman bagi stabilitas kehidupan berbangsa dan negara.
BNPT meminta masyarakat berhati-hati terhadap keberadaan kelompok teroris dan radikal ini. Ciri kelompok tersebut adalah tidak suka dengan keberagaman karena memiliki sifat eklusif dan intoleran. Mereka bisa berasal dari beragam profesi dan status sosial (kompas.com, 05/11/2022).
Jika dilihat dari rekam jejaknya, tudingan radikalisme sering ditujukan kepada umat Islam yang memperjuangkan tegaknya Syariat Islam. Pembubaran pengajian, tuduhan pada ustaz tertentu, dikaitkan dengan kelompok yang sering menyampaikan kritik kepada pemerintah karena kebijakannya bertentangan dengan Islam. Kelompok yang menyampaikan amar makruf nahi munkar untuk menegakkan sistem Islam kaffah.
Karenanya jelas terlihat Forum G20 memiliki agenda terselubung yaitu mengonsolidasi kekuatan menghadapi kelompok yang ingin menegakkan syariat Islam sebagai common enemy atau musuh bersama. Pada saat yang sama, konsep moderasi beragama terus digembar-gemborkan. Umat Islam terpolarisasi menjadi dua kutub, muslim radikal vs muslim moderat.
Padahal, proyek melawan radikalisme, moderasi beragama merupakan agenda Barat yang pasti menolak formalisasi Syariat Islam dalam format negara. Menempatkan Islam hanya pada wilayah individu menjadikan Barat leluasa mencaplok SDA di negeri-negeri muslim dan menjadikan umat Islam sebagai budak industri mereka.
Forum G20 sejatinya merupakan agenda Barat dengan tujuan membungkam umat Islam yang sudah menyadari kebobrokan sistem kapitalis saat ini. Barat yang telah merampok kekayaan negeri-negeri muslim paham jika Syariat islam diterapkan artinya semua kekayaan umat Islam akan ditarik dan dikembalikan kepada pemiliknya yaitu umat Islam.
Sistem Islam adalah Masa Depan
Krisis yang terjadi terutama di berbagai negara Eropa dan Amerika menunjukkan bahwa sistem kapitalis sudah di ambang kehancurannya. Demokrasi sebagai kendaraan politiknya mulai diragukan keampuhannya dalam mewujudkan negara ideal terutama pasca krisis yang terus berulang.
Ribuan warga Prancis menggelar demonstrasi sebagai protes terhadap krisis biaya hidup akibat melonjaknya harga gas dan listrik. Demikian juga di Inggris, aksi terbesar terjadi yang dilakukan secara serempak di berbagai kota.
Amerika sebagai jantung kapitalisme, warganya mulai pesimis dengan keadaan demokrasinya. Dirilis oleh voaindonesia.com (20/10/2022), jajak pendapat terbaru yang dilakukan Associated Press bersama NORC Center for Public Affairs Research menunjukkan hanya sekitar separuh warga Amerika berkeyakinan tinggi bahwa suara dalam pemilihan mendatang akan dihitung secara akurat. Warga juga menilai bahwa loyalitas anggota parlemen lebih condong kepada partainya bukan demi kebaikan negara.
Allah telah menunjukkan kekuasaannya melalui pandemi lalu disusul dengan berbagai gejolak sosial ekonomi sebagai bukti kejatuhan idiologi kapitalis tinggal menunggu waktu. Umat Islam semestinya segera memanfaatkan situasi ini untuk menderaskan persatuan kaum muslimin di dunia agar bisa mengambil alih berbagai sumber daya alam yang dirampok oleh Barat.
Umat harus disadarkan, peradaban yang dibangun Barat ini penuh dengan ironi. Berlimpah informasi tetapi manusia makin miskin literasi. Teknologi canggih namun kehidupan manusia bertambah ringkih. Kekayaan sekelompok orang berlimpah, tapi jumlah yang miskin terus bertambah.
Sistem demokrasi sebagai biang pangkal segala kerusakan harus segera dicampakkan dan diganti dengan sistem Islam. Umat jangan tertipu lagi oleh kemasan ulang demokrasi dengan skema pembangunan pentahelix. Ini hanya upaya me-make up demokrasi yang sejatinya berwajah busuk dan tubuhnya sudah sempoyongan menjawab berbagai tantangan.
Umat Islam juga jangan terperdaya lagi oleh calon-calon presiden berprofil muslim yang terlihat sholeh sekalipun. Mustahil melawan skenario global oleh satu pemimpin yang hanya dimanfaatkan partai politik bunglon. Suara-suara perubahan yang bergaung dari dalam sistem yang dimonopoli pemburu materi pasti berakhir dalam ketidakberdayaan.
Rasululllah saw. sudah mengingatkan, ”…Lalu kalian akhirnya berlomba-lomba untuk meraih dunia sebagaimana orang-orang terdahulu berlomba untuk mendapatkannya. Akhirnya kalian pun akan binasa sebagaimana mereka binasa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dr. Majid Irsan al Kilani, seorang sejarawan dan pakar Pendidikan Islam mengatakan masyarakat sehat adalah yang berporos pada pemikiran bukan pada figur/individu dan materi. Karenanya, umat Islam harus bangkit dengan bermula dari membangkitkan pemikirannya. Pemikiran yang membangkitkan adalah jawaban terhadap pertanyaan mendasar tentang darimana berasal, untuk apa hidup dan akan kemana setelah kehidupan ini. Jawaban shahih bersumber dari wahyu Alllah sebagai obat mujarab penyembuh jiwa-jiwa yang sakit.
Umat akan kian paham kesempurnaan Syariat Islam sehingga tidak perlu mengadopsi aturan dari akidah selain Islam. Hari ini Umat Islam lemah karena terpecah-belah dalam nation state. Karenanya, umat Islam di seluruh dunia harus bersatu menyuarakan penerapan sistem Islam Kaffah.
وَمَكَرُوْا وَمَكَرَ اللّٰهُ ۗوَاللّٰهُ خَيْرُ الْمَاكِرِيْنَ
“Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS Ali Imran ; 54)
Views: 98
Comment here