Oleh: Hamsina Ummu Ghaziyah
(Pegiat Literasi)
wacana-edukasi.com– Setiap perempuan ingin mendapatkan perlindungan serta rasa aman, baik dalam rumah tangganya maupun di lingkungan sekitarnya. Namun pada faktanya, nasib perempuam saat ini kerap mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga KDRT).
Tak pelak, hal ini memantik tanda tanya besar terkait fungsi qowwamah seorang lelaki dalam keluarga. Pasalnya, lelaki yang sepatutnya menjadi pemimpin sekaligus pelindung bagi kaum perempuan, begitu mudah menyakiti makhluk lemah tersebut. Apa sebenarnya penyebab seorang suami tega melakukan tindak kekerasan kepada perempuan yang notabene istrinya sendiri? Kemanakah peran qowwamah yang seharusnya melekat pada diri setiap lelaki/suami?
Kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga akhir-akhir ini kembali mencuat. Bukan hanya satu atau dua kasus yang terjadi. Belakangan, kabar seputar tindak kekerasaan dalam rumah tangga hampir setiap harinya wara-wiri di laman platfon media online.
Seperti dua kasus KDRT yang baru-baru ini terjadi di wilayah Depok, Jawa Barat, yakni aksi bejad seorang suami kepada istri dan anaknya di sebuah rumah di Kelurahan Jatijajar, Kecamatan Tapos, Kota Depok, Jawa Barat (Liputan6.com,01/11/22).
Kasus KDRT lainnya dilansir dari laman resmi BeritaSatu.com, 06/11/2022. Tanpa belas kasihan, seorang suami tega memukul sang istri berkali-kali. Ironisnya, penganiayaan tersebut dilakukan sang suami di pinggir jalan di Pangkalan Jati, Cinere disaksikan sang anak yang masih balita dan warga sekitar.
Miris dan sungguh menyayat hati. Nasib perempuan kini tak hanya kehilangan fitrahnya. Akan tetapi, psikis dan fisiknya pun ikut cidera oleh orang yang seharusnya menjadi pelindung. Alih-alih melindungi, justru mereka tega menyakiti tanpa belas kasih, tak ubahnya monster yang menakutkan. Keadaan demikian bukan tanpa sebab, hingga seorang suami bagitu ringan tangan terhadap istri maupun anaknya. Faktor ekonomi menjadi salah satu pemicu, mengapa wanita kerap mengalami KDRT.
Survei Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan, kaum perempuan rentan mengalami KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) selama masa pandemi Covid-19. Senada, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) RI menyatakan, banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terjadi karena faktor ekonomi.
Menurut pakar psikolog klinis RSUD Siti Fatimah Palembang, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Syarkoni, M. Psi., salah satu sumber kekerasan dalam kehidupan rumah tangga adalah masalah ekonomi keluarga. (Kompas.com,29/06/22)
Lagi-lagi, masalah ekonomi menjadi pemicu KDRT. Permasalahan ekonomi memang paling rentan memicu konflik dalam rumah tangga. Terlebih, dalam situasi perekonomian yang karut-marut. Tingginya harga kebutuhan pokok, meningkatnya jumlah pengangguran akibat PHK, serta minimnya lapangan pekerjaan. Semua itu menyebabkan beban hidup yang harus dipikul seorang suami semakin berat. Akibatnya, terjadi stres berkepanjangan karena banyaknya masalah hingga berpotensi membuat seseorang kerap berlaku kasar terhadap pasangannya.
Dari sini menjadi jelas, mengapa seorang suami begitu mudah ringan tangan kepada istri maupun anaknya. Tak lain dan tak bukan, karena sistem sekulerisme saat ini telah berhasil menggiring seseorang hilang iman dan mudah diperdaya oleh hawa nafsu. Sehingga, suami atau istri cenderung tidak mampu mengendalikan diri, baik dalam berucap maupun bertindak. Padahal, seorang suami adalah pemimpin dan pelindung (qawwam) dalam keluarga. Kedudukan tersebut merupakan ketetapan langsung dari Allah Swt.
Pun, melalui ide feminisnya, sistem ini telah sukses menggiring seorang perempuan/istri terperdaya oleh keadaan yang mengharuskan dirinya bersaing dengan suami dalam hal mencari materi. Jadilah, peran hakiki seorang istri/ibu, yakni ‘Ummun warabbah albayt’ banyak ditinggalkan. Perempuan masa kini lebih memilih jadi wanita pekerja. Parahnya lagi, ketika penghasilan mereka melebihi pendapatan suami, tak jarang mereka tidak lagi menghargai suami. Pada kondisi inilah, kekerasan dalam rumah tangga kerap terjadi.
Sementara di dalam Islam, qowwamah (kepemimpinan) seorang suami telah dijelaskan dalam nas-nas Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah Swt. telah menetapkan fungsi kepemimpinan suami dalam hubungan suami-istri dengan konsep qawwam agar terlaksana maksimal. Firman Allah Swt,
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri)”. (QS. An-Nisa’: 34)
Kepemimpinan (al-qawamah) di dalam ayat di atas merupakan kepemimpinan yang mengatur dan melayani (ri’ayah), bukan kepemimpinan instruksional dan penguasaan. Menurut bahasa Arab, makna kepemimpinan seorang laki-laki atas perempuan (qawamah ar-rijal ‘ala an-nisa’) adalah al-infaq ‘alayha wa al-qiyam bi ma tahtajuhu yaitu menafkahi istri dan memenuhi apa yang ia butuhkan. Makna literal ini digunakan pula pada makna syar’i dari kata al-qawamah. Atas dasar itu, makna kepemimpinan seorang laki-laki atas perempuan adalah kepemimpinan yang menegakkan urusan-urusan wanita.” (Al Waie.id)
Lebih lanjut dalam tafsir arrijaalu qawwaamuuna ‘alan nisaa-i (“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita”) dalam QS. An-Nisa’: 34 di atas, menurut Imam Ibnu Katsir yaitu laki-laki adalah pemimpin kaum wanita dalam arti pemimpin, kepala, hakim, dan pendidik wanita jika ia menyimpang (Tafsir Ibnu Katsir juz 3 hal. 397). Menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, Allah Swt. telah menetapkan kepemimpinan rumah tangga (qiyadah al-bayt) berada di tangan suami. Dan Allah telah menjadikan suami sebagai qawwam (pemimpin) atas istrinya (Taqiyuddin an Nabhani, Nizham ijtima’i fil Islam, hal.246).
Demikianlah, bagaimana Islam menempatkan posisi suami dan istri dalam sebuah mahligai rumah tangga. Agar tercipta sebuah pernikahan yang sakinah, mawwadah, warohmah, suami-istri hendaklah saling bekerja sama dalam membangun rumah tangga. Suami harus peka terhadap tanggung jawabnya dengan memberi nafkah, mendidik, mengatur, melindungi, dan memberi rasa nyaman bagi istri dan anaknya. Dengan demikian, istri pun luwes terhadap tanggung jawabnya melayani suami dengan sebaik-baiknya. Menaati suami dalam perkara ibadah, sehingga rumah tangga yang diharapkan bisa membawa keberkahan dan ridha dari Allah Swt.
Wallahu A’lam Bishshawab.
Views: 32
Comment here